Desa Senden Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah terus mempercantik diri dengan menata tempat dan infrastruktur desa agar lebih bisa terjangkau masyarakat luas sehingga bisa menjadi tujuan wisata bagi turis lokal maupun internasional.
Beberapa jalan desa menuju Bukit Kinasih mulai dibeton agar memudahkan wisatawan berkunjung mencapai bukit yang bisa menikmati Sunrise atau matahari terbit dan melihat dengan jelas panorama keindahan Gunung Merapi dan Merbabu.
Desa Senden dahulunya merupakan daerah perkebunan. Kolonialisme telah menjadikan daerah tersebut sentra perkebunan teh dan kopi. Tetapi pasca-Belanda mengundurkan diri dari daerah ini berubah menjadi lahan pertanian holtikultura dan tembakau.
Desa yang terletak di pegunungan antara Gunung Merbabu, Gunung Merapi dan juga Gunung Lawu itu mempunyai cuaca yang dingin dan sejuk yaitu berkisar antara 15-18 derajat celcius, tentunya ini bisa membuat wisatawan betah berlama-lama di desa tersebut.
Penduduk setempat mempunyai tradisi setiap tahun yang bisa dinikmati oleh para wisatawan yaitu Tungguk Tembakau merupakan upacara ucapan rasa syukur penduduk setempat atas keberhasilan panen tembakau.
Biasanya tradisi tersebut dilakukan pada akhir Juli hingga awal Agustus 2018. Mulanya tradisi tersebut dilakukan orang per orang penduduk Desa Senden. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini dilakukan secara bersama-sama, sehingga bisa menarik wisatawan untuk hadir menyaksikan yang dikenal dengan Festival Tungguk Tembakau.
Acara Tungguk Tembakau digelar selama 1 minggu, mulai 28 Juli-04 Agustus 2018. Adapun susunan acara Festival Tungguk Tembakau dianataranya, Camping Ceria di Bukit Kinasih, Sabtu (28/07), Fun Walk, Minggu (29/07), Pentas Rebana, Selasa (31/07), Karawitan, Rabu (01/08) disusul malamnya dengan proses ritual gunungan dan petik perdana tembakau.
Kemudian, Kamis (02/08) acara dimulai dengan Kirab Gunungan dari makam Gunung Sahari dilanjut dengan rayaan gunungan yang di kirabkan, siangnya parade kesenian. Lalu Jumat (03/08) malam ada pentas jazz, dan Sabtu (04/08) malam minggu pentas Khetoprak.
Ribuan masyarakat Desa Senden dan sekitarnya tumpah ruah merayakan syukuran kirab gunungan yang dikemas dalam acara Festival Tungguk Tembakau di lereng gunung Merbabu dan di lereng sebelah Timur gunung Merapi.
Gunungan pertama berisi tembakau, sedangkan gunungan kedua berisi hasil bumi berupa sayur mayur mulai dari wartel, labu, sawi, brokoli, kacang panjang dan masih banyak jenis lainnya.
Dua gunungan tembakau dan sayur mayur itu diarak ke makam Gunung Sahari pada, Rabu (01/08) malam, sekitar mulai pukul 20:00 WIB. Sesampainya disana, warga semalaman bedoa di makam Gunung Sari untuk hasil panen yang melimpah.
Selain itu warga juga membawa tumpeng nasi kuning yang sebelumnya telah didoakan di makam Gunung Sari, oleh tua-tua Desa dan dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah Ginanjar Pranowo didampingi Wakil Bupati Boyolali Said Hidayat, Ketua DPRD Boyolali Paryanto, Perwakilan Dirjen Kebudayaan, Serta Camat Selo dan Kades Senden.
Setelah di doakan semalaman keesokan harinya dua gunungan tersebut kembali diarak ditengah upacara, kemudian warga berebut dua gunungan tersebut untuk mendapatkan berkah agar bisa mendapatkan hasil panen yang baik selanjutnya.
