Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Dewan Pembina Koalisi Persampahan Nasional, Benny Tunggul, mengungkap volume sampah DKI Jakarta yang kini dibuang di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang mencapai 300 juta meter kubik.

"Setiap harinya rata-rata volume sampah yang dibuang mencapai Rp7.000 ton. Selama 30 tahun lebih beroperasional, TPST Bantargebang saat ini menyimpan volume sampah sebanyak 300 juta meter kubik," katanya di Bekasi, Rabu.

Menurut Benny, DKI tidak bisa melepas tanggung jawabnya terhadap sampah di Bantargebang, sebab bisa melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah.

"Dalam salah satu poin aturan itu menyebutkan, DKI selaku pihak pengelola sampah wajib mengembalikan fungsi lingkungan seperti sedia kala sebelum meninggalkan TPST Bantargebang, artinya 300 juta meter kubik sampah di Bantargebang harus dilenyapkan dulu," katanya.

Menurut dia, sampah warga DKI Jakarta itu saat ini tertimbun di atas lahan seluas 110,5 hektare yang berada di tiga kelurahan, yakni Cikiwul, Sumurbatu dan Ciketingudik Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.

Hal itu diungkapkan Benny menyikapi proyek pembangunan ?Intermediate Treatment Facility (ITF) atau fasilitas pengolahan sampah di enam lokasi di Jakarta.

Disebutkan, ITF Sunter akan menjadi fasilitas pengubah sampah menjadi energi yang pertama dan terbesar di Jakarta dengan standar yang sangat tinggi, dan diproyeksikan bisa menekan 25 persen volume sampah di Jakarta.

Operasional ITF Sunter, merupakan satu dari enam lokasi di Jakarta yang kini tengah disasar sebagai tempat pembuangan sampah bagi warga Jakarta dengan harapan volume sampah yang sampai ke TPST Bantargebang bisa ditekan seminim mungkin.

Selain di Sunter, ITF juga rencananya akan dibangun di tiga lokasi lainnya, yakni di Marunda Jakarta Utara, Kosambi Jakarta Barat, dan di kawasan Jakarta Timur.

"Kalau ada opini DKI ingin lepas Bantargebang, akan menyalahi undang-undang karena bisa dilakukan gugatan secara hukum," katanya.

Menurut Benny, upaya DKI untuk menghilangkan 300 juta meter kubik sampah di Bantargebang bukan hal yang sepele dilakukan.

Alasannya, karakteristik sampah Indonesia berbeda dengan negara maju, karena sampah bercampur antara sampah organik dan nonorganik,

"Faktanya, sampah di TPST Bantargebang sem[pat ditawarkan ke salah satu pabrik pengolahan semen, tapi tidak bisa dijual karena sudah bercampur (organik dan nonorganik)," katanya.

Benny menyarankan, hal yang paling memungkinkan untuk menghilangkan sampah di TPST Bantargebang dapat ditempuh melalui industrialisasi sampah.

"Prinsipnya, sampah di TPST bisa menjadi bahan tambang untuk batu bara dengan melibatkan peran warga sekitar untuk menambang kandungan gas metan yang yang ada di tumpukan sampah menjadi bahan baku batu bara," katanya.

Pihaknya tidak menyarankan dilakukannya mekanisme pembakaran sampah melalui mesin insinerator, karena masih mengalami resistensi terhadap lingkungan.

"Kalau dibakar dampaknya bisa tidak baik untuk lingkungan dan masih ada sebagian kalangan pemerhati lingkungan yang tidak merekomendasikan pemanfaatan insinerator sampah," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018