Bogor (Antaranews Megapolitan) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mendorong IPB menjadi kekutan inti dari era industri 4.0, khususnya sektor pertanian, perkebunan, dan hutan.
"IPB ini menjadi kekuatan inti revolusi industri 4.0 apalagi di sektor makanan dan minuman, serta sektor berbasis kemampuan kebun dan hutan," kata dia dalam seminar nasional dan pelepasan alumnus program doktor serta magister Sekolah Bisnis IPB di Jakarta, Sabtu.
Untuk mengarah ke sana, lanjutnya, perlu pengembangan inovasi dan teknologi.
Ia mengharapkan IPB merevitalisasi riset dan inovasinya terkait dengan pertanian berbasis industri.
Pada kesempatan itu, ia berbicara tentang revolusi industri keempat yang dimulai di Jerman dengan menjadikan manufaktur sebagai "mainstream industry`.
Dari sektor manufaktur, katanya, hanya beberapa negara yang bisa menjadi negara "manufacturing" atau bukan dilihat dari kontribusi GDP-nya.
"Saat ini kontribusi GDP Indonesia terhadap `manufacturing` posisinya nomor empat setelah Korea, China, Jerman, dan Indonesia," katanya.
Indonesia mempunyai industri yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.
Posisi itu, katanya, membantah penilaian sejumlah pengamat yang mengatakan Indonesia "kalah" dari negara lain, termasuk di Asia.
Ia mengatakan bahwa dilihat dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri Indonesia di atas rata-rata nonmigas, yaitu lima persen.
"Kita punya industri yang pertumbuhannya lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi," katanya.
Industri tersebut, katanya, di sektor mesin dan perlengkapan, yakni 14,8 persen, industri makanan dan minuman 12,7 persen.
"Jadi industri ini boleh diklaim sebagai industrinya IPB banget, dan ini harus menjadi keunggulan dari IPB," katanya.
Industri berikutnya, yakni logam dasar yang juga dua kali lipat daripada pertumbuhan sektor lainnya.
Begitu juga dilihat dari sisi ekspor Indonesia, kata dia, sektor industri kontribusinya tumbuh 13,14 persen, artinya jauh lebih tinggi daripada sektor lainnya, migas 13 persen, pertanian 3,7 persen, dan pertambangan 18 persen.
"Ini jadi PR bagi IPB pertumbuhan sektor pertanian 3,7 persen, jadi sektor pertanian harus dipacu," katanya.
Airlangga menambahkan sektor nonmigas menyumbang 90,67 persen dari total ekspor pada 2017 dengan rincian, yakni tambang 14,39 persen, migas 9,33 persen, dan pertanian 2,18 persen.
"Jika IPB mau menuju manufaktur, Kementerian Perindustrian akan memacu pertumbuhannya menjadi `double digit`, kata Airlangga.
Dukungan yang akan diberikan Kementerian Perindustrian kepada IPB dengan cara menghubungkan dan mencocoklan industrinya. Misalnya industri kertas, serat, viber, dan industri berkelanjutan dengan IPB.,
"Ini yang perlu didorong, perkembangan material baru berbasis bioaktif, dan IPB dengan riset-riset sumber daya alam hayatinya menjadi kunci, arah Indonesia nantinya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"IPB ini menjadi kekuatan inti revolusi industri 4.0 apalagi di sektor makanan dan minuman, serta sektor berbasis kemampuan kebun dan hutan," kata dia dalam seminar nasional dan pelepasan alumnus program doktor serta magister Sekolah Bisnis IPB di Jakarta, Sabtu.
Untuk mengarah ke sana, lanjutnya, perlu pengembangan inovasi dan teknologi.
Ia mengharapkan IPB merevitalisasi riset dan inovasinya terkait dengan pertanian berbasis industri.
Pada kesempatan itu, ia berbicara tentang revolusi industri keempat yang dimulai di Jerman dengan menjadikan manufaktur sebagai "mainstream industry`.
Dari sektor manufaktur, katanya, hanya beberapa negara yang bisa menjadi negara "manufacturing" atau bukan dilihat dari kontribusi GDP-nya.
"Saat ini kontribusi GDP Indonesia terhadap `manufacturing` posisinya nomor empat setelah Korea, China, Jerman, dan Indonesia," katanya.
Indonesia mempunyai industri yang pertumbuhannya lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi.
Posisi itu, katanya, membantah penilaian sejumlah pengamat yang mengatakan Indonesia "kalah" dari negara lain, termasuk di Asia.
Ia mengatakan bahwa dilihat dari pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri Indonesia di atas rata-rata nonmigas, yaitu lima persen.
"Kita punya industri yang pertumbuhannya lebih cepat dari pertumbuhan ekonomi," katanya.
Industri tersebut, katanya, di sektor mesin dan perlengkapan, yakni 14,8 persen, industri makanan dan minuman 12,7 persen.
"Jadi industri ini boleh diklaim sebagai industrinya IPB banget, dan ini harus menjadi keunggulan dari IPB," katanya.
Industri berikutnya, yakni logam dasar yang juga dua kali lipat daripada pertumbuhan sektor lainnya.
Begitu juga dilihat dari sisi ekspor Indonesia, kata dia, sektor industri kontribusinya tumbuh 13,14 persen, artinya jauh lebih tinggi daripada sektor lainnya, migas 13 persen, pertanian 3,7 persen, dan pertambangan 18 persen.
"Ini jadi PR bagi IPB pertumbuhan sektor pertanian 3,7 persen, jadi sektor pertanian harus dipacu," katanya.
Airlangga menambahkan sektor nonmigas menyumbang 90,67 persen dari total ekspor pada 2017 dengan rincian, yakni tambang 14,39 persen, migas 9,33 persen, dan pertanian 2,18 persen.
"Jika IPB mau menuju manufaktur, Kementerian Perindustrian akan memacu pertumbuhannya menjadi `double digit`, kata Airlangga.
Dukungan yang akan diberikan Kementerian Perindustrian kepada IPB dengan cara menghubungkan dan mencocoklan industrinya. Misalnya industri kertas, serat, viber, dan industri berkelanjutan dengan IPB.,
"Ini yang perlu didorong, perkembangan material baru berbasis bioaktif, dan IPB dengan riset-riset sumber daya alam hayatinya menjadi kunci, arah Indonesia nantinya," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018