Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Rumah Sakit Haji Jakarta memiliki unggulan layanan kesehatan haji yang spesifik yang berbeda dengan layanan kesehatan pada umumnya, dengan mempunyai assesment individual baik terhadap kesehatan maupun terhadap kemampuan keagamaannya.
"RS Haji Jakarta mempunyai kekhasan (spesifikasi program) untuk mengukur derajat kemampuan fungsional seseorang yang bisa dipertanggung jawabkan secara keilmuan kedokteran maupun keagamaannya," kata Direktur Utama RSHJ Dr. dr. Syarief Hasan Lutfhie dalam keterangan tertulisnya, Sabtu
Rumah Sakit Haji Jakarta yang menjadi RS dibawah kepemilikan Kementerian Agama RI dan statusnya bersiap menjadi Badan Layanan Umum (BLU), untuk itu perlu penguatan terkait program unggulan yang spesifik dari rumah sakit tersebut.
Syarief mengatakan ibadah fisik yang dilakukan jamaah haji berlangsung dalam waktu tertentu dan tempat tertentu selama masa persiapan penyelenggaraan dan pemulangan dalam waktu 40 hari.
Sehingga kewajiban jamaah haji itu sendri dan pemerintah untuk melindungi aspek kemampuan fisiknya dan perjalanan ibadahnya secara aman, sehat dan nyaman.
Dikatakannya parameter yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan ibadah haji tersebut tidak hanya mengandalkan diagnosa penyakit (tujuan utama melaksanakan ibadah haji bukan untuk berobat tetapi untuk melaksanakan ibadah haji) sementara jamaah haji Indonesia rata rata Jamaah Lansia yang mempunyai bawaan penyakit dari tanah air.
"Perlunya menentukan kapasitas fungsional (VO2Max) pada jamaah haji menjadi keharusan dalam perjalanan ibadah haji yang menyertai diagnosa penyakit," katanya.
Parameter VO2Max inilah yang menjadi cut off point jamaah tersebut mampu laksanakan atau tidak, atau perlu bantuan, sehingga jamaah haji yang akan diberangkatkan dapat diprediksi kemampuan fungsionalnya.
Untuk itu RS Haji Jakarta menghadirkan unit pelayanan khusus untuk Jamaah Haji dan Umroh yang disebut Pusat Pelayanan Terpadu Kesehatan Haji dan Umroh (P2TKHU).
Bentuk pelayanan kesehatan satu pintu lanjutnya, terintegrasi dengan pelayanan keagamaan terkait dengan permasalahan Haji dan Umroh yang melibatkan keilmuan multidisiplin kedokteran berazas interprofesionalisme.
Yang bertujuan memudahkan pelayanan secara komprehensif dan sudah dipatenkan di Kemenkumham, agar dapat dicapai Istithoah secara menyeluruh baik amaliah, badaniah, amniyah. Instrumen yang dibuat berdasarkan hasil riset tersebut dikemas dalam bentuk SHL HI Watch.
"Program pengukuran parameter fungsional (VO2Max), mengacu pada gambaran jamaah haji Indonesia dan dibuat program digitalisasi secara mudah, murah dan efektif," jelasnya.
Dalam acara Silaturahmi Keluarga Besar RS Haji Jakarta dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Kamis (19/4) menyatakan kajian harus dilakukan menyeluruh dan mudah-mudahan tidak terlalu lama hasil dari kajian itu kita dapatkan dan segara mengukuhkan status RS haji ini apakah menjadi BLU atau menjadi rumah sakit pendidikan.
"Yang jelas sekarang RS haji ini di bawah Kemenag," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"RS Haji Jakarta mempunyai kekhasan (spesifikasi program) untuk mengukur derajat kemampuan fungsional seseorang yang bisa dipertanggung jawabkan secara keilmuan kedokteran maupun keagamaannya," kata Direktur Utama RSHJ Dr. dr. Syarief Hasan Lutfhie dalam keterangan tertulisnya, Sabtu
Rumah Sakit Haji Jakarta yang menjadi RS dibawah kepemilikan Kementerian Agama RI dan statusnya bersiap menjadi Badan Layanan Umum (BLU), untuk itu perlu penguatan terkait program unggulan yang spesifik dari rumah sakit tersebut.
Syarief mengatakan ibadah fisik yang dilakukan jamaah haji berlangsung dalam waktu tertentu dan tempat tertentu selama masa persiapan penyelenggaraan dan pemulangan dalam waktu 40 hari.
Sehingga kewajiban jamaah haji itu sendri dan pemerintah untuk melindungi aspek kemampuan fisiknya dan perjalanan ibadahnya secara aman, sehat dan nyaman.
Dikatakannya parameter yang dijadikan acuan dalam melaksanakan kegiatan ibadah haji tersebut tidak hanya mengandalkan diagnosa penyakit (tujuan utama melaksanakan ibadah haji bukan untuk berobat tetapi untuk melaksanakan ibadah haji) sementara jamaah haji Indonesia rata rata Jamaah Lansia yang mempunyai bawaan penyakit dari tanah air.
"Perlunya menentukan kapasitas fungsional (VO2Max) pada jamaah haji menjadi keharusan dalam perjalanan ibadah haji yang menyertai diagnosa penyakit," katanya.
Parameter VO2Max inilah yang menjadi cut off point jamaah tersebut mampu laksanakan atau tidak, atau perlu bantuan, sehingga jamaah haji yang akan diberangkatkan dapat diprediksi kemampuan fungsionalnya.
Untuk itu RS Haji Jakarta menghadirkan unit pelayanan khusus untuk Jamaah Haji dan Umroh yang disebut Pusat Pelayanan Terpadu Kesehatan Haji dan Umroh (P2TKHU).
Bentuk pelayanan kesehatan satu pintu lanjutnya, terintegrasi dengan pelayanan keagamaan terkait dengan permasalahan Haji dan Umroh yang melibatkan keilmuan multidisiplin kedokteran berazas interprofesionalisme.
Yang bertujuan memudahkan pelayanan secara komprehensif dan sudah dipatenkan di Kemenkumham, agar dapat dicapai Istithoah secara menyeluruh baik amaliah, badaniah, amniyah. Instrumen yang dibuat berdasarkan hasil riset tersebut dikemas dalam bentuk SHL HI Watch.
"Program pengukuran parameter fungsional (VO2Max), mengacu pada gambaran jamaah haji Indonesia dan dibuat program digitalisasi secara mudah, murah dan efektif," jelasnya.
Dalam acara Silaturahmi Keluarga Besar RS Haji Jakarta dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Kamis (19/4) menyatakan kajian harus dilakukan menyeluruh dan mudah-mudahan tidak terlalu lama hasil dari kajian itu kita dapatkan dan segara mengukuhkan status RS haji ini apakah menjadi BLU atau menjadi rumah sakit pendidikan.
"Yang jelas sekarang RS haji ini di bawah Kemenag," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018