Potensi alam yang menakjubkan dan tradisi budaya yang menarik, tentunya merupakan modal yang kuat bagai Desa Senden untuk menjadi Desa tujuan wisata jika terus dikemas dengan baik.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai Desa Senden mempunyai potensi yang wisata yang dahsyat menjadi desa wisata karena alamnya yang indah dan tradisi budaya yang menarik.
"Kalau berbicara alam tidak ada duanya. Ketika kita menghadap kedepan kita melihat Gunung Merapi, belakang Gunung Merbabu dan juga terlihat Gunung Lawu, dahsyat sekali keindahannya," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung pengembangan desa wisata agar menjadi destinasi wisata yang menarik dikunjungi bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Beberapa hari lalu kita mengesahkan Perda tentang Pembangunan Desa Wisata agar bisa memayungi mereka secara hukum," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di sela-sela acara Festival Tungguk Tembakau di Desa Senden, Boyolali.
Menurut Ganjar, keindahan alam Desa Senden tidak ada duanya tinggal bagaimana mengelola desa tersebut menjadi destinasi yang menarik bagi para wisatawan untuk berkunjung.
"Sudah ada perbaikan infrastruktur untuk desa wisata di daerah tersebut. Pemerintah Provinsi Jateng tentunya mendukung," tegas Ganjar.
Panitia Festival Tungguk Tembakau Desa Senden Dwi Kristianto mengatakan bahwa perayaan Tungguk Tembakau sebesar ini merupakan kali ketiga dilakukan di desa Senden. Sebelumnya, warga merayakan Tungguk Tembakau (ritual sajen) secara per orangan di ladang masing-masing sebelum panen.
Ritual Tungguk Tembakau merupakan kekayaan budaya lokal yang sudah sejak dulu dipertahankan, meskipun sebelumnya warga merayakannya sendiri-sendiri di ladang masing-masing. Tujuannya sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar hasil panen tembakau melimpah.
Tungguk Tembakau merupakan cara mereka menjaga keharmonisan dengan alam. Warga setempat tidak berani memanen tembakau kalau mereka belum melakukan upacara ritual ini sebagai wujud syukur mereka terhadap yang Kuasa yang telah memberikan rahmat atas hasil panen yang mereka dapatkan.
Dosen UI ini mengatakan setelah di rayakan secara bersama-sama mendapat respon positif daro berbagai masyarakat akhirnya Ritual ini di kemas menjadi daya tarik wisata dalam Festival Tungguk Tembakau.
Dosen pengajar Bahasa Jawa Fakultas Ilmu Bahasa (FIB UI) Widhyasmaramurti menjelaskan, kontribusi pengabdian masyarakat (Pengmas) UI, dalam rangka mewujudkan desa Senden sebagai desa wisata yakni dengan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana menjadi tuan rumah yang baik dan ramah.
Makam Gunungsari
Menurut cerita masyarakat Desa Senden di makam Gunungsari sering terdengar suara gamelan pada malam-malam tertentu. Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Gamelan Suralaya.
Biasanya suara tersebut muncul pada harai-hari yang dianggap baik oleh masyarakat Desa Senden. Seperti pada Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Oleh karena rasa penasaran, warga yang mendengar suara tersebut berusaha mendatangi sumber suara namun ketika warga sudah samapi di Gunungsari suara tersebut mendadak hilang.
Warga percaya terdapat seperangkat musik gamelan yang terkubur di dalam makam, sehingga pada malam tertentu tempat tersebut mengeluarkan suara. Hingga saat ini kepercayaan mengenai Gamelan Suralaya masih melekat kuat di masyarakat meskipun suara-suara sudah lama tidak terdengar.
Di makam Gunungsarai terdapat 2 cungkup utama yang disakralkan. Cungkup adalah bangunan beratap di atas makam sebagai pelindung makam atau rumah kubur.
Cungkup pertama berada di area paling atas pemakaman atau area makam sesepuh desa yang bernama Kyai Syekh Kerto Muhammad dan tiga makam tanpa nama yang dipercaya merupakan tempat Gamelan yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia pada umumnya.
