Bogor (Antaranews Megapolitan) - Akhir Maret lalu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mempublikasikan hasil pengujian terhadap berbagai merek ikan dalam kemasan kaleng. Hasilnya, sebanyak 27 merek produk ikan kemasan kaleng impor memang positif mengandung parasit cacing.

Beberapa merek produk dalam negeri juga terpapar parasit cacing karena bahan bakunya juga berasal dari luar negeri. Dari hasil audit komprehensif yang dilakukan BPOM diketahui, parasit cacing dimaksud merupakan cacing laut jenis anisakis berasal dari ikan makarel.

Menindaklanjuti apa yang telah dilakukan BPOM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor awal April lalu segera melakukan sidak. Dimaksudkan untuk ikut mengawasi peredaran ikan makarel kalengan.

Untuk kepentingan sidak tersebut dibentuk kemudian tim gabungan yang terdiri dari unsur Disperindag, Kepolisian, Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Pertanian.

Sidak ke pasar modern, pasar tradisional dan supermarket serta minimarketdilakukan oleh 2 tim. Tim 1 dipimpin Kepala Bidang Sarana dan Komoditi Perdagangan, Disperindag Kota Bogor, Tedy Sutiadi.

Mereka menyasar wilayah Bogor Utara, Bogor Timur dan Bogor Tengah. Sedangkan tim 2 dipimpin Kepala Bidang Tertib Niaga Disperindag Kota Bogor, Mangahit Sinaga. Mereka menyasar wilayah Tanah Sareal, Bogor Barat dan Bogor Selatan.

Menurut Tedy, pengawasan ini dilakukan karena pihaknya tidak ingin konsumen mendapat bahan pangan yang tidak higeinis atau yang terbukti berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.

“Untuk tim 1 hasilnya sementara tidak ditemukan ikan kaleng yang mengandung cacing. Hasil ini diketahui setelah tim mencocokan dengan data produk-produk ikan kaleng yang disinyalir mengandung cacing,” jelasnya.
Petugas Disperindag Kota Bogor, Jawa Barat dan tim gabungan dinas terkait sedang memeriksa produk ikan kemasan kaleng yang mengandung parasit cacing.

Sedangkan tim 2 menyita 100 dus yang ditemukan di salah satu gudang grosir makanan di wilayah Jalan Sholeh Iskandar. Produk tersebut langsung disegel agar tidak terjual.

“Temuan tersebut sesuai dengan kode produk dari BPOM yang telah diedarkan, yaitu Makarel Saos Tomat dengan Kode BPOM : MD 543913001464,” lanjut Tedy.

Ia menegaskan, produk yang terkontaminasi cacing berdasarkan data BPOM hanya produk makanan kaleng ikan makarel. Bukan jenis ikan lainnya.

Selain itu pihaknya juga menyita 100 kaleng ikan makarel yang dijual di warung-warung kecil di wilayah Tanah Sareal, Bogor Barat dan Bogor Selatan.

Berdasarkan data BPOMuntuk sementara ada 27 merk yang mengandung parasit cacing. Saat ini 16 merek produk impor ikan makarel dilarang masuk ke Indonesia dan 11 merk produk dalam negeri ikan makarel dihentikan sementara sampai audit komprehensif selesai dilakukan BPOM.

“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dan hati-hati dalam membeli produk pangan,” pesan Tedy.
Petugas Disperindag Kota Bogor, Jawa Barat dan tim gabungan dinas terkait sedang memeriksa produk ikan kemasan kaleng yang mengandung parasit cacing di pasar tradisional.


Tetaplah konsumsi ikan

Menurut Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Pencernaan, Dr.dr. Ari Fahtizal Syam SpPD, larva cacing anisakis jika tertelan dalam keadaan hidup dapat menempel di dalam lambung atau usus halus. Akibatnya yang menelannya dapat mengeluhkan nyeri perut, mual, muntah, kembung dan diare.

“Selain itu juga bisa menyebabkan reaksi alergi yang bisa berakibat fatal,” katanya pada harian Republika.

Kasus sakit akibat jenis cacing ini banyak ditemukan pada masyarakat Jepang yang menyukai sashimi atau sushi. Begitu pula di masyarakat Amerika, jumlah kasus infeksi anasakis sudah mulai rutin dijumpai, karena tingginya konsumsi mereka terhadap daging ikan mentah.

Harian Republika edisi Senin 9 April 2018 juga mengutip pernyataan pakar keamanan pangan Universitas Gajah Mada, Endang Sutrisnawati Rahayu. Menurutnya, cacing anisakis pada ikan makarel kalengan tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia jika dipastikan dalam kondisi mati.

“Hanya dari segi estetika cacing memang sebaiknya tidak ada dalam ikan yang akan dikonsumsi,” pesannya.

Temuan BPOM pada ikan kalengan itu ditemukan mati. Hal itu dapat dipahami karena dalam proses pengalengan, ikan diolah melalui proses pemanasan hingga mencapai suhu tinggi yaitu 69 derajat celcius. Oleh karena itu Endang Sutrisnawati berharap, temuan itu tidak membuat masyarakat takut mengkonsumsi ikan.

“Yang terpenting perhatikan mengolah dan memasak ikan laut, harus dengan sempurna,” katanya.

Sebab jika proses memasak ikan tanpa panas atau panasnya kurang, larva di dalam ikan tidak mati. Kalau kemudian sampai dikonsumsi manusia, bisa menyebabkan penyakit.

BPOM RI mengimbau masyarakat untuk lebih cermat dan hati-hati dalam membeli produk pangan. Pastikan dengan memeriksa KLIK (Kemasan, Label, Izin Edar dan Kadaluwarsa) sebelum membeli atau mengkonsumsi produk pangan. Pastikan kemasannya dalam kondisi utuh, baca informasi pada label, pastikan memiliki izin edar dari BPOM RI dan tidak melebihi masa kadaluwarsa. Pengaduan ke BPOM RI dapat disampaikan melalui Contact Center HALO BPOM RI di nomor telepon 1-500-533, SMS 0812-1-9999-533, e-mail : halobpom@pom.go.id.
(Advertorial).

Pewarta: Humas Pemkot Bogor

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018