Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani akan mengembalikan lagi uang ke KPK terkait penyidikan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.

"Besok pagi saya kembalikan juga apa yang saya terima dari Pak Kotjo (Johannes Budisutrisno Kotjo), seperti yang kalian (wartawan) tahu, ada sebagian yang digunakan untuk munaslub Golkar," kata Eni seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Eni adalah tersangka dalam perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji kepada anggota DPR terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 (PLTU Mulut Tambang Riau 1) berkekuatan 2 x 300 megawatt di Provinsi Riau, ia diduga menerima Rp4,8 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo.

Eni sebelumnya sudah mengembalikan uang Rp500 juta pada 30 Agustus 2018. Eni juga beberapa kali mengatakan penerimaan uang itu terkait dengan dana musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar sebesar Rp2 miliar.

Politikus Golkar itu juga mengakui ada pertemuan antara dirinya dengan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir, Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Supangkat Iwan Santoso dan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati saat masih menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN pada 2016 lalu.

"Seperti yang sudah saya jelaskan di penyidik, bahwa ada pertemuan dengan Pak Sofyan, Bu Nicke, Pak Iwan dan seterusnya, saat itu ada pembahasan khusus soal apa yang dibicarakan. Itu sudah saya sampaikan semua kepada (penyidik) yang di atas," tambah Eni.

Ia mengaku diperintah Partai Golkar untuk mengawal pengadaan tersebut sejak 2016.

"Saya sudah berjanji kepada penyidik bahwa saya akan kooperatif, sejak awal saya ditugaskan partai untuk mengawal itu dari tahun 2016 kalau tidak salah, sampai saya masuk ke sini. Cerita itu panjang betul, satu-satu saya ingat yang saya lakukan, apa yang sudah saya rasakan, saya ingat-ingat dan itu saya ceritakan kepada penyidik," kata Eni.

KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini yaitu Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham sebagai tersangka penerima suap atau janji serta pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap.

KPK dalam perkara ini menduga Idrus Marham mendapat bagian yang sama besar dari Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih sebesar 1,5 juta dolar AS yang dijanjikan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johanes Budisutrisno Kotjo bila purchase power agreement proyek PLTU Riau 1 berhasil dilaksanakan Johannes Kotjo dan kawan-kawan.

Idrus diduga mengetahui dan memiliki andil terkait penerimaan uang dari Eni dari Johanes yaitu pada November-Desember 2017 Eni menerima Rp4 miliar sedangkan pada Maret dan Juni 2018 Eni menerima Rp2,25 miliar.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK sudah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait kasus itu yaitu uang Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.

Diduga, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari "commitment fee" sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Sebelumnya Eni sudah menerima dari Johannes sebesar Rp4,8 miliar yaitu pada Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar dan 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta yang diberikan melalui staf dan keluarga. Tujuan pemberian uang adalah agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.   

Proyek PLTU Riau-1 merupakan bagian dari proyek pembangkit listrik 35.000 MW secara keseluruhan. PLTU Riau-1 masih pada tahap "letter of intent" (LOI) atau nota kesepakatan. Kemajuan program tersebut telah mencapai 32.000 MW dalam bentuk kontrak jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA).

PLTU tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 2 x 300 MW dengan nilai proyek 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Pemegang saham mayoritas adalah PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Indonesia, anak usaha PLN. Sebanyak 51 persen sahamnya dikuasai PT PJB, sisanya 49 persen konsorsium yang terdiri dari Huadian dan Samantaka.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018