Bogor (Antaranews Megapolitan) - Guru Besar Tetap Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Henry Munandar Manik mengenalkan teknologi akustik untuk eksplorasi sumberdaya dan lingkungan lautan. Salah satunya untuk dunia militer khususnya dalam mengawasi teroris bawah laut (underwater terrorist) seperti keberadaan penyelam musuh.
“Karakteristik penyelam berbeda denga objek lain misalnya ikan atau kapal karam. Teknologi akustik untuk deteksi keberadaan penyelam, kami menggunakan instrumen side scan sonar dan scientific echosounder. Hasilnya adalah ada “objek hitam” yang terdeteksi dan hasil pengukuran serta model numeriknya menunjukkan nilai yang bervariasi terhadap sudut orientasi dari penyelam,” ujar Prof. Manik saat konfereni pers pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (19/4).
Dalam materi orasinya yang berjudul “Peran dan Perkembangan Teknologi Akustik untuk Optimasi Eksplorasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut”, Prof. Manik menjelaskan tentang potensi teknologi akustik di Indonesia. Akustik kelautan merupakan suatu teknologi bawah air yang menggunakan perambatan suara gelombang ke dalam medium air.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar dan prospektif. Informasi potensi, jenis, lokasi sumberdaya kelautan yang berguna untuk mendukung Indonesia menjadi poros maritim dunia masih minim diketahui dan dipahami. Selain itu, dalam penetapan batas-batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, banyak masalah yang muncul.
“Ruang lingkup teknologi akustik tidak terbatas untuk mendeteksi ikan saja, tetapi juga untuk hidrografi, oseanografi, industri minyak dan gas, biota dan ekosistem, militer termasuk pemetaan batas maritim,” ujarnya.
Pembagian akustik kelautan terdiri atas akustik aktif dan pasif. Akustik aktif merupakan subjek penelitian echosounder dan sonar, dimana pulsa suara ditransmisikan ke dalam air dan akan menerima gelombang pantul dari objek yang terdeteksi seperti biota, sedimen tersuspensi, kapal selam atau dasar perairan.
Pemanfaatan akustik bawah air sangat luas, namun dalam paparannya, Prof. Manik menyampaikan empat bagian, yakni kolom perairan, dasar perairan, kepentingan militer dan autonomous.
”Untuk kolom perairan, metode akustik bermanfaat untuk mengukur kelimpahan, ukuran, distribusi dan tingkah laku ikan, zooplankton, dan biota lain. Untuk dasar perairan, kita bisa gunakan untuk klasifikasi dasar perairan, menentukan lapisan-lapisan dasar laut, menentukan titik lokasi keberadaan minyak dan gas dengan seismik laut, tutupan lamun dan terumbu karang. Untuk kepentingan militer, kita bisa mendeteksi penyusup berupa penyelam, kapal selam asing, penentuan batas wilayah negara dan lainnya,” ujarnya.
Untuk autonomous, Prof. Manik dan tim di FPIK IPB bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi di Tanjung Pinang mengembangkan Autonomous Underwater Vehicle (AUV). Sensor akustik dibenamkan pada AUV dan dapat berjalan sendiri mengambil data akustik sesuai perintah. AUV memiliki sistem kecerdasan buatan, sistem navigasi yang presisi, sensor optik dan akustik, komunikasi, acoustic positioning dan sistem populasi.
“Mengingat potensi kelautan kita yang sangat besar, pengembangan teknologi akustik kelautan di Indonesia merupakan suatu keharusan. Negara yang menguasai teknologi kelautan akan mampu menguasai lautnya, sehingga perlu dikembangkan pusat riset unggulan teknologi akustik kelautan yang bergerak dalam pengembangan dan penerapan teknologi akustik kelautan. Ini semua demi terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia,” tandasnya.(zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
“Karakteristik penyelam berbeda denga objek lain misalnya ikan atau kapal karam. Teknologi akustik untuk deteksi keberadaan penyelam, kami menggunakan instrumen side scan sonar dan scientific echosounder. Hasilnya adalah ada “objek hitam” yang terdeteksi dan hasil pengukuran serta model numeriknya menunjukkan nilai yang bervariasi terhadap sudut orientasi dari penyelam,” ujar Prof. Manik saat konfereni pers pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (19/4).
Dalam materi orasinya yang berjudul “Peran dan Perkembangan Teknologi Akustik untuk Optimasi Eksplorasi Sumberdaya dan Lingkungan Laut”, Prof. Manik menjelaskan tentang potensi teknologi akustik di Indonesia. Akustik kelautan merupakan suatu teknologi bawah air yang menggunakan perambatan suara gelombang ke dalam medium air.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang besar dan prospektif. Informasi potensi, jenis, lokasi sumberdaya kelautan yang berguna untuk mendukung Indonesia menjadi poros maritim dunia masih minim diketahui dan dipahami. Selain itu, dalam penetapan batas-batas maritim Indonesia dengan negara tetangga, banyak masalah yang muncul.
“Ruang lingkup teknologi akustik tidak terbatas untuk mendeteksi ikan saja, tetapi juga untuk hidrografi, oseanografi, industri minyak dan gas, biota dan ekosistem, militer termasuk pemetaan batas maritim,” ujarnya.
Pembagian akustik kelautan terdiri atas akustik aktif dan pasif. Akustik aktif merupakan subjek penelitian echosounder dan sonar, dimana pulsa suara ditransmisikan ke dalam air dan akan menerima gelombang pantul dari objek yang terdeteksi seperti biota, sedimen tersuspensi, kapal selam atau dasar perairan.
Pemanfaatan akustik bawah air sangat luas, namun dalam paparannya, Prof. Manik menyampaikan empat bagian, yakni kolom perairan, dasar perairan, kepentingan militer dan autonomous.
”Untuk kolom perairan, metode akustik bermanfaat untuk mengukur kelimpahan, ukuran, distribusi dan tingkah laku ikan, zooplankton, dan biota lain. Untuk dasar perairan, kita bisa gunakan untuk klasifikasi dasar perairan, menentukan lapisan-lapisan dasar laut, menentukan titik lokasi keberadaan minyak dan gas dengan seismik laut, tutupan lamun dan terumbu karang. Untuk kepentingan militer, kita bisa mendeteksi penyusup berupa penyelam, kapal selam asing, penentuan batas wilayah negara dan lainnya,” ujarnya.
Untuk autonomous, Prof. Manik dan tim di FPIK IPB bekerjasama dengan salah satu perguruan tinggi di Tanjung Pinang mengembangkan Autonomous Underwater Vehicle (AUV). Sensor akustik dibenamkan pada AUV dan dapat berjalan sendiri mengambil data akustik sesuai perintah. AUV memiliki sistem kecerdasan buatan, sistem navigasi yang presisi, sensor optik dan akustik, komunikasi, acoustic positioning dan sistem populasi.
“Mengingat potensi kelautan kita yang sangat besar, pengembangan teknologi akustik kelautan di Indonesia merupakan suatu keharusan. Negara yang menguasai teknologi kelautan akan mampu menguasai lautnya, sehingga perlu dikembangkan pusat riset unggulan teknologi akustik kelautan yang bergerak dalam pengembangan dan penerapan teknologi akustik kelautan. Ini semua demi terwujudnya Indonesia sebagai poros maritim dunia,” tandasnya.(zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018