Seperti halnya daerah lain di Indonesia, Kota Bogor juga memiliki masalah ketenagakerjaan, yakni masih cukup tingginya angka pengangguran.Wali Kota Bogor Diani Budiarto sendiri, saat melakukan "briefing staff" kepada pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Kota Bogor mengakui pada tahun 2010, angka urbanisasi di "Kota Hujan" itu mencapai 8,8 persen dari jumlah penduduk yang hampir mencapai satu juta orang.
"Kondisi ini menyebabkan permasalahan, terutama soal pengangguran dan kemiskinan," katanya. Menurut dia, besarnya angka urbanisasi itu jelas menjadi kendala dalam masalah kependudukan, apalagi tidak semua pendatang adalah calon warga produktif, sehingga bisa saja malah menjadi beban bagi Pemerintahan Kota Bogor.
Hal ini disebabkan sebagian besar kaum urban adalah tenaga tidak terdidik yang biasanya menjadi buruh kasar dan memperoleh penghasilan minim atau bahkan menganggur sama sekali. Akibatnya, mereka hanya mampu tinggal di kawasan kumuh dengan segala permasalahannya.Terkait dengan masalah pengangguran, ia menyebutkan disamping urbanisasi, masih terdapat sekurangnya tiga faktor yang menyebabkan permasalahan yang terus berkepanjangan.
Pertama, adalah pasar kerja yang tidak sesuai dengan minat pencari kerja. Kedua, tersedianya lapangan kerja yang sesuai potensi, tapi tidak sesuai dengan minat pencari kerja.Sedangkan faktor ketiga, tidak terdapatnya lapangan kerja karena keterbatasan potensi pencari kerja.Meski begitu, menurut dia, urbanisasi bukannya tidak memiliki dampak positif, karena beberapa faktor dapat ikut terdorong peningkatannya lewat pergerakan penduduk ini, antara lain meningkatnya aktivitas perekonomian kota.
"Kota bertambah ramai, perdagangan semakin meningkat sehingga kehidupan di kota semakin berkembang dengan banyaknya pendatang-pendatang baru dari luar kota," katanya.Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor, Muaz HD dalam sebuah media massa lokal pernah menyatakan bahwa tingginya angka kemiskinan karena minimnya lapangan pekerjaan di Kota Bogor.Karena itu, dirinya mengharapkan Pemkot melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja danTransmigrasi (Dinsosnakertrans) lebih mengoptimalkan kerjanya untuk mengatasi hal ini.
"Sekarang ini kalau dilihat mereka (Dinsosnakertrans) hanya bisa membuat 'kartu kuning'. Padahal, banyak hal lebih penting yang bisa dilakukan," kata anggota DPRD dari Fraksi PKS itu.Suara kritis akan peran Pemkot Bogor dalam upaya menangani masalah ketenagakerjaan semacam itu, agaknya perlu disampaikan sebagai sebuah otokritik bersama para pemangku kepentingan terkait, sehingga terbuka peluang dan kesempatan untuk terus memperkecil angka pengangguran.
Upaya
Meski mengakui persoalan pengangguran adalah salah satu persoalan utama yang dihadapi, namun Pemkot Bogor menyatakan telah melakukan berbagai upaya guna menyerap angkatan kerja, yang setiap tahun diyakini terus bertambah.Sekurangnya sejak tahun 2005, Pemkot Bogor melalui (Dinsosnakertrans) telah melaksanakan program yang disebut "Bursa Kerja Expo", yang diselenggarakan hampir setiap tahun.
Pada pelaksanaan "Bursa Kerja Expo" 2010, Kepala Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinsosnakertrans Kota Bogor Torijene menyatakan bahwa panitia menargetkan sedikitnya 3.000 pencari kerja dapat mengisi lowongan kerja yang ditawarkan 40 perusahaan yang ikut dalam acara itu.
