Bogor (Antaranews Megapolitan) - Sembilan pustakawan Institut Pertanian Bogor (IPB) menulis buku berjudul “Perpustakaan Perguruan Tinggi Kini dan Masa Depan (sebuah antologi pemikiran) dan Knowledge Sharing”. Buku ini mengupas pergeseran pekerjaan pustakawan dari hard skill service menjadi soft skill services. Hal tersebut terungkap dalam acara Peluncuran dan Bedah Buku yang digelar oleh Forum Pustakawan IPB di Gedung Perpustakaan Kampus IPB Dramaga, Bogor (13/11).
Dalam prolog buku tersebut, Ir. Abdurahman Saleh, M.Sc menyampaikan bahwa banyak profesi yang hilang akibat era disrupsi teknologi, termasuk profesi perpustakaan. Untuk itu fungsi pustakawan harus diperluas menjadi softskill service. Misal menjadi partner dosen dalam membuat kurikulum, merancang bahan-bahan pustaka serta penelitian bersama dosen.
“Perpustakaan hendaknya menciptakan layanan yang bersifat softskill services yang dapat membantu mahasiswa mendapatkan apa yang mereka perlukan. Layanan tersebut adalah layanan literasi informasi yaitu serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif,” tambahnya.
Selain itu, ada juga konsultasi informasi (Reader’s Adviser). Yakni pendidik professional (bisa dari pustakawan) yang bekerja membimbing mahasiswa untuk mencapai tujuan akademik. Seorang Reader Adviser dapat memberikan saran terkait dengan penulisan akademik, persiapan ujian dan manajemen waktu. Mereka juga dapat membantu meningkatkan struktur tugas tertulis, mengatur ide, mengembangkan argumen dan memahami harapan studi universitas.
Selain itu ada Scholarly Communication Service yang dapat diartikan sebagai sistem dimana hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya dibuat, dievaluasi, disebarluaskan ke komunitas ilmiah dan didokumentasikan untuk digunakan di masa depan.
“Pustakawan dapat berperan dalam Scholarly Communication ini seperti membantu ikut mengurus proses akreditasi jurnal ilmiah di departemen atau program studi, mengurus proses pendapataan jurnal ilmiah untuk diindeks scopus atau non scopus dan menyimpan dan menemukan kembali artikel-artikel setiap jurnal ilmiah di lingkungan fakultas maupun perguruan tinggi,” imbuhnya.
Fungsi pustakawan lainnya adalah Comprehensive Literature Search yakni membantu pelacakan informasi di perpustakaan. Prosesnya bisa sederhana namun bisa sangat kompleks tergantung dari jenis dan cara pertanyaan tersebut disampaikan oleh pengguna perpustakaan,” ujarnya.
Model lainnya adalah Collaborative Research Partnership. Pustakawan bisa terlibat dalam penelitian dosen yang berkaitan dengan bidang ilmu yang menjadi area layanan dari perpustakaan tersebut. Setidaknya pustakawan sangat tahu kondisi literatur yang bisa mendukung penelitian dosen.
Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis dan Kewirausahan, Prof. Erika B Laconi ketika membuka acara menyampaikan bahwa perpustakaan tetap menjadi wadah atau media berdialog. Tidak cukup melalui media online saja karena masih diperlukan diskusi interaktif.
“IPB menyambut baik peluncuran bedah buku senior dan junior pustakawan ini. Kita harus berkolaborasi membuat perpustakaan menjadi tempat yang selalu dirindukan semua orang. Kami berharap perpustakaan tetap eksis. Perlu peningkatan sumberdaya manusia karena tidak hanya online, namun juga harus interaksi tatap muka,” ujarnya.
Dalam acara ini hadir 75 pustakawan dari berbagai instansi seperti perguruan tinggi dan sekolah di seluruh Indonesia.
