Cikarang, Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Badan Karantina Pertanian melanjutkan perjanjian kerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mengawasi barang pertanian impor.

"Memasuki era perdagangan bebas, kerawanan barang impor ilegal makin tinggi, termasuk penyebaran bioterorisme melalui jalur pertanian," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini, usai menutup Bulan Bakti Karantina Pertanian 2018, di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin.

Dia mengatakan bentuk bioterorisme itu di antaranya masuk penyakit melalui barang pertanian, baik pangan maupun hewan ternak. Ironisnya, dalam beberapa kasus, penyakit tersebut justru sengaja disebarkan untuk tujuan tertentu.

"Saat ini kami lebih fokus melakukan pengawasan atau mendampingi importasi, karena sekarang sudah era pasar besar, sudah era apa yang dinamakan bioterorisme," katanya pula.

Menurut dia, produk pangan impor sangat mudah dan memungkinkan dijadikan media untuk masuk agen bioterorisme, terlebih masuk agen bioterorism itu sulit dideteksi karena tidak kasat mata.

"Sebagai contoh masuk antraks dan virus yang tidak kasat mata lainnya. Bioterorisms bisa dilakukan dengan by design," katanya lagi.

Salah satu bentuk bioterorisme yang pernah ditangani pihaknya yakni narkoba yang dikirim bersamaan dengan produk pertanian.

"Temuan ini kami dapatkan di salah satu Kantor Pos Besar. Dari luar jeruk namun saat dicek di dalamnya ternyata narkoba. Ini yang kami temukan bersamaan melalui koordinasi dengan kepolisian," katanya.

Pihaknya melakukan pengawasan ketat untuk menangkal masuk virus melalui produk pangan, sehingga tidak ditemukan kasus penyakit membahayakan, baik dari tanaman maupun hewan ternak.

"Untuk penyakit eksotik yang di Indonesia belum ada dan sulit pengendaliannya, tidak ditemukan. Contoh penyakit mulut dan kuku, tidak ditemukan. Padahal, Indonesia juga terus memasukkan daging sapi impor dari negara yang notabene pernah terjangkit penyakit sapi gila. Tapi kami melakukan analisis risiko yang sangat baik sehingga sampai sekarang kita tetap aman, bersyukur sampai sekarang masih bisa kita jaga," katanya pula.

Kendati sistem mitigasi telah berjalan, pengawasan terhadap keluar masuk barang pertanian meski terus ditingkatkan, sebab saat ini Indonesia belum terlepas dari marak upaya penyelundupan pangan strategis seperti beras, bawang, daging, gula dan rempah-rempah.

"Kenapa pengawasan ini penting dan harus ditingkatkan, karena kita ini memiliki banyak pintu masuk, baik melalui pintu masuk yang resmi lewat bandara atau pelabuhan atau pun yang tidak resmi," katanya lagi.

Berdasarkan kasus yang ada kerawanan penyelundupan terjadi di wilayah pantai timur Sumatera, perbatasan darat Kalimantan, Papua, dan Nusa Tenggara Timur.

"Tapi walaupun demikian Jawa pun cukup rawan. Apalagi seiring dengan dibuka pintu baru seperti bandara berskala internasional di Jawa Barat (Kertajati) maupun pelabuhan baru. Maka perpanjangan kerja sama dengan Polri ini, kami sangat berharap berbagai penyelundupan ini dapat dipangkas," katanya pula.

Kepala Biro Kerja Sama Operasional Mabes Polri Brigjen Herry Wibowo menyatakan kerja sama dengan Badan Karantina Pertanian bakal fokus ke pengawasan, pencegahan, dan penanganan pelanggaran.

Selain itu, pihaknya pun konsentrasi pada pencegahan serangan asimetris berupa bioteror atau agroteror yang bertujuan mengganggu kedaulatan pangan nasional.

"Untuk memaksimalkan pencegahan tersebut, peran seran masyarakat sangat dibutuhkan. Dibutuhkan kepedulian dan keikutsertaan masyarakat jika mengetahui ada upaya penyelundupan produk-produk pertanian strategis. Produk penyelundupan tentu tidak terjamin keamanan dan kesehatannya, selain itu juga bisa menyebabkan harga produk pertanian dalam negeri tidak stabil sehingga mengancam kesejahteraan petani. Karena itu, perlu peran serta semua pihak, termasuk masyarakat," katanya pula.

Pewarta: Mayolus Fajar D dan Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018