"Panitia berharap dapat menyerap 16 persen angka pengangguran di Kota Bogor," katanya dan menambahkan bahwa berdasarkan data pencari kerja yang terdaftar tahun 2010, tercatat sedikitnya 18 ribu pencari kerja di Kota Bogor.
Menurut dia, ajang bursa kerja semacam itu tidak memungut biaya, baik dari pencari kerja maupun pemberi kerja."Para pencari kerja juga mendapat informasi lowongan kerja yang cukup banyak yang efisien dan efektif, baik dari segi biaya maupun waktu. Bagi perusahaan juga dapat memperoleh tenaga kerja yang berkualitas secara cepat dan tanpa perlu mengeluarkan biaya promosi melalui media, sehingga pada akhirnya tingkat pengangguran di Kota Bogor akan berkurang," katanya.
Upaya sinergi lain yang dilakukan oleh Dinsosnakertrans, kata Torijene, yakni sejak pertengahan 2010 juga telah meluncurkan bursa kerja "online" (dalam jaringan), yakni dengan meluncurkan laman yang mengakses langsung lowongan kerja yang tersedia pada www.infokerja.depnakertrans.go.id.Melalui sistem "online", pencari kerja dapat mengakses secara langsung di laman Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di samping pencari kerja dapat mengakses perubahan data yang dimiliki di mana saja tanpa harus datang ke Dinsosnakertrans Kota Bogor serta dapat mencari informasi lowongan-lowongan yang ada di alamat dimaksud.
Kepala Seksi Pengawasan Tenaga Kerja Dinsosnakertran Kota Bogor Samson Purba menambahkan, di laman tersebut para pencari kerja juga dapat mengakses pekerjaan yang ditawarkan di luar Kota Bogor.
"Karena sifatnya 'online' se-Indonesia, maka jika ada lowongan di daerah lain pun juga bisa di akses di Bogor," katanya.Tawaran bursa kerja secara "online", kini telah dibuka, dan peluang ini lebih memudahkan para pencari kerja di Kota Bogor, dan juga daerah lain di seluruh Tanah Air untuk bisa mendapatkan informasi terbaru, sehingga akses semacam itu dapat dimanfaatkan dengan optimal.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011
"Kondisi ini menyebabkan permasalahan, terutama soal pengangguran dan kemiskinan," katanya. Menurut dia, besarnya angka urbanisasi itu jelas menjadi kendala dalam masalah kependudukan, apalagi tidak semua pendatang adalah calon warga produktif, sehingga bisa saja malah menjadi beban bagi Pemerintahan Kota Bogor.
Hal ini disebabkan sebagian besar kaum urban adalah tenaga tidak terdidik yang biasanya menjadi buruh kasar dan memperoleh penghasilan minim atau bahkan menganggur sama sekali. Akibatnya, mereka hanya mampu tinggal di kawasan kumuh dengan segala permasalahannya.Terkait dengan masalah pengangguran, ia menyebutkan disamping urbanisasi, masih terdapat sekurangnya tiga faktor yang menyebabkan permasalahan yang terus berkepanjangan.
Pertama, adalah pasar kerja yang tidak sesuai dengan minat pencari kerja. Kedua, tersedianya lapangan kerja yang sesuai potensi, tapi tidak sesuai dengan minat pencari kerja.Sedangkan faktor ketiga, tidak terdapatnya lapangan kerja karena keterbatasan potensi pencari kerja.Meski begitu, menurut dia, urbanisasi bukannya tidak memiliki dampak positif, karena beberapa faktor dapat ikut terdorong peningkatannya lewat pergerakan penduduk ini, antara lain meningkatnya aktivitas perekonomian kota.
