Bogor (Antaranews Megapolitan) - Usai mengikuti Misa Requem di depan peti jenazah Maestro Karikatur Indonesia Gerardus Mayela (GM) Sudarta, seorang pria lanjut usia duduk di pinggir dekat meja penerima tamu Rumah Duka Sinar Kasih, Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu (1/7) malam.

Pria itu bernama FX Puniman (72), yang adalah sahabat GM Sudarta yang berpulang, Sabtu (30/6) setelah berjuang menghadapi penyakit komplikasi.

Mengenakan baju kotak-kotak berwarna abu-abu putih pasta, FX Puniman duduk sambil melipatkan tangannya dengan perut sedikit membuncit. Rambut putih, dan kulit keriputnya, menunjukkan tubuh kelelahan karena faktor usia. Tetapi binar matanya masih tampak semangat.

Ia mengeluarkan dompet dari saku celananya, sambil mengatakan, bahwa dia menyimpan sebuah harta karun paling berharga yang ia dapatkan dari seorang GM Sudarta.

"Aku masih menyimpan kenangan paling berharga dari almarhum GM Sudarta," katanya sambil menyimpan harta karun itu di dalam dompetnya.

Ia belum mau memperlihatkannya, sampai ia menceritakan bagaimana ia mendapatkan kenangan paling "memorable" dalam hidupnya bersama Almarhum.

Kala itu tahun 1972, usianya masih belia, 26 tahun kira-kira. Puniman muda hanyalah seorang seniman muda yang aktif dalam kegiatan literasi, puisi dan seni budaya di Kota Bogor.

Mengenal sosok GM Sudarta dari karya-karyanya di Harian Kompas. Saat itu, Puniman sudah menjadi penggemar kartunis Indonesia tersebut.

"Waktu itu saya berkirim surat kepada GM Sudarta melalui harian Kompas. Saya minta tolong untuk dibuatkan logo komunitas puisi dan seni yang saya geluti," katanya seraya mengingat-ingat kenangan itu.

Puniman tidak menyangka, surat yang dikirimkan oleh seseorang yang bukan siapa-siapa seperti dirinya dibalas oleh GM Sudarta yang kala itu memiliki koneksi dengan pendiri Harian Kompas Yacob Oetama.

Dua minggu berselang setelah dia bersurat, diterimalah olehnya surat balasan dari seorang GM Sudarta, bukan hanya tulisan, tapi sebuah logo cantik berbentuk hati dan terdapat ornamen di tengahnya lalu bertulisan tebal di bagian bawah "Kumbara".

"Kumbara itu singkatan dari Kumpulan Bocah Kreatif," kata Puniman sambil memperlihatkan kertas seukuran kartu nama, berwarna kuning pudar yang masih rapi terjaga.

Bagi Puniman, kenanganannya akan almarhum GM Sudarta begitu kuat, hingga kini kenangan itu tidak pernah dilupakannya. Bukan itu, saja, kenangan manisnya dengan pencipta karikatur Oom Pasikom.

Ketika itu Puniman aktif menulis untuk Harian Kompas. Tapi karena satu dan lain hal, beberapa tulisannya jarang diterbitkan di media cetak tertua di Indonesia tersebut. Ia pun nekad untuk mendatangi kantor Kompas sambil membawa berkas-berkas tulisannya.

Kala itulah pertemuan pertamanya dengan GM Sudarta terjadi di kantor Harian Kompas. Tampa aling-aling dia dapat langsung mengenal GM Sudarta, dan langsung menyapanya.

"Dan orang yang mengenalkan saya langsung ke Pak Yacob Oetama adalah GM Sudarta. Dia antarkan saya ke ruang kerjanya, di sana pertama kali saya bertemu dengan Pak Yacob," kata Puniman dengan nada bahagia.

Puniman masih mengingat jelas, kata-kata yang disampaikan GM Sudarta kala itu kepada Yacob Oetama, bahwa dia adalah koresponden Kompas untuk Bogor.

"Dan pak Yacob bilang, kebetulan Kompas butuh koresponden di Bogor. Jadilah saya resmi sebagai koresponden Kompas," kata Puniman.

Kini Puniman sudah pensiun dari Kompas, karya-karyanya banyak mengangkat hal-hal bersifat "human insteres" yang terjadi di Bogor. Seperti tulisan tentang Nenas Bogor, dan sudah semua tempat kuliner di Bogor pernah ditulisnya.


