Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Kementerian Sosial mencatat sebanyak 80 orang dari total 550 eks narapidana kasus terorisme di wilayah hukum Indonesia telah diberdayakan melalui pembinaan kemandirian di tengah masyarakat.
"Pemerintah telah mengalokasikan dana awal untuk usaha `start up` bagi para eks napi teroris itu masing-masing Rp5 juta untuk memulai usaha mereka di tengah masyarakat," kata Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita usai membuka Rapat Koordinasi Nasional bertajuk "Sinkronisasi dan Perpaduan Program Rehabilitasi Sosial Bagi Eks Narapidana Teroris" di Hotel Santika Harapan Indah Kota Bekasi, Kamis.
Menurut Agus, Kementerian Sosial telah merehabilitasi 80 orang eks napi teroris serta difasilitasi usaha yang mampu mengangkat taraf hidup dan kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan baik.
Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, masalah yang dihadapi Bekas Warga Binaan Pemasyarakatan (BWBP) kasus terorisme tidak selesai setelah keluar dari masa hukuman sebab di tengah-tengah masyarakat masih melekat cap buruk (stigma) dan diskriminasi terhadap mereka.?
"Ini akan menimbulkan persoalan baru, yaitu masalah sosial dan ekonomi," katanya.
Stigma menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan, dijauhi dan tidak dipercaya masyarakat bahkan tidak sedikit yang dimusuhi dan diusir warga sekitar.
Salah satu sasaran dari 27 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)? Program Kementerian Sosial adalah BWBP dimana salah satu kasus BWBP tersebut adalah kasus terorisme.
Hal ini, sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
"Oleh karena itu sesuai Instruksi Presiden kepada Menteri Sosial pada tahun 2016, Kementerian Sosial telah berkomitmen ikut mengambil peran dalam penanganan BWBP kasus terorisme bidang Rehabilitasi Sosial," kata Mensos.
Untuk melaksanakan itu, Mensos meminta Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang yang melaksanakan tugas dan fungsi program rehabilitasi sosial bagi eks napiter, agar terus melakukan inovasi melalui pengembangan berbagai kreatifitas program, hingga pelaksanaan.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menambahkan, sejak 2016, Kementerian Sosial atas Perintah Presiden telah menyusun rencana aksi program rehabilitasi sosial bagi bagi eks narapidana teroris, dan telah berhasil melaksanakan Rehabilitasi Sosial bagi 80 orang eks narapidanna teroris.
Mereka terdiri atas 16 orang di DKI, 21 orang di Jawa Barat, delapan orang di Lamongan, Jawa Timur dan 35 orang di Poso Sulawesi Tengah.
"Alhamdulillah mereka saat ini sudah mengembangkan usaha kemandirian demi terwujudnya kesejahteraan keluarga mereka dan hidup rukun di tengah-tengah lingkungan tempat tinggalnya,'' kata Edi.
Dengan demikian, setelah dikurangi 80 orang yang sudah menjalani rehabilitasi kini masih terdapat sebanyak 470 orang yang membutuhkan rehabilitasi sosial.
"Kami targetkan, mereka bisa ditangani sampai tahun 2020,'' katanya.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi? sosial para eks napi teroris sehingga setelah keluar dari Lembaga atau Balai Pemasyarakatan mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya secara baik dan wajar di tengah keluarga dan masyarakat.
"Mereka juga diharapkan bisa meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan ekonomi, melalui pengembangan usaha kemandirian sehingga mereka dapat hidup sejahtera bersama keluarganya," katanya.
Para eks napi teroris ini juga diminta menyukseskan program deradikalisasi bagi eks narapidana teroris maupun keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya melalui pendekatan pekerjaan sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Pemerintah telah mengalokasikan dana awal untuk usaha `start up` bagi para eks napi teroris itu masing-masing Rp5 juta untuk memulai usaha mereka di tengah masyarakat," kata Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita usai membuka Rapat Koordinasi Nasional bertajuk "Sinkronisasi dan Perpaduan Program Rehabilitasi Sosial Bagi Eks Narapidana Teroris" di Hotel Santika Harapan Indah Kota Bekasi, Kamis.
Menurut Agus, Kementerian Sosial telah merehabilitasi 80 orang eks napi teroris serta difasilitasi usaha yang mampu mengangkat taraf hidup dan kembali ke tengah-tengah masyarakat dengan baik.
Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, masalah yang dihadapi Bekas Warga Binaan Pemasyarakatan (BWBP) kasus terorisme tidak selesai setelah keluar dari masa hukuman sebab di tengah-tengah masyarakat masih melekat cap buruk (stigma) dan diskriminasi terhadap mereka.?
"Ini akan menimbulkan persoalan baru, yaitu masalah sosial dan ekonomi," katanya.
Stigma menyebabkan mereka sulit mendapatkan pekerjaan, dijauhi dan tidak dipercaya masyarakat bahkan tidak sedikit yang dimusuhi dan diusir warga sekitar.
Salah satu sasaran dari 27 jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)? Program Kementerian Sosial adalah BWBP dimana salah satu kasus BWBP tersebut adalah kasus terorisme.
Hal ini, sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial dan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
"Oleh karena itu sesuai Instruksi Presiden kepada Menteri Sosial pada tahun 2016, Kementerian Sosial telah berkomitmen ikut mengambil peran dalam penanganan BWBP kasus terorisme bidang Rehabilitasi Sosial," kata Mensos.
Untuk melaksanakan itu, Mensos meminta Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang yang melaksanakan tugas dan fungsi program rehabilitasi sosial bagi eks napiter, agar terus melakukan inovasi melalui pengembangan berbagai kreatifitas program, hingga pelaksanaan.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menambahkan, sejak 2016, Kementerian Sosial atas Perintah Presiden telah menyusun rencana aksi program rehabilitasi sosial bagi bagi eks narapidana teroris, dan telah berhasil melaksanakan Rehabilitasi Sosial bagi 80 orang eks narapidanna teroris.
Mereka terdiri atas 16 orang di DKI, 21 orang di Jawa Barat, delapan orang di Lamongan, Jawa Timur dan 35 orang di Poso Sulawesi Tengah.
"Alhamdulillah mereka saat ini sudah mengembangkan usaha kemandirian demi terwujudnya kesejahteraan keluarga mereka dan hidup rukun di tengah-tengah lingkungan tempat tinggalnya,'' kata Edi.
Dengan demikian, setelah dikurangi 80 orang yang sudah menjalani rehabilitasi kini masih terdapat sebanyak 470 orang yang membutuhkan rehabilitasi sosial.
"Kami targetkan, mereka bisa ditangani sampai tahun 2020,'' katanya.
Kegiatan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi? sosial para eks napi teroris sehingga setelah keluar dari Lembaga atau Balai Pemasyarakatan mereka dapat menjalankan fungsi sosialnya secara baik dan wajar di tengah keluarga dan masyarakat.
"Mereka juga diharapkan bisa meningkatkan ketahanan sosial dan ketahanan ekonomi, melalui pengembangan usaha kemandirian sehingga mereka dapat hidup sejahtera bersama keluarganya," katanya.
Para eks napi teroris ini juga diminta menyukseskan program deradikalisasi bagi eks narapidana teroris maupun keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya melalui pendekatan pekerjaan sosial.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018