Purwakarta (Antaranews Megapolitan) - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyatakan daerahnya belum membutuhkan impor beras karena daerah ini surplus hingga sekitar 20 ribu ton beras.
"Purwakarta surplus beras. Jadi belum membutuhkan impor beras," katanya saat ditanya mengenai wacana kebijakan impor beras, di Purwakarta, Senin.
Ia menyarankan pemerintah tidak melakukan impor beras, tetapi cukup dengan mengubah regulasi dan pengelolaan pendistribusian beras.
"Impor beras belum perlu. Selama ada stok di gudang Bulog dan petani, saya kira tidak perlu impor beras," kata dia.
Dikatakannya, pola pertanian yang berbasis upah berupa uang merupakan fenomena yang terjadi di beberapa wilayah penghasil beras. Kondisi itu membuat harga beras mahal di pasaran.
"Mahalnya beras itu karena terlalu banyak biaya yang tidak perlu. Padi ditanam, dipanen, dan digiling lalu diangkut ke mobil para bandar. Setelah sampai di kota, berasnya dijual lagi ke daerah. Ya, beras jadi mahal," kata dia.
Menurut dia, potensi aparat desa perlu dilibatkan. Artinya, aparat desa harus kembali menjadi juru hitung kebutuhan beras di daerah kerjanya masing-masing. Sehingga sebelum warga setempat tercukupi kebutuhan berasnya, beras itu tidak boleh dijual di luar daerah.
Dedi juga menyampaikan solusi lain, yakni melalui pendekatan kultur. Seperti Kampung Adat Cipta Gelar dan Kampung Adat Baduy bisa menjadi percontohan perwujudan kedaulatan pangan bagi rakyat.
"Baduy punya cadangan pangan selama 150 tahun ke depan. Cipta Gelar punya cadangan pangan selama 50 tahun ke depan. Saya kira, kita harus belajar tentang kedaulatan pangan kepada mereka," kata dia.
Sementara itu, terkait dengan surplus beras di Purwakarta, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian setempat Agus Rachlan Suherlan menyatakan, para petani di Purwakarta menanam padi di atas areal sawah seluas 42.550 hektare sepanjang tahun 2017 dengan hasil produksinya rata-rata mencapai 6,3 ton gabah per hektare.
Dengan demikian, selama 2017, wilayah Purwakarta memanen sebanyak 268.097 ton gabah. Selanjutnya, dari hasil produksi 268.097 ton gabah itu, dengan angka konversi padi ke beras sebesar 0,6247, maka didapat 167.480 ton beras.
Jumlah penduduk Purwakarta mencapai 935 ribu jiwa dengan konsumsi beras 109 kilogram per kapita per tahun. Sehingga kebutuhan beras selama setahun di Purwakarta diperoleh 147.150 ton beras.
"Sementara, hasil produksi beras selama 2017 mencapai 167.480 ton, sehingga kalau dikurangi kebutuhan selama setahun 147.150 ton, maka ada kelebihan atau surplus beras sebanyak 20.330 ton," kata Agus.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Purwakarta surplus beras. Jadi belum membutuhkan impor beras," katanya saat ditanya mengenai wacana kebijakan impor beras, di Purwakarta, Senin.
Ia menyarankan pemerintah tidak melakukan impor beras, tetapi cukup dengan mengubah regulasi dan pengelolaan pendistribusian beras.
"Impor beras belum perlu. Selama ada stok di gudang Bulog dan petani, saya kira tidak perlu impor beras," kata dia.
Dikatakannya, pola pertanian yang berbasis upah berupa uang merupakan fenomena yang terjadi di beberapa wilayah penghasil beras. Kondisi itu membuat harga beras mahal di pasaran.
"Mahalnya beras itu karena terlalu banyak biaya yang tidak perlu. Padi ditanam, dipanen, dan digiling lalu diangkut ke mobil para bandar. Setelah sampai di kota, berasnya dijual lagi ke daerah. Ya, beras jadi mahal," kata dia.
Menurut dia, potensi aparat desa perlu dilibatkan. Artinya, aparat desa harus kembali menjadi juru hitung kebutuhan beras di daerah kerjanya masing-masing. Sehingga sebelum warga setempat tercukupi kebutuhan berasnya, beras itu tidak boleh dijual di luar daerah.
Dedi juga menyampaikan solusi lain, yakni melalui pendekatan kultur. Seperti Kampung Adat Cipta Gelar dan Kampung Adat Baduy bisa menjadi percontohan perwujudan kedaulatan pangan bagi rakyat.
"Baduy punya cadangan pangan selama 150 tahun ke depan. Cipta Gelar punya cadangan pangan selama 50 tahun ke depan. Saya kira, kita harus belajar tentang kedaulatan pangan kepada mereka," kata dia.
Sementara itu, terkait dengan surplus beras di Purwakarta, Kepala Dinas Pangan dan Pertanian setempat Agus Rachlan Suherlan menyatakan, para petani di Purwakarta menanam padi di atas areal sawah seluas 42.550 hektare sepanjang tahun 2017 dengan hasil produksinya rata-rata mencapai 6,3 ton gabah per hektare.
Dengan demikian, selama 2017, wilayah Purwakarta memanen sebanyak 268.097 ton gabah. Selanjutnya, dari hasil produksi 268.097 ton gabah itu, dengan angka konversi padi ke beras sebesar 0,6247, maka didapat 167.480 ton beras.
Jumlah penduduk Purwakarta mencapai 935 ribu jiwa dengan konsumsi beras 109 kilogram per kapita per tahun. Sehingga kebutuhan beras selama setahun di Purwakarta diperoleh 147.150 ton beras.
"Sementara, hasil produksi beras selama 2017 mencapai 167.480 ton, sehingga kalau dikurangi kebutuhan selama setahun 147.150 ton, maka ada kelebihan atau surplus beras sebanyak 20.330 ton," kata Agus.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018