Cungkup kedua yang disakralkan berrada dibawah cungkup pertama. Cungkup kedua diisi oleh tiga makam yakni Syekh Saturno, beserta istri dan anaknya.
Sekolah Budaya Jawa
Sejumlah Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Program Studi Jawa menginisiasi kegiatan Pengabdian Masyarakat dengan mendirikan sebuah Sekolah Budaya Jawa yang berlokasi di Desa Senden, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
Peresmian Sekolah Budaya Jawa dilaksanakan pada Rabu (1/8) yang dihadiri oleh wisatawan lokal serta turis mancanegara dari sejumlah negara. Diharapkan melalui dibentuknya Sekolah Budaya Jawa mampu mendukung perekonomian warga desa setempat serta memperkenalkan khasanah budaya yang dimiliki Indonesia.
Keempat dosen FIB UI yang diketuai oleh Widhyasmaramurti, M.A menginisiasi Sekolah Budaya Jawa sebagai pilot project sekolah menyatu dengan alam yang disuguhkan dalam bentuk paket wisata dengan minat khusus untuk mempelajari budaya dan bahasa Jawa. Peserta terbuka bagi nonpenutur bahasa Jawa yang ingin mempelajari budaya Jawa.
Menurut Ketua Pengmas Sekolah Budaya Jawa tersebut pada batch pertama terdapat empat puluh siswa yang akan dididik di Sekolah Budaya Jawa ini.
Mereka merupakan wisatawan dari dalam dan luar negeri seperti dari negara Tajikistan, Vietnam, Malaysia, Filipina, Bangladesh dan Afganistan. Mereka akan belajar bahasa Jawa, budaya Jawa dan kesenian tradisional (Gamelan, jathilan (tarian), kethoprak), Ritual panen hingga kebiasaan bertani dan beternak.
Selain itu mereka akan tinggal bersama warga setempat dan turut menikmati kehidupan pedesaan yang dibalut dengan keindahaan panorama pegunungan.
Desa Senden adalah salah satu desa yang berada di bawah kaki Gunung Merbabu yang menyuguhkan paket lengkap wisata yaitu memiliki kawasan wisata alam, kawasan wisata religi, kawasan wisata budaya, dan kawasan wisata rekreasi. Potensi tersebut layak dijual sebagai obyek pariwisata pedesaan.
Selain menyasar turis lokal, diharapkan Desa Wisata Senden melalui Sekolah Budaya Jawa-nya dapat menarik minat turis mancanegara melalui pengalaman pedesaan dan budaya serta keramahtamahan warga setempat yang tidak dapat diperoleh di destinasi wisata manapun.
Program Pengabdian Masyarakat ini dilakukan selama enam bulan, terhitung sejak bulan April sampai dengan September 2018 mendatang. Dalam menjalankan programnya ini, Mara dan tim didukung dana dari hibah pengabdian masyarakat DRPM UI (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI).
Selama enam bulan tersebut, kegiatan terbagi menjadi tiga tahap, tahap pertama (pra-kegiatan) dilakukan pada bulan April, yaitu dengan melakukan perkerutan fasilitator desa untuk menjadi pengajar di Sekolah Budaya Jawa, tahap kedua (kegiatan utama) dilakukan pada bulan Mei, Juli, dan Agustus yaitu berupa Lokakarya pembuatan paket dan buku ajar.
Selanjutnya pendampingan penggunaan buku ajar untuk fasilitator desa, dan pendampingan penerapan buku ajar, lalu tahap ketiga (pasca kegiatan) dilakukan pada bulan Agustus yaitu berupa evaluasi uji coba Sekolah Budaya Jawa.
Warga desa sepenuhnya dilibatkan di dalam pembentukan Sekolah Budaya Jawa. Dengan bimbingan oleh para dosen prodi Sastra Jawa FIB UI diharapkan kelak mereka mampu mandiri memberikan pelajaran Bahasa dan budaya kepada para turis.
