Bogor (Antaranews Megapolitan) - Siapa yang tidak mengenal ojek online? Kendaraan bermotor roda dua berbasis aplikasi online itu tentu saja sudah banyak diketahui oleh masyarakat. Keberadaannya menjadi oase bagi masyarakat di tengah kemacetan yang seringkali menjadi momok bagi masyarakat yang tinggal di kota-kota besar Indonesia, tidak terkecuali Jakarta beserta kota-kota penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Terdapat banyak brand ojek online yang berkembang di Indonesia. Namun, menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (2017), urutan rating tertinggi brand ojek online adalah Gojek (72.6%), Grab (66.9%) dan Uber (51%).
Demikian yang disampaikan dalam riset yang dilakukan oleh mahasiswa program Pascasarjana Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB), Hasdevi A dan Drajat; bersama staf pengajar program studi Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB, Lilik Noor Yulianti dan Megawati Simanjuntak.
Megawati mengatakan, penelitian ini dilakukan mengingat fenomena tentang ojek online ini sangat menarik perhatian.
''Penerimaan ojek online di masyarakat masih menimbulkan pro dan kontra. Banyak pengguna ojek online merasa sangat terbantu dengan adaya ojek online yang bersifat praktis, mudah dan murah. Namun, pada beberapa kasus seringkali keberadaan ojek online menimbulkan perselisihan dengan para pengemudi ojek pangkalan, khususnya di kawasan perumahan-perumahan tertentu,'' ujarnya.
Lebih lanjut Megawati menjelaskan, penelitian dilakukan pada 200 responden di Kecamatan Bogor Utara. Mayoritas pengguna ojek online merupakan perempuan yang berada pada kelompok usia 15-24 tahun serta berprofesi sebagai mahasiswa. Meskipun merupakan kelompok usia pengguna jasa ojek online terbanyak, tetapi kelompok usia tersebut cenderung tidak loyal pada satu brand tertentu saja. Lebih dari setengah pengguna ojek online pada usia tersebut memiliki ketiga brand ojek online.
''Mereka cenderung membandingkan ketiga brand ojek online tersebut sebelum memutuskan untuk menggunakan salah satunya karena alasan harga maupun promosi. Fakta menarik lainnya adalah mayoritas responden tersebut merupakan pemilik kendaraan mobil, motor dan sepeda. Kepemilikan kendaraan ini rupanya tidak menyurutkan niat responden untuk menggunakan jasa ojek online karena penggunaan jasa ojek online dianggap murah serta mampu mengefisiensikan waktu,'' papar Megawati.
Keberadaan ojek online sedikit banyak memang sudah diterima oleh masyarakat. Perusahaan sudah mampu memberikan fasilitas yang sangat baik pada pelayanan ojek online. Namun, layaknya dua sisi mata uang, penggunaan ojek online bukan hanya dapat dilihat dari sisi manfaatnya, tetapi juga dari sisi sebaliknya.
''Sebuah pertanyaan mulai timbul, adakah jaminan perlindungan dalam menggunakan ojek online?'' tanya Megawati.
Meskipun masih belum terdapat data aktual mengenai kecelakaan kendaraan bermotor menggunakan ojek online, tetapi jika digeneralisasi, angka kecelakaan kendaraan bermotor roda dua masih tergolong sangat tinggi. Jasa Raharja yang menjadi lembaga resmi untuk perlindungan jaminan keselamatan konsumen pada kecelakaan kendaraan sendiri mengklaim bahwa penumpang umum yang diakui oleh Jasa Raharja adalah kendaraan dengan izin resmi oleh Kementerian Perhubungan/Dinas Perhubungan setempat. Sedangkan ojek online masih belum memiliki izin dari Kementerian Perhubungan/Dinas Perhubungan setempat.
Namun, kata Megawati, hal ini bukan berarti bahwa konsumen tidak dapat menggunakan jasa ojek online, hanya saja konsumen sebaiknya dapat melindungi dirinya sendiri saat menggunakan jasa ojek online.
