Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Menteri Agama (Menag) RI, Lukman Hakim Saifuddin memandang perlu memperkuat wawasan kebangsaan di kalangan para guru agama yang merupakan salah satu kunci dalam mempertahankan keutuhan bangsa yang heterogen.
"Guru adalah sarana utama yang menyampaikan pesan moderasi keberagamaan kepada generasi mendatang," katanya saat pembekalan kepada guru madrasah dari seluruh Indonesia di Hotel Grand Amarossa Bekasi, Sabtu malam.
Dalam acara yang bertajuk "Penguatan Pendidikan Karakter, Deradikalisasi, Wawasan Kebangsaan, dan Moderasi Islam bagi guru dan tenaga kependidikan" itu, dihadiri ratusan perwakilan guru madrasah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Kegiatan itu dilaksanakan oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama RI dalam?rangka meredam pengaruh radikalisasi yang merasuki generasi muda saat ini.
Menag tampil sebagai keynote speaker dalam dialog dengan sekitar 200 guru madrasah ini.
Dia meminta agar para guru madrasah menanamkan ajaran Islam ramah yang rahmatan lilalamin dalam setiap mata pelajaran yang disampaikan kepada pelajar.
Begitu pula agar pelajaran di madrasah jangan berhenti pada aspek syariat saja.
"Syariat itu penting dan tidak bisa ditinggalkan. Tetapi mohon jangan berhenti di situ," katanya.
Beragama Islam itu, lanjut Menag, adalah menjalani syariat untuk mencapai hakekat.
Bila langkah menuju hakekat beragama telah ditempuh, niscaya akan muncul moderasi keberagamaan sehingga tidak ada radikalisme dan ekstrimisme di Indonesia.
"Proses deradikalilasi itu pada dasarnya mengembalikan pemahaman dan pengamalan keagamaan menuju titik tengah atau moderat. Inilah hakekat agama," ujarnya.
Menag menambahkan, Islam hadir untuk kemaslahatan sosial, sehingga ibadah personal harus berdampak pada aspek sosial yang "rahmatan lilalamin".
"Faktanya saat ini banyak orang yang alim secara keilmuan, tetapi tidak mempunyai kesolehan sosial. Banyak orang yang rajin shalat tetapi juga rajin korupsi, manipulasi, merendahkan sesama, bahkan melakukan kekerasan terhadap kelompok lain. Ada pula orang yang berkali-kali berhaji tetapi tidak tercermin kemabruran dalam dirinya," ujarnya.
Menag juga mengingatkan agar para guru mengajar dengan rasa cinta karena eksistensi guru itulah yang menjadi kekuatan transformasi keilmuan dan karakter.
"Sehebat apapun kualitas materi, jauh lebih penting cara menyampaikannya. Tetapi keberadaan guru jauh lebih penting daripada metodologi karena guru adalah pengguna metodologi," katanya.
Namun yang terpenting, menurut dia, adalah jiwa pendidik, karena itulah yang lebih berarti daripada eksistensi guru itu sendiri.
"Maka para guru harus menjadi pionir dalam menangkap esensi keislaman dan menyebarkan melalui profesinya," tandas Menag.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Guru adalah sarana utama yang menyampaikan pesan moderasi keberagamaan kepada generasi mendatang," katanya saat pembekalan kepada guru madrasah dari seluruh Indonesia di Hotel Grand Amarossa Bekasi, Sabtu malam.
Dalam acara yang bertajuk "Penguatan Pendidikan Karakter, Deradikalisasi, Wawasan Kebangsaan, dan Moderasi Islam bagi guru dan tenaga kependidikan" itu, dihadiri ratusan perwakilan guru madrasah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Kegiatan itu dilaksanakan oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Agama RI dalam?rangka meredam pengaruh radikalisasi yang merasuki generasi muda saat ini.
Menag tampil sebagai keynote speaker dalam dialog dengan sekitar 200 guru madrasah ini.
Dia meminta agar para guru madrasah menanamkan ajaran Islam ramah yang rahmatan lilalamin dalam setiap mata pelajaran yang disampaikan kepada pelajar.
Begitu pula agar pelajaran di madrasah jangan berhenti pada aspek syariat saja.
"Syariat itu penting dan tidak bisa ditinggalkan. Tetapi mohon jangan berhenti di situ," katanya.
Beragama Islam itu, lanjut Menag, adalah menjalani syariat untuk mencapai hakekat.
Bila langkah menuju hakekat beragama telah ditempuh, niscaya akan muncul moderasi keberagamaan sehingga tidak ada radikalisme dan ekstrimisme di Indonesia.
"Proses deradikalilasi itu pada dasarnya mengembalikan pemahaman dan pengamalan keagamaan menuju titik tengah atau moderat. Inilah hakekat agama," ujarnya.
Menag menambahkan, Islam hadir untuk kemaslahatan sosial, sehingga ibadah personal harus berdampak pada aspek sosial yang "rahmatan lilalamin".
"Faktanya saat ini banyak orang yang alim secara keilmuan, tetapi tidak mempunyai kesolehan sosial. Banyak orang yang rajin shalat tetapi juga rajin korupsi, manipulasi, merendahkan sesama, bahkan melakukan kekerasan terhadap kelompok lain. Ada pula orang yang berkali-kali berhaji tetapi tidak tercermin kemabruran dalam dirinya," ujarnya.
Menag juga mengingatkan agar para guru mengajar dengan rasa cinta karena eksistensi guru itulah yang menjadi kekuatan transformasi keilmuan dan karakter.
"Sehebat apapun kualitas materi, jauh lebih penting cara menyampaikannya. Tetapi keberadaan guru jauh lebih penting daripada metodologi karena guru adalah pengguna metodologi," katanya.
Namun yang terpenting, menurut dia, adalah jiwa pendidik, karena itulah yang lebih berarti daripada eksistensi guru itu sendiri.
"Maka para guru harus menjadi pionir dalam menangkap esensi keislaman dan menyebarkan melalui profesinya," tandas Menag.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018