Jakarta (Antaranews Megapolitan) - Pemerintah Turki mengajukan protes terhadap pilihan Amerika Serikat bekerja sama dengan Unit Perlindungan Masyarakat (YPG) untuk memerangi pegaris keras di kawasan Timur Tengah.

Protes tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.

Cavusoglu mengatakan pemerintah AS telah keliru memilih mitra untuk memerangi ISIS di Timur Tengah. Pasalnya, YPG dianggap sebagai bagian dari pegaris keras yang terafiliasi dengan kelompok terlarang Partai Buruh Kurdistan (PKK).

"Kebuntuan justru terjadi antara kami (pemerintah Turki) dan Amerika Serikat, khususnya karena mitra yang dipilih AS dalam perang melawan ISIS.
(Pemerintah AS) memilih organisasi teroris untuk dijadikan rekan. Kelompok yang disebut Unit Perlindungan Masyarakat (YPG), merupakan bagian dari kelompok pegaris keras yang terlarang, Partai Buruh Kurdistan (PKK)," kata Cavusoglu dalam tulisannya bertajuk "Amerika Keliru Memilih Rekan"(America Has Chosen the Wrong Partner).

YPG atau PKK, menurut menlu Turki telah menggunakan berbagai macam nama dan mengganti struktur organisasinya. Namun, kelompok tersebut tetap menggunakan propaganda dan sumber dana yang sama.

"Para pelaku bom bunuh diri dari PKK dilatih di kamp milik YPG di Suriah," ujar Cavusoglu.

Pemerintah Turki mengapresiasi komitmen AS untuk berkontribusi memerangi ISIS di Timur Tengah, tetapi upaya tersebut tidak dapat menafikkan kelompok teroris lain yang perlu diperangi.

"Amerika Serikat telah mengatakan kepada kami (Pemerintah Turki) bahwa AS ingin tetap terlibat dan perlu menempatkan pasukan di Suriah demi mencegah sisa pasukan Daesh (ISIS) untuk berkumpul kembali. Namun, perang melawan Daesh tidak dapat melupakan bahwa, ada perang terhadap kelompok teroris lain yang mengancam negara dan keamanan rakyat Turki," jelas Cavusoglu.

Pemerintah Turki cukup kecewa dengan temuan bahwa AS memasok senjata dan menyediakan pelatihan militer untuk anggota YPG/PKK.

"Yang membuat Turki kecewa, teroris YPG/PKK di perbatasan Irak dan Suriah menggunakan senjata dan pelatihan yang diberikan AS. Senjata yang disita oleh pasukan keamanan Turki dari PKK juga meningkat secara signifikan dalam hal jumlah dan kecanggihannya," tambahnya.

Cavusoglu menegaskan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah Turki melihat tingginya potensi ancaman dari YPG dan ISIS di beberapa kampnya di Suriah.

"Keberadaan teroris di wilayah perbatasan dengan Suriah telah mengancam jiwa dan harta dari rakyat yang tinggal di perbatasan," jelas Cavusoglu.

Dengan demikian, demi menanggulangi kelompok tersebut, pemerintah Turki telah meluncurkan operasi militer "Olive Branch".

"Operasi ini memiliki tujuan yang jelas untuk menjamin keamanan di perbatasan dan menetralisir teroris di wilayah Afrin. Hal ini dilakukan atas dasar hukum internasional, sesuai dengan hak untuk membela diri. Sasarannya adalah teroris, tempat penampungan mereka, senjata dan infrastruktur terkait. Tentara Turki bertindak dengan sangat hati-hati agar tidak melukai warga sipil," terang Cavusoglu.

Sementara itu, Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi pada Desember tahun lalu telah mengumumkan kemenangan negaranya melawan ISIS.

Ia mengatakan bahwa pasukan militer berhasil merebut kembali sejumlah daerah di perbatasan Irak-Suriah yang sebelumnya berada di bawah kendali ISIS.
Perang melawan ISIS tidak hanya berlangsung di Timur Tengah, tetapi sejumlah simpatisannya sempat mengadakan aksi di wilayah Asia Tenggara, termasuk Filipina dan Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk melawan ISIS dengan mengadakan kerja sama dengan Filipina, dan Malaysia.
Sebelumnya pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan Australia untuk memerangi simpatisan ISIS di Filipina. 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018