Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kerajinan kulit domba yang diproduksi Usaha Kecil Menengah (UKM) MT Farm Desa Tegalwaru, Kabupaten Bogor, Jawa Barat berhasil menembus pasar Australia.
    
"Kami baru memasarkan ke Australia, ada permintaan dari sana," kata Pemilik MT Farm Budi Susilo Setiawan, di Bogor, Rabu.
     
MT Farm bergerak dibidang peternakan yang melayani penjualan hewan kurban di Idul Adha dan aqiqah. Kini mengembangkan usahanya dengan merambah bidang fashion atau kerajinan dari kulit domba disebut juga Rumah Kulit.
     
Produk yang dihasilkan berupa jacket kulit domba kualitas premium, tas, gantungan kartu nama, serta masih banyak lagi dengan merk dagang Farmer.
     
Budi menjelaskan, usaha peternakan terintegrasi miliknya sudah berdiri sejak tahun 2004, khusus untuk rumah kulit baru digarap selama dua tahun terakhir.
    
Ide membuat produk dari kulit domba muncul karena selama ini Desa Tegalwaru terkenal sebagai desa UKM yang hampir 60 persen penduduknya bekerja sebagai pengrajin tas.
    
"Hanya saja tas yang diproduksi oleh pengrajin di sini berbahan kulit sintetis," kata alumni Fakultas Peternakan IPB ini.
    
Belajar dari pengalaman di lapangan, Budi merancang usaha Rumah Kulit yang bahan kulitnya berasal dari hasil pemotongan domba di peternakannya. Biasanya kulit dijual ke pembeli seharga Rp35 ribu per lembar dalam bentu kulit mentah tanpa diolah.
    
Kini kulit tersebut tidak dipasarkan oleh Budi, tetapi diolah kembali dengan modal Rp35 ribu ke pengrajin kulit di Garut untuk diwarnai. Kulit yang sudah diolah dan diwarnai laku dijual dengan harga Rp150 ribu per lembar.
    
"Kalau saya jual kulit mentah hanya dapat Rp35 ribu, saya modalin Rp35 ribu lagi untuk diwarnai, kulit bisa dijual seharga Rp150 ribu," katanya.
     
Ia mengatakan, berdasarkan kualitas kulit premium yang paling bagus urutannya adalah kulit domba, lalu kulit kambing dan baru kulit sapi.
    
Satu lembar kulit bisa dibuat satu jenis tas. Dengan modal Rp200 ribu, kulit yang dibuat jadi tas bisa dijual dengan harga Rp600 ribu.
    
"Di sini saya jual Rp600 ribu, kalau masuk super market bisa Rp1,5 juta harganya," kata Budi.
    
Bahkan untuk jacket yang diproduksinya harga jualnya bisa mencapai Rp2,5 juta. Karena memakai kulit kualitas premium dengan menggunakan bahan dalaman yang juga kualitas nomor satu.
    
"Harga ditentukan dari ketebalan kulit yang digunakan, ada harga ada rupa," katanya.
     
Budi berkomitmen untuk terus mengembangkan usahanya, tidak hanya untuk di pasar lokal, tetapi juga pasar internasional.

Wilayah Tegalwaru sudah dikenal sebagai sentra UKM dengan 20 jenis UKM salah satunya sentra produksi tas. Berbagai merk ternama seperti Prada, Louis Vitong, Sophie Martin, memproduksi tasnya di wilayah tersebut.
    
Menurut Budi, masyarakat Tegalwaru hanya berfikir memproduksi, tidak berupaya untuk membangun branding (merk dagang sendiri). Kehadiran Rumah Kulit Farmer dapat memotivasi warga sekitar untuk membangun brand atau merk dagang sendiri, tidak hanya sekedar memproduksi.
    
"Keberhasilan kami memasarkan ke Australia bukti kalau produk kita itu diminati, tinggal bagaimana membangun masyarakat untuk mau memproduksi dan memasarkan sendiri produknya," kata Budi.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018