Bandarlampung (Antaranews Megapolitan) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyarankan agar biaya dalam pengurusan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan milik negara (BUMN) dibebaskan, agar tidak menjadi beban dan BUMN juga tidak memiliki batasan untuk melakukan akselarasi kegiatannya.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Herman Khaeron, saat melakukan kunjungan ke PTPN VII, di Bandarlampung, Provinsi Lampung, Jumat (2/11/2018).
Menurutnya, selama ini biaya pengurusan perpanjangan HGU cukup besar dan sangat membebani BUMN.
Pada akhirnya banyak BUMN yang menunda pengurusan. "BUMN lebih memilih untuk pengembangan usahanya, dibandingankan perpanjangan HGU," katanya.
Doktor Ilmu Pertanian Unpad itu mengungkapkan, kedatangannya ke PTPN VII adalah untuk mengetahui secara pasti kondisi lapangan perusahaan BUMN ini.
Ia mengatakan pula bahwa banyak masalah yang terjadi di BUMN Perkebunan yang menjadi perhatian Komisi II, karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.
"Kita paham PT Perkebunan Nusantara ini, termasuk PTPN VII adalah perusahaan agro yang padat karya dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Maka, tak heran masalah yang muncul dan sampai ke Komisi II DPR RI. Mulai dari upah, tenaga kerja, dan yang cukup banyak dan
urusannya pelik adalah sengketa tanah,” kata politisi Partai Demokrat ini lagi.
Ia menjelaskan lagi, nasib PTPN VII masih lebih baik dibanding beberapa PTPN dalam holding. Meskipun sedang terlilit kredit investasi, PTPN VII masih sanggup untuk membayar dan menunjukkan grafik membaik.
"Kunjungan kerja kami memang untuk mencari tahu secara pasti, apakah BUMN Perkebunan dalam menghadapi permalasahan baik dari segi keuangan maupun permasalahan tanah memiliki strategi untuk menyelesaikanya.
PTPN VII menjadi salah satu yang menjadi perhatian, tetapi saya melihat grafiknya sudah membaik. Kami mendorong agar lebih baik lagi, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata dia.
Mengelola lahan 132 ribu hektare di tiga provinsi
Dalam paparannya, Direktur Operasional PTPN VII, Ahmad Husairi menjelaskan tentang kondisi aktual perusahaan.
Ia mengatakan, dengan mengelola lahan sekitar 132 ribu hektare (Ha) di tiga provinsi (Lampung, Sumatera Selatan, dan
Bengkulu), saat ini kondisi perusahaan sedang menghadapi masalah cash flow financial.
"Kami sampaikan, bahwa perusahaan sedang dalam proses pemulihan setelah beberapa tahun terakhir masalah cash flow financial. Investasi besar pada masa lalu tidak tumbuh seperti yang diproyeksikan. Ini adalah risiko bisnis agro industry yang bergantung dengan cuaca, keadaan alam, dan harga global,” kata dia. (RLs/Humas PTPN VII/ANT/BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Komisi II DPR RI, Herman Khaeron, saat melakukan kunjungan ke PTPN VII, di Bandarlampung, Provinsi Lampung, Jumat (2/11/2018).
Menurutnya, selama ini biaya pengurusan perpanjangan HGU cukup besar dan sangat membebani BUMN.
Pada akhirnya banyak BUMN yang menunda pengurusan. "BUMN lebih memilih untuk pengembangan usahanya, dibandingankan perpanjangan HGU," katanya.
Doktor Ilmu Pertanian Unpad itu mengungkapkan, kedatangannya ke PTPN VII adalah untuk mengetahui secara pasti kondisi lapangan perusahaan BUMN ini.
Ia mengatakan pula bahwa banyak masalah yang terjadi di BUMN Perkebunan yang menjadi perhatian Komisi II, karena langsung bersentuhan dengan masyarakat.
"Kita paham PT Perkebunan Nusantara ini, termasuk PTPN VII adalah perusahaan agro yang padat karya dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Maka, tak heran masalah yang muncul dan sampai ke Komisi II DPR RI. Mulai dari upah, tenaga kerja, dan yang cukup banyak dan
urusannya pelik adalah sengketa tanah,” kata politisi Partai Demokrat ini lagi.
Ia menjelaskan lagi, nasib PTPN VII masih lebih baik dibanding beberapa PTPN dalam holding. Meskipun sedang terlilit kredit investasi, PTPN VII masih sanggup untuk membayar dan menunjukkan grafik membaik.
"Kunjungan kerja kami memang untuk mencari tahu secara pasti, apakah BUMN Perkebunan dalam menghadapi permalasahan baik dari segi keuangan maupun permasalahan tanah memiliki strategi untuk menyelesaikanya.
PTPN VII menjadi salah satu yang menjadi perhatian, tetapi saya melihat grafiknya sudah membaik. Kami mendorong agar lebih baik lagi, karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata dia.
Mengelola lahan 132 ribu hektare di tiga provinsi
Dalam paparannya, Direktur Operasional PTPN VII, Ahmad Husairi menjelaskan tentang kondisi aktual perusahaan.
Ia mengatakan, dengan mengelola lahan sekitar 132 ribu hektare (Ha) di tiga provinsi (Lampung, Sumatera Selatan, dan
Bengkulu), saat ini kondisi perusahaan sedang menghadapi masalah cash flow financial.
"Kami sampaikan, bahwa perusahaan sedang dalam proses pemulihan setelah beberapa tahun terakhir masalah cash flow financial. Investasi besar pada masa lalu tidak tumbuh seperti yang diproyeksikan. Ini adalah risiko bisnis agro industry yang bergantung dengan cuaca, keadaan alam, dan harga global,” kata dia. (RLs/Humas PTPN VII/ANT/BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018