Jakarta (Antara Megapolitan) - Forest Stewardship Council (FSC) sebagai lembaga nirlaba yang bekerja mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan di Indonesia menyambut baik komitmen dan upaya Indonesia menurunkan emisi karbon.

"Dengan luas hutan produksi seluas 56 juta hektare Indonesia dapat berperan banyak dalam upaya penurunan emisi tersebut," kata Hartono Prabowo, Perwakilan FSC Indonesia di Jakarta, Jumat.

Pihaknya memandang upaya pemerintah itu perlu mendapatkan sambutan yang baik dari semua pihak.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris pada 2016 melalui penetapan UU No. 16 Tahun 2016.

UU tersebut adalah tentang pengesahan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change).

Indonesia juga telah meluncurkan komitmen untuk menurunkan emisi 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional .

Pemerintah Indonesia berupaya membumikan Persetujuan Paris dan komitmen penurunan emisi karbon melalui sosialisasi dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan.

Hartono menjelaskan 3,8 juta hektare hutan di Indonesia telah menggunakan standar sertifikasi FSC untuk memastikan pengelolaan hutan secara bertanggung jawab dilihat dari aspek lingkungan dan sosial.

FSC sebagai pengembang standar berupaya secara terus menerus melakukan pendidikan kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan, yang berkaitan dengan kepedulian terhadap hutan.

Pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendidik masyarakat tentang pentingya penggunaan bahan kayu yang bertanggung jawab untuk mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Dalam kaitannya dengan penurunan emisi karbon, Marketing Communications Manager FSC Indonesia Indra Setia Dewi mengatakan sebagai wujud kepedulian dalam isu penurunan emisi karbon, FSC berupaya mendorong konsumen dan produsen di Indonesia untuk menggunakan kayu, baik sebagai bahan bangunan maupun bahan kemasan produk.

Kampanye semacam itu juga dilakukan saat pameran Festival Iklim 2018 pada 16-17 Januari 2018 yang diadakan oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

Ia mengatakan kayu adalah material yang berasal dari sumber daya alam terbarukan, memiliki nilai keindahan, mudah diolah, dapat didaur ulang, efisien dalam emisi karbon, dan rendah dalam penggunaan energi.

Menurut dia, dari segi efisiensi energi, antara kayu dengan beton dan baja sebagai bahan baku konstruksi, maka untuk memproduksi baja diperlukan 24 kali energi lebih besar daripada energi yang digunakan untuk memproduksi kayu.

"Produksi beton menghasilkan 0,14 ton emisi karbon/m3, sedangkan kayu justru menyerap karbon sebesar 0,9 ton karbon/m3, yang akan terus disimpan hingga kayu tersebut lapuk atau terbakar. Jadi semakin banyak masyarakat yang menggunakan kayu untuk bangunan atau kemasan akan semakin membantu menekan laju perubahan iklim," katanya.

Pihaknya berharap upaya FSC dalam meningkatkan kesadaran masyarakat lebih mengutamakan penggunaan kayu akan makin menekan laju perubahan iklim.

"Tidak saja di Indonesia, namun juga di seluruh dunia," katanya.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Andi Firdaus


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018