Editor: T.Susilo
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Beberapa jalan desa menuju Bukit Kinasih mulai dibeton agar memudahkan wisatawan berkunjung mencapai bukit yang bisa menikmati Sunrise atau matahari terbit dan melihat dengan jelas panorama keindahan Gunung Merapi dan Merbabu.
Desa Senden dahulunya merupakan daerah perkebunan. Kolonialisme telah menjadikan daerah tersebut sentra perkebunan teh dan kopi. Tetapi pasca-Belanda mengundurkan diri dari daerah ini berubah menjadi lahan pertanian holtikultura dan tembakau.
Desa yang terletak di pegunungan antara Gunung Merbabu, Gunung Merapi dan juga Gunung Lawu itu mempunyai cuaca yang dingin dan sejuk yaitu berkisar antara 15-18 derajat celcius, tentunya ini bisa membuat wisatawan betah berlama-lama di desa tersebut.
Penduduk setempat mempunyai tradisi setiap tahun yang bisa dinikmati oleh para wisatawan yaitu Tungguk Tembakau merupakan upacara ucapan rasa syukur penduduk setempat atas keberhasilan panen tembakau.
Biasanya tradisi tersebut dilakukan pada akhir Juli hingga awal Agustus 2018. Mulanya tradisi tersebut dilakukan orang per orang penduduk Desa Senden. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini dilakukan secara bersama-sama, sehingga bisa menarik wisatawan untuk hadir menyaksikan yang dikenal dengan Festival Tungguk Tembakau.
Acara Tungguk Tembakau digelar selama 1 minggu, mulai 28 Juli-04 Agustus 2018. Adapun susunan acara Festival Tungguk Tembakau dianataranya, Camping Ceria di Bukit Kinasih, Sabtu (28/07), Fun Walk, Minggu (29/07), Pentas Rebana, Selasa (31/07), Karawitan, Rabu (01/08) disusul malamnya dengan proses ritual gunungan dan petik perdana tembakau.
Kemudian, Kamis (02/08) acara dimulai dengan Kirab Gunungan dari makam Gunung Sahari dilanjut dengan rayaan gunungan yang di kirabkan, siangnya parade kesenian. Lalu Jumat (03/08) malam ada pentas jazz, dan Sabtu (04/08) malam minggu pentas Khetoprak.
Ribuan masyarakat Desa Senden dan sekitarnya tumpah ruah merayakan syukuran kirab gunungan yang dikemas dalam acara Festival Tungguk Tembakau di lereng gunung Merbabu dan di lereng sebelah Timur gunung Merapi.
Gunungan pertama berisi tembakau, sedangkan gunungan kedua berisi hasil bumi berupa sayur mayur mulai dari wartel, labu, sawi, brokoli, kacang panjang dan masih banyak jenis lainnya.
Dua gunungan tembakau dan sayur mayur itu diarak ke makam Gunung Sahari pada, Rabu (01/08) malam, sekitar mulai pukul 20:00 WIB. Sesampainya disana, warga semalaman bedoa di makam Gunung Sari untuk hasil panen yang melimpah.
Selain itu warga juga membawa tumpeng nasi kuning yang sebelumnya telah didoakan di makam Gunung Sari, oleh tua-tua Desa dan dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah Ginanjar Pranowo didampingi Wakil Bupati Boyolali Said Hidayat, Ketua DPRD Boyolali Paryanto, Perwakilan Dirjen Kebudayaan, Serta Camat Selo dan Kades Senden.
Setelah di doakan semalaman keesokan harinya dua gunungan tersebut kembali diarak ditengah upacara, kemudian warga berebut dua gunungan tersebut untuk mendapatkan berkah agar bisa mendapatkan hasil panen yang baik selanjutnya.
Potensi alam yang menakjubkan dan tradisi budaya yang menarik, tentunya merupakan modal yang kuat bagai Desa Senden untuk menjadi Desa tujuan wisata jika terus dikemas dengan baik.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menilai Desa Senden mempunyai potensi yang wisata yang dahsyat menjadi desa wisata karena alamnya yang indah dan tradisi budaya yang menarik.
