Bogor (Antaranews Megapolitan) - Guru besar Fakultas Metematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB Prof Aji Hamim Wigena mengembangkan model statistik downscaling atau SD untuk pendugaan curah hujan ekstrim.

Prof Aji dalam orasi guru besar di Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Sabtu, mengatakan, informasi tentang curah hujan yang akurat dan cepat diperlukan dalam upaya mengantisipasi dampak buruk dari curah hujan ekstrim.

"Informasi ini dapat diperoleh melalui pendugaan curah hujan antara lain dengan model statistical downscaling (SD) yang memanfaatkan data luaran General Circulation Model (GCM)," katanya.

Ia mengatakan sejak dahulu curah hujan yang ekstrim berpengaruh secara langsung terhadap ketersediaan air. Kurangnya ketersediaan air akan berdampak kekeringan, dan sebaliknya, apabila kelebihan air akan menimbulkan banjir.

Model SD lanjutnya, merupakan suatu fungsi transfer yang menggambarkan hubungan fungsional sirkulasi atmosfir global dengan unsur-unsur iklim lokal.

Sedangkan GCM merupakan model numerik, deterministik, dan simulasi komputer yang kompleks tentang kondisi iklim dengan berbagai komponennya yang berubah sepanjang waktu.

"GCM menggambarkan hubungan matematik sejumlah interaksi fisika, kimia, dan dinamika atmosfer bumi," katanya.

Menurutnya model tersebut diakui dan diyakini sebagai model penting dalam upaya memahami iklim di masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Data luaran GCM berorietnasi spasial (grid-grid), dengan koordinat latitude (lintang) dengan longitude (bujur), dan temporal (waktu) yang beresolusirendah atau skala besar.

Selain sebagai alat prediksi utama iklim dan cuaca, GCM juga sebagai sumber informasi primer untuk menilai pengaruh perubahan iklim di masa datang.

"Resolusi GCM terlalu rendah untuk memprediksi iklim lokal tetapi GCM masih mungkin digunakan untuk memprediksi iklim lokal," katanya.

Ia mengatakan model SD dapat digunakan untuk prediksi dan proyeksi unsur-unsur iklim. Prediksi umumnya dilakukan untuk skala waktu yang pendek (harian, mingguan, bulanan, musiman, sampai satu tahunan) baik untuk masa yang akan datang maupun masa lampau.

Proyeksi pendugaan dilakukan dilakukan untuk skala waktu ke depan yang panjang (puluhan tahun). Hasil proyeksi dapat digunakan untuk menganalisis keragaman iklim lokal.

"Model SD dapat digunakan juga untuk rekonstruksi data historis," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, penelitian pemodelan SD dimulai tahun 2004-2006 dengan penentuan berbagai domain GCM sehingga diperoleh domain 8x8 yang terbaik. Domain ini berperan penting dalam pemodelan SD.

Keberhasilan pemodelan SD untuk data curah hujan terutama kejadian ekstrim dapat dijadikan sebagai tahap awal pemodelan SD untuk unsur iklim lainnya seperti suhu ekstrim.

"Kejadian suhu ekstrim rendah yang mungkin terjadi di dataran tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya tanapan padi dan produksinya," katanya.

Prof Aji mengatakan dirinya berkoordinasi dengan BMKG dalam pengembangan model SD ini. Selama ini BMKG tidak menggunakan model yang sama dengan yang dikembangkannya. BMKG juga merekomendasikan agar dirinya dapat mengunakan model tersebut dalam mengukur suhu ekstrim.

Menurutnya pendugaan cuaca ekstrim dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam pengambilan kebijakan terutama antisipasi bencana, termasuk dalam menentukan kalender tanam di sektor pertanian.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018