''Pastikan bahwa keselamatan harus menjadi nomor satu dalam menggunakan jasa ojek online. Semoga di kemudian hari terdapat solusi terbaik mengenai ojek online,'' pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Terdapat banyak brand ojek online yang berkembang di Indonesia. Namun, menurut survei yang dilakukan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (2017), urutan rating tertinggi brand ojek online adalah Gojek (72.6%), Grab (66.9%) dan Uber (51%).
Demikian yang disampaikan dalam riset yang dilakukan oleh mahasiswa program Pascasarjana Sekolah Bisnis, Institut Pertanian Bogor (IPB), Hasdevi A dan Drajat; bersama staf pengajar program studi Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia (Fema) IPB, Lilik Noor Yulianti dan Megawati Simanjuntak.
Megawati mengatakan, penelitian ini dilakukan mengingat fenomena tentang ojek online ini sangat menarik perhatian.
''Penerimaan ojek online di masyarakat masih menimbulkan pro dan kontra. Banyak pengguna ojek online merasa sangat terbantu dengan adaya ojek online yang bersifat praktis, mudah dan murah. Namun, pada beberapa kasus seringkali keberadaan ojek online menimbulkan perselisihan dengan para pengemudi ojek pangkalan, khususnya di kawasan perumahan-perumahan tertentu,'' ujarnya.
Lebih lanjut Megawati menjelaskan, penelitian dilakukan pada 200 responden di Kecamatan Bogor Utara. Mayoritas pengguna ojek online merupakan perempuan yang berada pada kelompok usia 15-24 tahun serta berprofesi sebagai mahasiswa. Meskipun merupakan kelompok usia pengguna jasa ojek online terbanyak, tetapi kelompok usia tersebut cenderung tidak loyal pada satu brand tertentu saja. Lebih dari setengah pengguna ojek online pada usia tersebut memiliki ketiga brand ojek online.
''Mereka cenderung membandingkan ketiga brand ojek online tersebut sebelum memutuskan untuk menggunakan salah satunya karena alasan harga maupun promosi. Fakta menarik lainnya adalah mayoritas responden tersebut merupakan pemilik kendaraan mobil, motor dan sepeda. Kepemilikan kendaraan ini rupanya tidak menyurutkan niat responden untuk menggunakan jasa ojek online karena penggunaan jasa ojek online dianggap murah serta mampu mengefisiensikan waktu,'' papar Megawati.
Keberadaan ojek online sedikit banyak memang sudah diterima oleh masyarakat. Perusahaan sudah mampu memberikan fasilitas yang sangat baik pada pelayanan ojek online. Namun, layaknya dua sisi mata uang, penggunaan ojek online bukan hanya dapat dilihat dari sisi manfaatnya, tetapi juga dari sisi sebaliknya.
''Sebuah pertanyaan mulai timbul, adakah jaminan perlindungan dalam menggunakan ojek online?'' tanya Megawati.
Meskipun masih belum terdapat data aktual mengenai kecelakaan kendaraan bermotor menggunakan ojek online, tetapi jika digeneralisasi, angka kecelakaan kendaraan bermotor roda dua masih tergolong sangat tinggi. Jasa Raharja yang menjadi lembaga resmi untuk perlindungan jaminan keselamatan konsumen pada kecelakaan kendaraan sendiri mengklaim bahwa penumpang umum yang diakui oleh Jasa Raharja adalah kendaraan dengan izin resmi oleh Kementerian Perhubungan/Dinas Perhubungan setempat. Sedangkan ojek online masih belum memiliki izin dari Kementerian Perhubungan/Dinas Perhubungan setempat.
Namun, kata Megawati, hal ini bukan berarti bahwa konsumen tidak dapat menggunakan jasa ojek online, hanya saja konsumen sebaiknya dapat melindungi dirinya sendiri saat menggunakan jasa ojek online.
''Pastikan bahwa keselamatan harus menjadi nomor satu dalam menggunakan jasa ojek online. Semoga di kemudian hari terdapat solusi terbaik mengenai ojek online,'' pungkasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018