Bogor, 15/8 (Antara) - Pelaku usaha menyatakan bahwa kesadaran industri untuk terus mendorong inisiatif penerapan keberlanjutan dan ketelusuran dalam rantai pasok rajungan (portunus pelagicus), salah satunya disebabkan tren pasar global.

Pakar Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Hawis Madduppa di Bogor, Jawa Barat, Rabu, menjelaskan bahwa kesadaran itu dicetuskan dalam sebuah diskusi publik bertajuk "Akselerasi Menuju Perikanan lndonesia yang Berkelanjutan" yang diselenggarakan di Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional (PPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Ia menjelaskan bahwa dalam diskusi pada Selasa (14/8) itu Presiden Direktur PT Kelola Mina Laut (KML Food) Muhammad Nadjikh -- di mana perusahaan itu merupakan salah anggota Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) -- menyebut bahwa asosiasi itu mewadahi sebagian besar industri rajungan Indonesia, dan menjadi ujung tombak inisiatif ini melalui pelaksanaan program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP) rajungan.

Nadjikh juga memaparkan bagaimana inisiatif perbaikan perikanan/FIP yang dilakukan PT KML Food dan APRI itu bertujuan untuk menjaga keberlanjutan perikanan rajungan dan mata pencaharian nelayan di Indonesia.

Ia mengemukakan bahwa perikanan rajungan telah menjadi salah satu andalan komoditas perikanan nasional.

Kinerja produksi dan ekspor rajungan dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren meningkat, bahkan menguasai pasar ekspor di Amerika Serikat (AS).

Di sisi lain, kata dia, perikanan rajungan menjadi tumpuan pekerjaan bagi sekitar 100 ribu nelayan serta lebih dari 150 ribu pengupas rajungan yang sebagian besar perempuan.

Pada bagian lain, Nadjikh juga menyampaikan insentif dan manfaat apa yang didapatkan perusahaan dan nelayan dari penerapan inisiatif perbaikan perikanan.

Selain itu, juga disampaikan kendala yang dihadapi industri dalam mengakselerasi inisiatif perbaikan perikanan dan dukungan apa yang dibutuhkan oleh industri.

Sementara itu, dalam diskusi yang digagas Direktorat Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN/Bappenas yang bekerja sama dengan Badan Pembangunan PBB (UNDP) itu, pembicara lainnya, Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Dr Luky Adrianto menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara produsen perikanan dunia terbesar dengan "wild capture fisheries" mencapai 5,9 juta ton pada 2015.

Perikanan tuna dan rajungan, kata dia, secara khusus menyumbang kontribusi yang besar. Sektor perikanan memainkan peran penting dalam ketahanan pangan dan lapangan kerja di Indonesia.

Ia merujuk pada studi yang menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 8 dunia untuk ketergantungan protein hewani dari laut,

dan memperkerjakan 2,7 nelayan, serta 1 juta pekerja di industri pengolahan dan pemasaran produk.

Namun kontribusi perikanan tangkap bagi ketahanan pangan dan penyediaan gizi terancam oleh penangkapan ikan berlebihan, perubahan iklim, dan praktik perikanan penangkapan ikan yang melanggar hukum, tidak dilaporkan, serta tidak diatur (Illegal, Unreported, Unregulated/IUU Fishing) .

Beberapa studi, katanya, juga menyebutkan bahwa beberapa stok perikanan utama Indonesia sudah berlebihan (overexploited).

Karena itu, Lucky menyatakan ketersediaan data stok dan pemanfataan perikanan tangkap masih menjadi pekerjaan rumah yang besar.

Di sisi lain, tren pasar global terus mengarah pada keberlanjutan dalam rantai suplai perikanan, dan dalam jangka panjang menjadi faktor penting dalam akses dan daya saing pasar.

Ia kemudian memaparkan bagaimana tren stok perikanan Indonesia, khususnya tuna dan rajungan, dan apakah laut Indonesia masih mampu menerima tekanan target peningkatan produksi.

Lalu, kebijakan dan aksi strategis apa yang harus dilakukan secara kolektif untuk menjamin masa depan perikanan nasional, serta bagaimana peluang dan tantangan

tren permintaan pasar terhadap produk yang berkelanjutan, misalnya ekolabel terhadap perikanan nasional.

Khusus untuk perikanan rajungan, Hawis Maddupa yang juga Direktur Eksekutif APRI menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Balai Besar Perikanan Budi Daya Air Payau (BBPBAP) , yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru saja

berhasil memanen perdana rajungan dengan sistem dan teknologi budi daya.

Kerja sama APRI dengan peneliti di BBPBAP Jepara dilakukan sejak lama, dan baru berhasil pada Sabtu (11/8) di mana dilakukan pemanenan di area tambak.

"Dengan keberhasilan budi daya rajungan ini, maka menjadi solusi bagi ketersediaan stok benih, yang tidak lagi mengambil dan mengandalkan dari alam," katanya.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018