"Kota bertambah ramai, perdagangan semakin meningkat sehingga kehidupan di kota semakin berkembang dengan banyaknya pendatang-pendatang baru dari luar kota," katanya.Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor, Muaz HD dalam sebuah media massa lokal pernah menyatakan bahwa tingginya angka kemiskinan karena minimnya lapangan pekerjaan di Kota Bogor.Karena itu, dirinya mengharapkan Pemkot melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja danTransmigrasi (Dinsosnakertrans) lebih mengoptimalkan kerjanya untuk mengatasi hal ini.
"Sekarang ini kalau dilihat mereka (Dinsosnakertrans) hanya bisa membuat 'kartu kuning'. Padahal, banyak hal lebih penting yang bisa dilakukan," kata anggota DPRD dari Fraksi PKS itu.Suara kritis akan peran Pemkot Bogor dalam upaya menangani masalah ketenagakerjaan semacam itu, agaknya perlu disampaikan sebagai sebuah otokritik bersama para pemangku kepentingan terkait, sehingga terbuka peluang dan kesempatan untuk terus memperkecil angka pengangguran.
Upaya
Meski mengakui persoalan pengangguran adalah salah satu persoalan utama yang dihadapi, namun Pemkot Bogor menyatakan telah melakukan berbagai upaya guna menyerap angkatan kerja, yang setiap tahun diyakini terus bertambah.Sekurangnya sejak tahun 2005, Pemkot Bogor melalui (Dinsosnakertrans) telah melaksanakan program yang disebut "Bursa Kerja Expo", yang diselenggarakan hampir setiap tahun.
Pada pelaksanaan "Bursa Kerja Expo" 2010, Kepala Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinsosnakertrans Kota Bogor Torijene menyatakan bahwa panitia menargetkan sedikitnya 3.000 pencari kerja dapat mengisi lowongan kerja yang ditawarkan 40 perusahaan yang ikut dalam acara itu.
"Panitia berharap dapat menyerap 16 persen angka pengangguran di Kota Bogor," katanya dan menambahkan bahwa berdasarkan data pencari kerja yang terdaftar tahun 2010, tercatat sedikitnya 18 ribu pencari kerja di Kota Bogor.
Menurut dia, ajang bursa kerja semacam itu tidak memungut biaya, baik dari pencari kerja maupun pemberi kerja."Para pencari kerja juga mendapat informasi lowongan kerja yang cukup banyak yang efisien dan efektif, baik dari segi biaya maupun waktu. Bagi perusahaan juga dapat memperoleh tenaga kerja yang berkualitas secara cepat dan tanpa perlu mengeluarkan biaya promosi melalui media, sehingga pada akhirnya tingkat pengangguran di Kota Bogor akan berkurang," katanya.
Upaya sinergi lain yang dilakukan oleh Dinsosnakertrans, kata Torijene, yakni sejak pertengahan 2010 juga telah meluncurkan bursa kerja "online" (dalam jaringan), yakni dengan meluncurkan laman yang mengakses langsung lowongan kerja yang tersedia pada www.infokerja.depnakertrans.go.id.Melalui sistem "online", pencari kerja dapat mengakses secara langsung di laman Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, di samping pencari kerja dapat mengakses perubahan data yang dimiliki di mana saja tanpa harus datang ke Dinsosnakertrans Kota Bogor serta dapat mencari informasi lowongan-lowongan yang ada di alamat dimaksud.
Kepala Seksi Pengawasan Tenaga Kerja Dinsosnakertran Kota Bogor Samson Purba menambahkan, di laman tersebut para pencari kerja juga dapat mengakses pekerjaan yang ditawarkan di luar Kota Bogor.
"Karena sifatnya 'online' se-Indonesia, maka jika ada lowongan di daerah lain pun juga bisa di akses di Bogor," katanya.Tawaran bursa kerja secara "online", kini telah dibuka, dan peluang ini lebih memudahkan para pencari kerja di Kota Bogor, dan juga daerah lain di seluruh Tanah Air untuk bisa mendapatkan informasi terbaru, sehingga akses semacam itu dapat dimanfaatkan dengan optimal.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2011