"Kalau berbicara alam tidak ada duanya. Ketika kita menghadap kedepan kita melihat Gunung Merapi, belakang Gunung Merbabu dan juga terlihat Gunung Lawu, dahsyat sekali keindahannya," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendukung pengembangan desa wisata agar menjadi destinasi wisata yang menarik dikunjungi bagi para wisatawan lokal maupun mancanegara.
"Beberapa hari lalu kita mengesahkan Perda tentang Pembangunan Desa Wisata agar bisa memayungi mereka secara hukum," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di sela-sela acara Festival Tungguk Tembakau di Desa Senden, Boyolali.
Menurut Ganjar, keindahan alam Desa Senden tidak ada duanya tinggal bagaimana mengelola desa tersebut menjadi destinasi yang menarik bagi para wisatawan untuk berkunjung.
"Sudah ada perbaikan infrastruktur untuk desa wisata di daerah tersebut. Pemerintah Provinsi Jateng tentunya mendukung," tegas Ganjar.
Panitia Festival Tungguk Tembakau Desa Senden Dwi Kristianto mengatakan bahwa perayaan Tungguk Tembakau sebesar ini merupakan kali ketiga dilakukan di desa Senden. Sebelumnya, warga merayakan Tungguk Tembakau (ritual sajen) secara per orangan di ladang masing-masing sebelum panen.
Ritual Tungguk Tembakau merupakan kekayaan budaya lokal yang sudah sejak dulu dipertahankan, meskipun sebelumnya warga merayakannya sendiri-sendiri di ladang masing-masing. Tujuannya sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar hasil panen tembakau melimpah.
Tungguk Tembakau merupakan cara mereka menjaga keharmonisan dengan alam. Warga setempat tidak berani memanen tembakau kalau mereka belum melakukan upacara ritual ini sebagai wujud syukur mereka terhadap yang Kuasa yang telah memberikan rahmat atas hasil panen yang mereka dapatkan.
Dosen UI ini mengatakan setelah di rayakan secara bersama-sama mendapat respon positif daro berbagai masyarakat akhirnya Ritual ini di kemas menjadi daya tarik wisata dalam Festival Tungguk Tembakau.
Dosen pengajar Bahasa Jawa Fakultas Ilmu Bahasa (FIB UI) Widhyasmaramurti menjelaskan, kontribusi pengabdian masyarakat (Pengmas) UI, dalam rangka mewujudkan desa Senden sebagai desa wisata yakni dengan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana menjadi tuan rumah yang baik dan ramah.
Makam Gunungsari
Menurut cerita masyarakat Desa Senden di makam Gunungsari sering terdengar suara gamelan pada malam-malam tertentu. Masyarakat setempat mengenalnya dengan nama Gamelan Suralaya.
Biasanya suara tersebut muncul pada harai-hari yang dianggap baik oleh masyarakat Desa Senden. Seperti pada Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Oleh karena rasa penasaran, warga yang mendengar suara tersebut berusaha mendatangi sumber suara namun ketika warga sudah samapi di Gunungsari suara tersebut mendadak hilang.
Warga percaya terdapat seperangkat musik gamelan yang terkubur di dalam makam, sehingga pada malam tertentu tempat tersebut mengeluarkan suara. Hingga saat ini kepercayaan mengenai Gamelan Suralaya masih melekat kuat di masyarakat meskipun suara-suara sudah lama tidak terdengar.
Di makam Gunungsarai terdapat 2 cungkup utama yang disakralkan. Cungkup adalah bangunan beratap di atas makam sebagai pelindung makam atau rumah kubur.
Cungkup pertama berada di area paling atas pemakaman atau area makam sesepuh desa yang bernama Kyai Syekh Kerto Muhammad dan tiga makam tanpa nama yang dipercaya merupakan tempat Gamelan yang tidak dapat dilihat oleh mata manusia pada umumnya.
