Libur Natal dan tahun baru selalu hadir dengan wajah ganda yang kontras. Ia menjadi ruang jeda yang dinanti banyak orang untuk menghela napas, pulang ke kampung halaman, atau menikmati perjalanan wisata bersama keluarga.
Pada saat yang sama, periode ini justru menandai fase paling padat bagi kerja-kerja pelayanan publik yang jarang terlihat.
Di Nusa Tenggara Barat (NTB), libur akhir tahun 2025–2026 memperlihatkan kenyataan bahwa kualitas liburan tidak hanya ditentukan oleh indahnya objek wisata atau ramainya agenda wisata, melainkan oleh kesiapan negara dalam menjaga rasa aman, nyaman, dan kepastian layanan bagi warganya.
Lonjakan mobilitas membuat ritme wilayah bergerak lebih cepat dari biasanya. Bandara dan pelabuhan dipadati penumpang, jalan-jalan utama semakin sibuk, sementara kawasan wisata kembali menjadi pusat keramaian.
Di balik geliat itu, kebutuhan dasar masyarakat justru berada pada titik paling sensitif. Transportasi, keamanan, kebersihan, hingga layanan kesehatan diuji dalam waktu yang bersamaan.
Karena itu, libur panjang bukan sekadar peristiwa pariwisata musiman, melainkan ujian menyeluruh bagi tata kelola pelayanan publik dan kehadiran negara di saat paling dibutuhkan.
Listrik
Salah satu wajah paling nyata dari kehadiran negara saat libur panjang adalah listrik. Di tengah hujan, angin, dan tingginya konsumsi energi, pasokan listrik menjadi fondasi dari hampir seluruh aktivitas masyarakat.
Di NTB, kesiapsiagaan kelistrikan selama Natal dan tahun baru menunjukkan bahwa pelayanan publik tidak mengenal hari libur. Ratusan personel disiagakan, puluhan posko aktif selama 24 jam, dan sistem pemantauan real time dioperasikan untuk memastikan tidak ada gangguan berarti.
Keandalan listrik pada momen keagamaan dan libur panjang memiliki makna yang lebih luas dari sekadar teknis. Ia menjaga ruang ibadah tetap khidmat, aktivitas ekonomi tetap bergerak, dan kawasan wisata tetap hidup.
Dalam konteks pariwisata, listrik yang stabil adalah prasyarat pengalaman. Wisatawan mungkin tidak mengingat siapa yang menyiagakan sistem, tetapi akan selalu mengingat ketika listrik padam di momen krusial.
Menariknya, libur akhir tahun kali ini juga menandai penguatan arah kebijakan energi bersih. Peresmian pusat pengisian kendaraan listrik di pusat aktivitas kota menunjukkan bahwa pelayanan publik mulai membaca perubahan zaman.
Kendaraan listrik bukan lagi isu masa depan, tetapi realitas mobilitas hari ini. Kehadiran infrastruktur ini pada momen libur panjang mengirim pesan bahwa NTB tidak hanya bersiap menghadapi lonjakan hari ini, tetapi juga menata fondasi untuk pola mobilitas esok hari.
Logistik
Selain listrik, pangan adalah urat nadi ketenangan publik. Setiap libur panjang selalu membawa potensi kepanikan belanja, spekulasi harga, dan gangguan distribusi.
Di NTB, ketersediaan stok pangan yang melimpah selama Natal dan tahun baru menjadi bantalan psikis penting bagi masyarakat. Ratusan ribu ton beras tersimpan di gudang, distribusi tetap berjalan meski hari libur, dan pengawasan pasar dilakukan secara rutin.
Stabilitas pangan pada momen libur panjang tidak hanya berdampak pada rumah tangga, tetapi juga pada sektor pariwisata. Wisatawan merasakan kenyamanan ketika harga tetap wajar dan pasokan terjaga.
Pedagang kecil bisa bernapas lega karena rantai distribusi tidak terputus. Inilah bentuk pelayanan publik yang sering luput dari sorotan, tetapi dampaknya sangat terasa.
Di saat yang sama, pelayanan administrasi kependudukan yang tetap berjalan di Kota Mataram menunjukkan wajah lain dari negara yang hadir.
Keputusan untuk tidak menerapkan kerja dari rumah dan dari berbagai tempat pada akhir tahun menegaskan bahwa pelayanan dasar tidak boleh berhenti ketika masyarakat justru paling membutuhkannya.
Lonjakan pembuatan kartu identitas oleh warga usia 17 tahun selama libur sekolah menjadi contoh bagaimana libur panjang justru dimanfaatkan masyarakat untuk mengakses layanan negara.
Konsistensi layanan ini memberi pesan penting bahwa pelayanan publik bukan sekadar rutinitas birokrasi, tetapi bagian dari kepercayaan sosial. Ketika negara tetap membuka pintu di saat sebagian besar orang berlibur, rasa keadilan dan kedekatan dengan pemerintah tumbuh secara alami.
Keamanan
Libur akhir tahun di NTB juga beririsan dengan musim hujan dan potensi bencana hidrometeorologi. Kesiapsiagaan pemerintah daerah dalam menghadapi banjir, longsor, dan angin kencang menjadi faktor penentu keselamatan.
Apel siaga, pemetaan wilayah rawan, dan penguatan sarana prasarana menunjukkan bahwa risiko tidak dihadapi secara reaktif, tetapi diantisipasi.
Keamanan mobilitas juga menjadi sorotan penting. Ribuan personel gabungan dikerahkan untuk mengamankan Natal dan Tahun Baru 2026, dengan puluhan pos pengamanan dan pelayanan tersebar di titik strategis.
Pemeriksaan kelaikan kendaraan angkutan umum dilakukan secara ketat, termasuk pemeriksaan kesehatan pengemudi. Langkah ini memperlihatkan bahwa keselamatan tidak ditawar, terutama ketika intensitas perjalanan meningkat tajam.
Semua upaya ini membentuk satu kesimpulan bahwa pengalaman libur panjang tidak hanya dibangun oleh destinasi wisata, tetapi oleh ekosistem pelayanan publik yang bekerja senyap.
Wisatawan mungkin datang karena pantai, gunung, atau budaya, tetapi mereka tinggal dan kembali karena merasa aman, dilayani, dan dihargai.
Libur Natal dan Tahun Baru selalu berlalu cepat. Namun, kualitas pelayanan publik yang ditunjukkan selama periode ini meninggalkan ingatan yang panjang.
Di NTB, libur akhir tahun 2025–2026 menunjukkan bahwa negara dapat hadir secara utuh ketika koordinasi berjalan, layanan dasar dijaga, dan kepentingan publik diletakkan di depan.
Ke depan, tantangan terbesar bukan lagi soal kesiapsiagaan musiman, melainkan konsistensi sepanjang tahun. Libur panjang seharusnya menjadi laboratorium kebijakan untuk memperbaiki layanan harian.
Ketika pelayanan publik mampu menjaga kualitas di momen paling sibuk, di situlah kepercayaan publik tumbuh dan rasa cinta pada negeri ini menemukan pijakannya.
Editor :
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025