Bogor (Antaranews Megapolitan) - Penangan masalah kemiskinan dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan. Pemerintah Kota Bogor sejak satu dekade terakhir telah menjadikan penanganan kemiskinan sebagai salah satu program kerja prioritas. Sedangkan pemerintah pusat juga terus melancarkan pelaksanaan berbagai program yang bertujuan untuk membantu meringankan beban warga miskin.
Salah satu program yang kini tengah dilancarkan adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini merupakan program pemberian bantuan sosial masyarakat kepada keluarga miskin yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat. PKH ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup keluarga penerima manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Mereka yang dinilai paling berhak menerima PKH adalah keluarga miskin yang memenuhi minimal satu dari kriteria. Ada tiga komponen yang digunakan sebagai kriteria bagi keluarga penerima manfaat. Masing-masing adalah komponen kesehatan, komponen pendidikan dan komponen kesejahteraan sosial.
Untuk yang terkait dengan komponen kesehatan, mereka adalah keluarga yang memiliki ibu hamil/nifas serta anak usia di bawah 6 tahun. Terkait dengan komponen pendidikan, mereka adalah keluarga yang memiliki anak usia sekolah tingkat SD, SMP dan SMA sederajat. Sedangkan untuk komponen kesejahteraan sosial, mereka adalah keluarga yang memiliki warga lanjut usia mulai dari usia 70 tahun serta memiliki anggota penderita disabilitas berat.
Di dalam pelaksanaannya setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) akan mendapatkan bantuan berupa uang per tahun sebesar Rp 1.800.000,- untuk KPM regular dan masing-masing Rp 2.000.000,- untuk KPM Lanjut Usia, KPM Penyandang disabilitas serta KPM di Papua dan Papua Barat. Dana dibagikan dengan sistim non tunai dalam 4 tahap, sehingga karena itu masing-masing PKH dibekali Kartu ATM untuk pencairannya.
Menurut Dra. Elly Yulia, Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial Keluarga dan Penanganan Fakir Miskin, Dinas Sosial Kota Bogor, dana tersebut sifatnya tunjangan. Dana itu misalnya dapat dimanfaatkan untuk membantu mereka membeli buku, alat tulis, tas sekolah dan seragam sekolah.
“Jadi bukan untuk biaya sekolah, karena biaya sekolah sudah ditanggung oleh program BOS,” jelasnya.
Sedangkan untuk kepentingan kesehatan, dana tersebut bisa dimanfaatkan seperti untuk membeli makanan tambahan nutrisi yang diperlukan ibu hamil dan balita. Bukan untuk membayar pelayanan kesehatan, karena hal itu sudah ditanggulangi melalui program BPJS.
Agar pemanfaatan dana tersebut tepat sasaran, maka setiap keluarga penerima manfaat mendapatkan pendampingan dari petugas.
“Jangan sampai dana yang mereka terima dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif,” lanjut Elly.
Oleh karena itu para petugas pendamping dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan posyandu jika penerimanya anak balita atau ibu hamil dan dengan sekolah jika penerimanya pelajar. Jika ada indikasi dana tersebut tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya, petugas pendamping punya hak untuk menghentikan bantuan.
Pemberhentian bantuan kepada satu keluarga misalnya, dapat juga diusulkan oleh aparat wilayah, berdasarkan kenyataan, keluarga tersebut sudah tidak sesuai dengan kriteria penerima. Usulan dapat disampaikan ke petugas pendamping yang akan meneruskan usulan tersebut ke TNP2K, selaku lembaga berskala nasional yang memiliki otoritas penuh pada program ini.
Untuk Kota Bogor, saat ini terdapat 61 petugas pendamping. Mereka dilengkapi dengan 5 orang operator dan 1 orang koordinator. Dengan jumlah tersebut maka setiap petugas pendamping, bertugas mendampingi sekitar 200 sampai dengan 250 keluarga penerima manfaat.Dalam melaksanakan tugasnya mereka berkoordinasi dengan Dinas Sosial.
“Karena Dinsos berkewajiban mengontrol kinerja para petugas pendamping,” jelas Elly.
Pada tahun 2008 di Kota Bogor terdapat 14.338 KPM. Mereka terseleksi dari 14.774 calon KPM. Sampai dengan tahun 2016, jumlahnya menurun sebanyak 5.757 KPM sehingga tinggal 8.581 KPM. Namun pada tahun 2016 itu pula, pemerintah menetapkan adanya tambahan 6.671 KPM di Kota Bogor yang merupakan hasil seleksi dari 9.823 calon KPM. Dengan tambahan pada tahun 2017, maka pada tahun 2018 di Kota Bogor tercatat ada 14.782 KPM.
Dengan jumah tersebut maka pada tahun 2018, pagu bantuan sosial PKH di Kota Bogor berjumlah Rp 9.009.500.000,-. Pada tahap I tahun 2018, jumlah yang sudah dicairkan mencapai Rp 8.624.000.000 dan tersisa sebanyak Rp 384.500.000,-.
Menurut Elly jumlah tersisa tersebut adalah dana yang belum dicairkan oleh sebagian penerima.
“Ada sebagian diantara PKH yang menjadikan dana tersebut sebagai dana tabungan yang diambil jika mereka benar-benar sudah memerlukannya,” jelas Elly.
