Beijing (Antaranews Megapolitan) - Pemerintah China mengklaim pemusik dan penyair etnis Uighur, Abdurehim Heyit, masih hidup dan dalam keadaan sehat.
Klaim tersebut sekaligus membantah tuduhan juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy atas kematian Heyit di dalam penjara China.
"Turki telah membuat tuduhan yang tidak berdasar dan tidak masuk akal. Semuanya tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," tegas jubir Kemlu China Hua Chunying di Beijing, Senin (11/2).
Kedutaan China di Turki, Minggu (10/2), menyatakan bahwa Heyit yang kini berusia 57 tahun itu ditangkap atas tuduhan mengancam stabilitas keamanan nasional.
"Yang terpenting dari hak seseorang harus berdasarkan hak asasi manusia. Terorisme dan ekstremisme sangat mengancam hak asasi manusia dan keamanaan semua orang di Xinjiang (daerah otonomi yang mayoritas penduduknya etnis Uighur)," demikian pernyataan Kedubes seperti dikutip Global Times.
China dan Turki sama-sama sedang berupaya mengatasi terorisme di negaranya masing-masing.
"Kami menentang standar ganda mengenai antiterorisme dan berharap Turki bisa memahami tindakan terorisme dan deekstremisme yang telah diambil oleh China," demikian pernyataan tersebut.
Jubir Aksoy pada Minggu (10/2) mendesak China agar menutup kamp-kamp pendidikan vokasi yang menampung kaum etnis Uighur di beberapa daerah di Xinjiang karena dianggap mencederai asas kemanusiaan.
Kamp-kamp yang dibangun pada 2017 tersebut juga mendapatkan sorotan dari berbagai negara di dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas dugaan pelanggaran HAM.
Namun Kedubes China menyatakan bahwa kamp tersebut bukan tempat pengasingan dan terbuka bagi siapa pun karena baru saja kamp-kamp itu juga dikunjungi sejumlah diplomat dan jurnalis dari 12 negara, termasuk Turki.
Sementara Prof. Zan Tao dari Peking University menganggap bahwa membawa isu Xinjiang akan membantu pemerintahan Erdogan dalam pemilu di Turki pada Maret mendatang.
"Isu Xinjiang sebenarnya bukan persoalan utama hubungan China-Turki," kata Ketua Jurusan Asia Tengah Lanzhou University Yang Shu. (M038/ANT-BPJ).
Penerjemah: M. Anthoni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019
Klaim tersebut sekaligus membantah tuduhan juru bicara Kementerian Luar Negeri Turki Hami Aksoy atas kematian Heyit di dalam penjara China.
"Turki telah membuat tuduhan yang tidak berdasar dan tidak masuk akal. Semuanya tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," tegas jubir Kemlu China Hua Chunying di Beijing, Senin (11/2).
Kedutaan China di Turki, Minggu (10/2), menyatakan bahwa Heyit yang kini berusia 57 tahun itu ditangkap atas tuduhan mengancam stabilitas keamanan nasional.
"Yang terpenting dari hak seseorang harus berdasarkan hak asasi manusia. Terorisme dan ekstremisme sangat mengancam hak asasi manusia dan keamanaan semua orang di Xinjiang (daerah otonomi yang mayoritas penduduknya etnis Uighur)," demikian pernyataan Kedubes seperti dikutip Global Times.
China dan Turki sama-sama sedang berupaya mengatasi terorisme di negaranya masing-masing.
"Kami menentang standar ganda mengenai antiterorisme dan berharap Turki bisa memahami tindakan terorisme dan deekstremisme yang telah diambil oleh China," demikian pernyataan tersebut.
Jubir Aksoy pada Minggu (10/2) mendesak China agar menutup kamp-kamp pendidikan vokasi yang menampung kaum etnis Uighur di beberapa daerah di Xinjiang karena dianggap mencederai asas kemanusiaan.
Kamp-kamp yang dibangun pada 2017 tersebut juga mendapatkan sorotan dari berbagai negara di dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa atas dugaan pelanggaran HAM.
Namun Kedubes China menyatakan bahwa kamp tersebut bukan tempat pengasingan dan terbuka bagi siapa pun karena baru saja kamp-kamp itu juga dikunjungi sejumlah diplomat dan jurnalis dari 12 negara, termasuk Turki.
Sementara Prof. Zan Tao dari Peking University menganggap bahwa membawa isu Xinjiang akan membantu pemerintahan Erdogan dalam pemilu di Turki pada Maret mendatang.
"Isu Xinjiang sebenarnya bukan persoalan utama hubungan China-Turki," kata Ketua Jurusan Asia Tengah Lanzhou University Yang Shu. (M038/ANT-BPJ).
Penerjemah: M. Anthoni.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019