Bogor (Antaranews Megapolitan) - Pencarian solusi terhadap sebuah masalah sekarang mulai bergeser dari menggunakan formula matematika menjadi menggunakan komputasi komputer. Formula matematika sudah tidak dipakai lagi, khususnya dalam menghadapi sesuatu yang tidak jelas, masalah yang terlalu kompleks atau adanya ketidakpastian selama proses sistem berjalan.

Komputasi sudah muncul sejak jaman dulu, yang belum ada adalah alat penyimpannya. Awal tahun  1900 muncul tabung hampa yang ukurannya seukuran jari jempol tangan manusia. Setelah tahun 1970, muncul transistor ukuran yang lebih kecil. Sekarang ukuran satu transistor hanya tujuh nanometer.

“Virus influenza itu ukurannya 100 nanometer, jadi transistor ukurannya 1/15 dari virus influenza. Inginnya nanti satu transistor itu ukurannya satu atom, sehingga yang dipakai adalah mekanika kuantum. Itu yang dimaksud dengan kuantum komputing. Artinya ukuran transistor ini akan lebih kecil lagi, 415 kali lebih kecil dari pada virus influenza. Nah, ini perlu saya sampaikan karena dengan munculnya kekuatan komputasi, ini mengubah paradigma dalam membuat solusi masalah,” ujar Prof. Dr. Agus Buono, Guru Besar Tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (FMIPA-IPB) saat Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor, (2/8).

Oleh karena itu muncul beberapa keilmuan baru seperti Intelligence Artificial (IA) atau kecerdasan buatan. Riset-riset yang dilakukan Prof. Agus Buono fokus pada kecerdasan komputasional (Center for Artificial Intelligence/CAI). Yakni mencari solusi dari suatu masalah dengan meniru cara makhluk hidup dalam menyelesaikan masalahnya.

“Misalnya bagaimana semut bisa menemukan jalur terpendek. Atau burung di awan bisa melihat sumber makanannya. Atau bagaimana tubuh kita bisa mengenali agen asing dan langsung membuat cetakan antibodi. Nah itu adalah kecerdasan alamiah yang ditiru para ahli ilmu komputer  untuk membuat algoritmanya,” terangnya.

Menurutnya, saat ini kecerdasan buatan sudah berkembang menjadi lima bagian yakni komputasi neuro model (meniru kecerdasan otak), evolutionary programic (bagaimana memilih satu solusi dari ragam solusi yang banyak), kecerdasan koloni (meniru perilaku sekelompok hewan sehingga bisa mendapatkan sesuatu optimum), dan fuzzy model (bagaimana membuat algoritma yang soft). Saat ini kecerdasan buatan dipakai untuk mengkuantifikasi suatu sifat, misalnya kepakaran seorang dokter dimodelkan dalam fuzzy dimana algoritma bisa mengenali serangan dalam suatu sistem.

Dalam konteks pertanian, Prof. Agus Buono melakukan komputasi untuk memprediksi hujan. Prof. Agus memasukkan semua peubah yang terkait dengan hujan. Peubahnya ada nilai hujan harian dan bulanan atau kapan mulai hujan, panjang musim hujan atau berapa total hujan atau bagaimana distribusi empat sampai lima hari hujan berturut-turut atau hujan ekstrim dan seterusnya.

“Nah untuk prediksi hujan biasanya ada beberapa jenis data yang dimasukkan yakni data satelit dan model serta data observasi. Masing-masing data ini ada kelemahannya. Data satelit itu real time dan spacial tapi kadang tidak sesuai dengan kondisi real di lapangan. Sedangkan data observasi itu sesuai dengan kondisi di lapangan namun kurang lengkap datanya. Maka saya satukan kedua data ini. Nantinya prediksi hujan ini akan bermanfaat untuk pertanian, penerbangan dan lain-lain,” ujarnya.

Berdasarkan hasil risetnya di Pacitan, dengan modifikasi CNN (Computational Neuron Network) agar sesuai untuk prediktor yang bersifat temporal (tim menyebutnya TD CNN), tim berhasil menghindari hujan tipuan (yang biasanya diikuti dengan kekeringan).

“Muncul hujan kurang dari 50 milimeter setelah musim kemarau, petani menduga sebagai pertanda awal musim hujan sehingga mulai menanam padi. Namun ternyata hujan itu adalah hujan tipuan atau tidak ada hujan dalam tiga dasarian berikutnya. Sehingga terjadi kekeringan di awal musim tanam karena hujan tipuan. Hasil TD CNN kami ternyata lebih baik dari prediksi dengan metode yang lain,” ujarnya.

Dari temuan ini, Prof. Agus menyimpulkan bahwa kecerdasan komputasi bisa menjadi bagian dari kecerdasan buatan untuk mewujudkan pertanian yang predictable, antisipatable, controllable, personalizeable, real time dan precise dalam fase produksi, pengolahan dan distribusi, untuk efisiensi, efektivitas dan sustainabilitas. (Zul)

Pewarta: Oleh: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018