Kepala Perpustakaan IPB, Prof. Dr. Ir. Pudji Muljono mengatakan buku ini sangat bagus dalam membuka pemikiran, cakrawala dan wawasan pustakawan. “Saya ingin pustakawan ke depan itu yang menguasai IT yang memiliki minat tinggi terhadap kepustakaan. Selain itu, dengan IPB yang memiliki sumber kepakaran luas ke depan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat desa dengan melalui perpustakaan desa,” imbuhnya. (dh/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Dalam prolog buku tersebut, Ir. Abdurahman Saleh, M.Sc menyampaikan bahwa banyak profesi yang hilang akibat era disrupsi teknologi, termasuk profesi perpustakaan. Untuk itu fungsi pustakawan harus diperluas menjadi softskill service. Misal menjadi partner dosen dalam membuat kurikulum, merancang bahan-bahan pustaka serta penelitian bersama dosen.
“Perpustakaan hendaknya menciptakan layanan yang bersifat softskill services yang dapat membantu mahasiswa mendapatkan apa yang mereka perlukan. Layanan tersebut adalah layanan literasi informasi yaitu serangkaian kemampuan yang dibutuhkan seseorang untuk menyadari kapan informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif,” tambahnya.
Selain itu, ada juga konsultasi informasi (Reader’s Adviser). Yakni pendidik professional (bisa dari pustakawan) yang bekerja membimbing mahasiswa untuk mencapai tujuan akademik. Seorang Reader Adviser dapat memberikan saran terkait dengan penulisan akademik, persiapan ujian dan manajemen waktu. Mereka juga dapat membantu meningkatkan struktur tugas tertulis, mengatur ide, mengembangkan argumen dan memahami harapan studi universitas.
Selain itu ada Scholarly Communication Service yang dapat diartikan sebagai sistem dimana hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya dibuat, dievaluasi, disebarluaskan ke komunitas ilmiah dan didokumentasikan untuk digunakan di masa depan.
“Pustakawan dapat berperan dalam Scholarly Communication ini seperti membantu ikut mengurus proses akreditasi jurnal ilmiah di departemen atau program studi, mengurus proses pendapataan jurnal ilmiah untuk diindeks scopus atau non scopus dan menyimpan dan menemukan kembali artikel-artikel setiap jurnal ilmiah di lingkungan fakultas maupun perguruan tinggi,” imbuhnya.
Fungsi pustakawan lainnya adalah Comprehensive Literature Search yakni membantu pelacakan informasi di perpustakaan. Prosesnya bisa sederhana namun bisa sangat kompleks tergantung dari jenis dan cara pertanyaan tersebut disampaikan oleh pengguna perpustakaan,” ujarnya.
Model lainnya adalah Collaborative Research Partnership. Pustakawan bisa terlibat dalam penelitian dosen yang berkaitan dengan bidang ilmu yang menjadi area layanan dari perpustakaan tersebut. Setidaknya pustakawan sangat tahu kondisi literatur yang bisa mendukung penelitian dosen.
Wakil Rektor Bidang Inovasi, Bisnis dan Kewirausahan, Prof. Erika B Laconi ketika membuka acara menyampaikan bahwa perpustakaan tetap menjadi wadah atau media berdialog. Tidak cukup melalui media online saja karena masih diperlukan diskusi interaktif.
“IPB menyambut baik peluncuran bedah buku senior dan junior pustakawan ini. Kita harus berkolaborasi membuat perpustakaan menjadi tempat yang selalu dirindukan semua orang. Kami berharap perpustakaan tetap eksis. Perlu peningkatan sumberdaya manusia karena tidak hanya online, namun juga harus interaksi tatap muka,” ujarnya.
Dalam acara ini hadir 75 pustakawan dari berbagai instansi seperti perguruan tinggi dan sekolah di seluruh Indonesia.
Kepala Perpustakaan IPB, Prof. Dr. Ir. Pudji Muljono mengatakan buku ini sangat bagus dalam membuka pemikiran, cakrawala dan wawasan pustakawan. “Saya ingin pustakawan ke depan itu yang menguasai IT yang memiliki minat tinggi terhadap kepustakaan. Selain itu, dengan IPB yang memiliki sumber kepakaran luas ke depan dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat desa dengan melalui perpustakaan desa,” imbuhnya. (dh/Zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018