GM Sudarta Ikon Kompas

Pimpinan Redaksi Harian Kompas, Budiman Tanuredjo mengatakan, sosok GM Sudarta sudah melekat dengan Kompas, bahkan dia adalah ikon dari harian cetak terbesar di Indonesia itu.

Ia mengatakan, perjalanan Kompas seiring sejalan dengan karya GM Sudarta, yang hingga usia senjanya masih ingin terus berkarya.

"Sudarta melekat dan menjadi ikon Kompas," katanya lirih.

Sebelum memberikan sambutan usai Misa Requem untuk mendoakan GM Sudarta, Budiman tampak mencoba untuk menegarkan diri, menahan keharuannya atas kehilangan dihadapan keluaga yang ditinggalkan.

Menurut Budiman, GM Sudarta menjadi bagian dari Kompas sejak ia mulai berkarya tahun 1967 sampai 2005 ketika memasuki masa pensiun.

"Sudah 50 tahun berkarya, meski sudah purna, mas GM (Ge-em) masih selalu dan ingin terus berkarya," katanya.

Tetapi karena sakit yang dialaminya, GM Sudarta tidak kuasa menggoreskan penanya waktu itu. Budiman ingat betul, semasa sakit, Almarhum GM Sudarta memiliki satu obsesi untuk menangkal kritikan Benedict Anderson, seorang Indonesianis, yang juga sudah berpulang.

Ben pada waktu itu, lanjutnya, mengritik karya-karya karikartun Indonesia semasa Orde Baru yang anya sekadar lucu. Lalu Ben pada waktu itu ingin membandingkan antara karya karikatur era Orde Baru dan era Orde Lama.

"Ada Sibarani yang disebut oleh Mas GM kala itu, adalah pendekatannya sangat keras, dan konfrotatif," katanya.

Budiman mengatakan, itulah obsesi dari GM Sudarta pada waktu itu, ingin membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh Ben Anderson tidak sepenuhnya benar.

Apa yang ingin disampaikan oleh GM Sudarta tersebut dituangkan dalam tulisan oleh Efix Mulyani, wartawan senior Kompas yang juga sahabat dekat Almarhum. Dengan judul Selamat Jalan GM Sudarta terbit di Kompas cetak 1 Juli 2018.

"Mas GM mengatakan, kita bisa mengritik bagaimana kartunis bisa mengritik tanpa harus membuat orang marah, tetapi sama-sama tertawa, menertawakan diri kita sendiri, menertawakan kekonyolan kita sendiri," kata Budiman.

Budiman mengungkapkan, apa yang disampaikan GM Sudarta dalam karya karikaturnya di Kompas hampir selama 50 tahun, seiring sejalan dengan kebijakan yang ada di editorial Kompas.

"Bukan semata-mata karikatur gambar, tapi karya Mas GM adalah editorial kartun yang sejalan dengan kebijakan editorial Kompas," katanya.

Pada akhir sambutannya, Budiman menyampaikan, bahwa karya-karya GM Sudarta tidak hanya menjadi milik Kompas, tetapi juga milik bangsa. Hal ini terbukti sejak kepergian sang maestro, dari mulai berada di rumah duka Sinar Kasih, ekspresi-ekspresi kehilangan tercermin di media sosial, dan karangan-karangan bunga yang dikirimkan.

"Itu menandakan keunikan dari Mas GM bukan hanya milik Kompas, tetapi juga menjadi milik bangsa ini," kata Budiman.

Puluhan karangan bunga memadati Rumah Duka Sinar Kasih, seperti dari Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah menteri, hingga pejabat negara, dan rekan lainnya.

GM Sudarta lahir di Klaten, Jawa Tengah, 73 tahun silam. Sebelum berpulang, ia telah berpesan kepada keluarganya agar jenazahnya dikremasi dan abunya disimpan di Museum Sapto Hoedojo, Yogyakarta.

Jenazah kartunis Indonesia tersebut dikremasi Senin (2/7) di Krematorium Sentra Medika, Cibinong, Kabupaten Bogor. Abu jenazahnya akan dibawa ke Yogyakarta oleh pihak keluarga Selasa (3/7) besok.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018