Dengan adanya dana PKH di rekening bank masing-masing, maka para PKH memiliki harapan untuk dapat mempergunakan dana PKH agar dapat menutup kebutuhan yang sudah ditentukan. Mereka memang dapat berharap pada Program Keluarga Harapan. (Advertorial)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Salah satu program yang kini tengah dilancarkan adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini merupakan program pemberian bantuan sosial masyarakat kepada keluarga miskin yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat. PKH ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup keluarga penerima manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial.
Mereka yang dinilai paling berhak menerima PKH adalah keluarga miskin yang memenuhi minimal satu dari kriteria. Ada tiga komponen yang digunakan sebagai kriteria bagi keluarga penerima manfaat. Masing-masing adalah komponen kesehatan, komponen pendidikan dan komponen kesejahteraan sosial.
Untuk yang terkait dengan komponen kesehatan, mereka adalah keluarga yang memiliki ibu hamil/nifas serta anak usia di bawah 6 tahun. Terkait dengan komponen pendidikan, mereka adalah keluarga yang memiliki anak usia sekolah tingkat SD, SMP dan SMA sederajat. Sedangkan untuk komponen kesejahteraan sosial, mereka adalah keluarga yang memiliki warga lanjut usia mulai dari usia 70 tahun serta memiliki anggota penderita disabilitas berat.
Di dalam pelaksanaannya setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) akan mendapatkan bantuan berupa uang per tahun sebesar Rp 1.800.000,- untuk KPM regular dan masing-masing Rp 2.000.000,- untuk KPM Lanjut Usia, KPM Penyandang disabilitas serta KPM di Papua dan Papua Barat. Dana dibagikan dengan sistim non tunai dalam 4 tahap, sehingga karena itu masing-masing PKH dibekali Kartu ATM untuk pencairannya.
Menurut Dra. Elly Yulia, Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial Keluarga dan Penanganan Fakir Miskin, Dinas Sosial Kota Bogor, dana tersebut sifatnya tunjangan. Dana itu misalnya dapat dimanfaatkan untuk membantu mereka membeli buku, alat tulis, tas sekolah dan seragam sekolah.
“Jadi bukan untuk biaya sekolah, karena biaya sekolah sudah ditanggung oleh program BOS,” jelasnya.
Sedangkan untuk kepentingan kesehatan, dana tersebut bisa dimanfaatkan seperti untuk membeli makanan tambahan nutrisi yang diperlukan ibu hamil dan balita. Bukan untuk membayar pelayanan kesehatan, karena hal itu sudah ditanggulangi melalui program BPJS.
Agar pemanfaatan dana tersebut tepat sasaran, maka setiap keluarga penerima manfaat mendapatkan pendampingan dari petugas.
“Jangan sampai dana yang mereka terima dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif,” lanjut Elly.
Oleh karena itu para petugas pendamping dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan posyandu jika penerimanya anak balita atau ibu hamil dan dengan sekolah jika penerimanya pelajar. Jika ada indikasi dana tersebut tidak dimanfaatkan sesuai tujuannya, petugas pendamping punya hak untuk menghentikan bantuan.
Pemberhentian bantuan kepada satu keluarga misalnya, dapat juga diusulkan oleh aparat wilayah, berdasarkan kenyataan, keluarga tersebut sudah tidak sesuai dengan kriteria penerima. Usulan dapat disampaikan ke petugas pendamping yang akan meneruskan usulan tersebut ke TNP2K, selaku lembaga berskala nasional yang memiliki otoritas penuh pada program ini.
Untuk Kota Bogor, saat ini terdapat 61 petugas pendamping. Mereka dilengkapi dengan 5 orang operator dan 1 orang koordinator. Dengan jumlah tersebut maka setiap petugas pendamping, bertugas mendampingi sekitar 200 sampai dengan 250 keluarga penerima manfaat.Dalam melaksanakan tugasnya mereka berkoordinasi dengan Dinas Sosial.
“Karena Dinsos berkewajiban mengontrol kinerja para petugas pendamping,” jelas Elly.
Pada tahun 2008 di Kota Bogor terdapat 14.338 KPM. Mereka terseleksi dari 14.774 calon KPM. Sampai dengan tahun 2016, jumlahnya menurun sebanyak 5.757 KPM sehingga tinggal 8.581 KPM. Namun pada tahun 2016 itu pula, pemerintah menetapkan adanya tambahan 6.671 KPM di Kota Bogor yang merupakan hasil seleksi dari 9.823 calon KPM. Dengan tambahan pada tahun 2017, maka pada tahun 2018 di Kota Bogor tercatat ada 14.782 KPM.
Dengan jumah tersebut maka pada tahun 2018, pagu bantuan sosial PKH di Kota Bogor berjumlah Rp 9.009.500.000,-. Pada tahap I tahun 2018, jumlah yang sudah dicairkan mencapai Rp 8.624.000.000 dan tersisa sebanyak Rp 384.500.000,-.
Menurut Elly jumlah tersisa tersebut adalah dana yang belum dicairkan oleh sebagian penerima.
“Ada sebagian diantara PKH yang menjadikan dana tersebut sebagai dana tabungan yang diambil jika mereka benar-benar sudah memerlukannya,” jelas Elly.
Dengan adanya dana PKH di rekening bank masing-masing, maka para PKH memiliki harapan untuk dapat mempergunakan dana PKH agar dapat menutup kebutuhan yang sudah ditentukan. Mereka memang dapat berharap pada Program Keluarga Harapan. (Advertorial)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018