Cikarang, Bekasi (ANTARAnews Megapolitan) - Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 mengenai Reforma Agraria mulai disosialisasikan secara luas karena dinilai dapat memberikan keuntungan bagi para petani yang selama ini hanya menjadi penggarap.

"Hanya saja penerapan reforma agraria bakal memberi tantangan tersendiri soalnya perlu komitmen kuat dari berbagai instansi, terutama peran pemerintah daerah," kata Guru Besar IPB Budi Mulyanto saat menjadi pembicara dalam sosialisasi Reforma Agraria yang digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Cikarang belum lama ini.

Budi mengatakan reforma agraria merupakan upaya pemerintah pusat meningkatkan perekonomian masyarakat dalam hal pemanfaatan lahan dimana petani penggarap nantinya dapat memiliki lahan yang digarapnya secara sah di mata hukum.

"Namun untuk mencapai hal tersebut perlu peran pemerintah daerah, dalam hal ini mendampingi masyarakat mengurus berbagai persyaratannya serta setelah memperoleh tanah lalu apa, ya itu pemberdayaan masyarakat," katanya.

Seperti diketahui, Perpres Reforma Agraria resmi diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 24 September lalu, bertepatan dengan Hari Agraria serta Hari Tani Nasional. Salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan penataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, hingga memaksimalkan pemanfaatan tanah.

Budi menjelaskan, ada dua langkah utama yang diatur dalam Perpres tersebut yakni penataan aset sekaligus akses. Penataan aset yakni menginventarisasi tanah terlantar untuk kemudian didistribusikan pada masyarakat.

"Ada tanah tidak bisa dimanfaatkan oleh perusahaan atau yang lainnya, kemudian dibagi ke masyarakat, itu penataan aset," katanya.

Dia menambahkan, tidak semua masyarakat dapat menjadi penerima tanah. Ada beberapa subjek yang dapat menerima tanah, di antaranya petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 hektare atau lebih kecil dan atau petani yang menyewa tanah yang luasnya tidak lebih dari dua hektare.

Kemudian, petani penggarap yang mengerjakan atau mengusahakan sendiri tanah yang bukan miliknya, buruh tanah, guru honorer yang belum berstatus sebagai PNS hingga PNS dengan golongan paling tinggi III/A dan anggota TNI/Polri berpangkat paling tinggi letnan dua atau inspektur dua.

Budi menegaskan, penerapan reforma agraria ini tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja melainkan kerja sama lintas organisasi.

"Ini yang dinamakan penataan akses, dimana setelah masyarakat menerima lahan seharusnya mesti seperti apa, tentu saja pemberdayaan. Pemberdayaan ini harus dilakukan oleh semua stakeholder dan OPD terkait, bergotong royong, guyub membangun ekonomi masyarakat. Setelah itu, harapannya kesejahteraan meningkat," katanya.

Kepala Kantor BPN Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Deni Santo mengatakan, reforma agraria sebenarnya bukan hal baru. Pengkajian konsepnya pun telah dibahas sejak lama namun komitmen bersamanya yang harus diperkuat.

"Pengalaman reforma ini sudah pernah dilakukan oleh kita Indonesia setelah merdeka tahun 1960, kemudian pada saat orde baru dilakukan, contohnya transmigrasi. Berusaha mendistribusikan tanah kepada para petani harapannya agar sejahtera," katanya.
Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Deni Santo, ST.,M.Sc.

Di Kabupaten Bekasi sendiri, sebenarnya sulit menemukan tanah terlantar yang tidak digunakan. Hampir seluruh tanah dimanfaatkan karena memang nilai investasinya tinggi. Namun reforma agraria ini tidak sebatas pada tanah terlantar, melainkan masyarakat yang telah menerima sertifikat melalui program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

"Di Kabupaten Bekasi sedikit sekali tanah terlantar, paling ada satu di Cibitung tapi bisa dimanfaatkan melalui program PTSL. Dalam dua tahun ini sudah ada 56.000 bidang tanah yang telah PTSL, maka ini dapat diimplementasikan," katanya.

Deni mengaku, reforma agraria di Kabupaten Bekasi sudah ditindaklanjuti BPN dengan membuat nota kesepahaman dengan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang ditandatangani Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Selanjutnya, akan dilakukan pertemuan lanjutan untuk merencanakan proses implementasi, inventarisasi, distribusi, hingga pemberdayaan masyarakat atas tanahnya.

"Peran pemerintah daerah sangat penting karena leading sectornya sebenarnya mereka. Tapi di Kabupaten Bekasi sudah ada langkah awal, selanjutnya berkoordinasi lebih lanjut secara teknis dengan OPD. Ada tujuh OPD yang terlibat, mulai dari Dinas PUPR, Bappeda, hingga Dinas Pertanian," katanya. (Adv).

Pewarta: Mayolus Fajar D dan Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018