Cikarang, Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat nomor 3 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan kembali menjadi polemik setelah gugatan di Mahkamah Agung ditolak.

Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata Kabupaten Bekasi Tri Cahyani di Cikarang, Kamis mengatakan setelah Perda Pariwisata ditetapkan pihaknya langsung melakukan pendataan sosialisasi bersama Tim Pengembangan, Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian, Penertiban dan Penindakkan Pariwisata (P6-Par).

"Dari hasil pendataan dan sosialisasi ada 97 tempat hiburan, seluruhnya kami layangkan surat teguran hingga tiga kali. Hasilnya pun sudah dilaporkan pada Bupati pada April 2017 untuk selanjutnya memerintahkan Satpol PP melakukan penutupan," katanya usai rapat koordinasi terkait Perda Pariwisata bersama Dinas Pariwisata, Satpol PP, dan sejumlah tokoh agama dari Forum Ukhuwah Islamiyah (Fukhis).

Menurut dia pihaknya bersama Tim P6-Par telah menjalankan tugasnya, sedangkan terkait penutupan adalah menjadi kewenangan Satpol PP.

"Yang saya tahu Satpol PP juga sudah mengeluarkan peringatan satu sampai tiga, untuk selanjutnya dilakukan penutupan. Kami juga di sini berharap dukungan dari Satpol PP agar Perda dapat ditegakkan," katanya.

Kepala Satpol PP Kabupaten Bekasi Hudaya mengatakan tidak bisa berbuat banyak terkait penegakkan Perda, sebab meski pada pasal 47 tempat hiburan malam dilarang namun tidak dicantumkan sanksi para larangan tersebut.

"Silakan dilihat di Perda, pasal 47 ada larangannya tetapi tidak diancam pidana. Itu berarti Satpol PP tidak bisa. Kalau kami melarang, terus mereka kembali buka kami tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada ancamannya," katanya.

Sementara itu tokoh agama dan masyarakat setempat Damin Sada mengatakan aturannya sudah ada, putusan dari MA juga sudah keluar, Pemkab harus tegas.

Perda Pariwisata memunculkan kontroversi setelah didalamnya melarang tempat hiburan malam beroperasi di Kabupaten Bekasi, pada pasal 47 disebutkan bahwa diskotik, bar, klab malam, pub, karaoke, panti pijat dan live music merupakan jenis usaha yang dilarang.

Hanya saja sejak ditetapkan dua tahun lalu, Perda tersebut tak kunjung ditegakkan sebab tempat hiburan malam masih bebas beroperasi. Di sisi lain, pasal 47 pun digugat oleh para pengusaha tempat hiburan namun ditolak melalui putusan MA nomor 06 P/Hum/2017. Atas dasar putusan tersebut, Pemkab Bekasi kembali didesak agar Perda Pariwisata ditegakkan.

Pada rapat koordinasi tersebut, perwakilan tokoh agama mendesak agar tempat hiburan ditutup permanen. Desakkan itu pun sempat membuat atmosfer rapat meninggi hingga akhirnya tidak ada keputusan dari rapat tersebut.

Damin mengatakan dalam rapat tersebut Pemkab yang diwakili Dinas Pariwisata dan Satpol PP malah lebih banyak saling lempar kewenangan dari pada menyatakan komitmennya.

"Katanya urusan ini bukan urusannya Satpol PP tapi Dinas Pariwisata, urusan itu bukan Dinas Pariwisata tapi Satpol PP. Saya katakan terserah kalian, intinya aturan harus ditegakkan. Tutup semua tempat hiburan. Kalau tidak mampu dari Perda Pariwisata, cek izinnya, saya yakin mereka tidak ada yang punya izin," katanya.

Pembina Fukhis, Encang Aji menyatakan kecewa atas sikap Pemkab Bekasi yang tidak menunjukkan komitmennya dalam menegakkan aturan dan jika kondisi inj terus terjadi Encang siap terjun ke jalan demi menenggakan aturan.

"Perda itu sudah jadi, tidak bisa mengelak lagi. Enggak ada alasan lagi, Satpol PP eksekusi (tutup tempat hiburan) langsung. Kami siap, seluruh ormas Islam di Kabupaten Bekasi, turun ke jalan untuk mendesak penutupan tempat hiburan," katanya.

Karena tidak didapat titik temu, Satpol PP bersama Dinas Pariwisata berencana akan menggelar pertemuan lanjutan pekan depan.

Pewarta: Mayolus Fajar D dan Pradita Kurniawan Syah

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018