Cungkup kedua yang disakralkan berrada dibawah cungkup pertama. Cungkup kedua diisi oleh tiga makam yakni Syekh Saturno, beserta istri dan anaknya.
Sekolah Budaya Jawa
Sejumlah Dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Program Studi Jawa menginisiasi kegiatan Pengabdian Masyarakat dengan mendirikan sebuah Sekolah Budaya Jawa yang berlokasi di Desa Senden, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
Peresmian Sekolah Budaya Jawa dilaksanakan pada Rabu (1/8) yang dihadiri oleh wisatawan lokal serta turis mancanegara dari sejumlah negara. Diharapkan melalui dibentuknya Sekolah Budaya Jawa mampu mendukung perekonomian warga desa setempat serta memperkenalkan khasanah budaya yang dimiliki Indonesia.
Keempat dosen FIB UI yang diketuai oleh Widhyasmaramurti, M.A menginisiasi Sekolah Budaya Jawa sebagai pilot project sekolah menyatu dengan alam yang disuguhkan dalam bentuk paket wisata dengan minat khusus untuk mempelajari budaya dan bahasa Jawa. Peserta terbuka bagi nonpenutur bahasa Jawa yang ingin mempelajari budaya Jawa.
Menurut Ketua Pengmas Sekolah Budaya Jawa tersebut pada batch pertama terdapat empat puluh siswa yang akan dididik di Sekolah Budaya Jawa ini.
Mereka merupakan wisatawan dari dalam dan luar negeri seperti dari negara Tajikistan, Vietnam, Malaysia, Filipina, Bangladesh dan Afganistan. Mereka akan belajar bahasa Jawa, budaya Jawa dan kesenian tradisional (Gamelan, jathilan (tarian), kethoprak), Ritual panen hingga kebiasaan bertani dan beternak.
Selain itu mereka akan tinggal bersama warga setempat dan turut menikmati kehidupan pedesaan yang dibalut dengan keindahaan panorama pegunungan.
Desa Senden adalah salah satu desa yang berada di bawah kaki Gunung Merbabu yang menyuguhkan paket lengkap wisata yaitu memiliki kawasan wisata alam, kawasan wisata religi, kawasan wisata budaya, dan kawasan wisata rekreasi. Potensi tersebut layak dijual sebagai obyek pariwisata pedesaan.
Selain menyasar turis lokal, diharapkan Desa Wisata Senden melalui Sekolah Budaya Jawa-nya dapat menarik minat turis mancanegara melalui pengalaman pedesaan dan budaya serta keramahtamahan warga setempat yang tidak dapat diperoleh di destinasi wisata manapun.
Program Pengabdian Masyarakat ini dilakukan selama enam bulan, terhitung sejak bulan April sampai dengan September 2018 mendatang. Dalam menjalankan programnya ini, Mara dan tim didukung dana dari hibah pengabdian masyarakat DRPM UI (Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI).
Selama enam bulan tersebut, kegiatan terbagi menjadi tiga tahap, tahap pertama (pra-kegiatan) dilakukan pada bulan April, yaitu dengan melakukan perkerutan fasilitator desa untuk menjadi pengajar di Sekolah Budaya Jawa, tahap kedua (kegiatan utama) dilakukan pada bulan Mei, Juli, dan Agustus yaitu berupa Lokakarya pembuatan paket dan buku ajar.
Selanjutnya pendampingan penggunaan buku ajar untuk fasilitator desa, dan pendampingan penerapan buku ajar, lalu tahap ketiga (pasca kegiatan) dilakukan pada bulan Agustus yaitu berupa evaluasi uji coba Sekolah Budaya Jawa.
Warga desa sepenuhnya dilibatkan di dalam pembentukan Sekolah Budaya Jawa. Dengan bimbingan oleh para dosen prodi Sastra Jawa FIB UI diharapkan kelak mereka mampu mandiri memberikan pelajaran Bahasa dan budaya kepada para turis.
Editor: T.Susilo
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018