Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kolibasilosis merupakan salah satu penyebab kematian pada anak sapi. Kebanyakan kasus ini terjadi pada umur kurang dari satu minggu. Tanda khusus penyakit ini berupa diare profus dengan feses berwarna putih kekuning-kuningan cair seperti pasta, berbau busuk sehingga penyakit ini dikenal dengan nama white scours.

Agen penyebab utama diare neonatal dan penyebab kematian anak sapi yang sering ditemukan di lapangan adalah Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Antibiotika sering digunakan untuk pengobatan kasus diare pada anak sapi. Namun demikian, hasil  pengobatan ini tidak memuaskan, dimana kasus diare dan kematian anak sapi masih tinggi. Disamping itu penggunaan antibiotika dalam pengobatan terhadap ETEC seringkali menimbulkan masalah resistensi.

Peneliti Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (FKH IPB),  Anita Esfandiari, Retno Wulansari, I Wayan Teguh Wibawan dan Sri Murtini meneliti kinerja kesehatan sapi neonatus yang diberi kolostrum dari induk sapi yang divaksinasi dengan Escherichia coli polivalen.

“Kolostrum merupakan hasil sekresi kelenjar ambing induk yang terkumpul selama beberapa minggu terakhir masa kebuntingan hingga beberapa saat setelah melahirkan, dan disekresikan segera sesudah melahirkan. Pendekatan  imunisasi pasif melalui pemberian ko­lostrum dari induk yang sudah divaksinasi kepada anak sapi neonatus dapat dijadikan salah satu alternatif solusi dalam upaya penanggulangan kasus diare akibat enterotoxige­nic E. coli K-99,” ujar Anita.

Dari hasil yang didapat, peneliti ini menemukan bahwa diare  muncul pada 12 sampai 26 jam setelah uji tantang pada semua anak sapi kelompok nonkolostrum dan beberapa anak sapi kelompok kolostrum. Kelompok nonkolostrum memperlihatkan tanda klinis dengan diare parah sebagai diare profus yang berwarna pucat kekuningan,  dan satu ekor mati pada tiga hari setelah uji tantang. Sebaliknya pada kelompok kolostrum memperlihatkan diahe sedang pada lima dari delapan ekor.

“Perbedaan yang muncul diantara kelompok nonkolostrum dan kelompok kolostrum adalah kejadian kematian dan diare. Kejadian diare lebih sedikit dan lebih ringan pada kelompok kolostrum dibandingkan dengan kelompok nonkolostrum. Kematian hanya terjadi pada anak-anak sapi neona­tus kelompok nonkolostrum,” ungkapnya.

Berdasarkan percobaan tersebut peneliti ini menyimpulkan bahwa konsumsi kolostrum yang berasal dari induk yang telah divaksinasi dengan vaksin E.  coli polivalen mampu memberikan proteksi anak sapi neonatus terhadap infeksi enterotoxigenic E.coli K99.  (IRM/ris)

Pewarta: Oleh: Humas IPB/Anita Esfandiari dan Tim

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018