Bogor (Antara Megapolitan) - Bima Arya Sugiarto berikhtiar agar koalisi yang terbangun dalam pelaksanaan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2018 yang akan datang untuk kemaslahatan dan tidak membelah warga Kota Bogor.

"Saya berikhtiar bagaimana koalisi yang terbangun dan situasi politik itu demi kemaslahan dan tidak membelah warga, tetap satu," kata Bima di Bogor, Jumat.

Bima menyebutkan pertimbangnya maju Pilkada 2018 berbeda jauh dengan pertimbangan tahun 2013. Tahun itu pertimbangnya adalah menang ujungnya, siapapun pasangan koalisinya.

"Tahun itu mau pasangan dengan Usmar Hariman, Doddy Setiawan atau Aim yang penting menang," kata Bima.

Tapi sekarang, lanjut politisi PAN ini, pertimbangannya tidak sesederhana dulu lagi diawal ia mencalonkan diri. Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkannya.

Pertimbangan pertama yang harus dipikirkannya adalah bagaimana kondisi Pilkada Kota Bogor tetap stabil, dan tetap nyaman. Hal tersebut menjadi paling utama, sehingga menjauhi kepentingan pribadi.

"Alasannya, satu karena Kota Bogor dekat dengan ibu kota Jakarta. Kedua, karena Bogor ibu kota defakto, presiden ngantor dan tinggal di sini (Bogor-red)," katanya.

Alasan ketiga, lanjutnya, Pilkada serentak yang dilaksanakan Kota Bogor menjadi tolak ukur keberhasilan, barometer bagi politik nasional.

"Saya tidak mau dan sangat tidak ingin koalisi di Pilkada memberikan bekas yang sangat dalam bagi warga Kota Bogor," kata pria yang pernah jadi pengamat politik ini.

Bima menyebutkan Kota Bogor dari tahun ke tahun tidak pernah ada persoalan. Ia mengistilahkan budaya Kota Bogor "kaditu kadieu baraya" (semuanya masih bersaudara-red) dan berkaitan kemana-mana.

Ia tidak ingin Pilkada Bogor seperti DKI Jakarta yang sampai saat ini dampaknya masih dalam terasa. Sehingga butuh kehati-hatian saat ini, salah memilih pasangan, salah memilih koalisi, salah mengangkat paslon, akan membekas.

"Itu pertimbangan paling utama," katanya menegaskan.

Pertimbangan lainnya, lanjut Wakil Ketua Umum PAN ini adalah siapapun yang akan mendampinginya sebagai wakil wali kota Bogor nantinya sudah pasti memiliki peluang untuk melanjutkan.

"Siapapun itu, tentu wajar saya berfikir orang ini (calon wakil-red) harus pas, harus memberikan kontribusinketika pemenangan, harus bisa memberikan keseimbangan ketika pemerintahan, dan bisa menjamin adanya kesinambungan ke depannya nanti," kata Bima.

Bima menambahkan di atas pertibangan-pertimbangan yang disampaikannnya ada juga bangunan politik yang harus ia sesuaikan dengan situasi politik nasional dan lokal.

"Ini realita politik sekarang, dan saya kira dampak Pilkada serentak yang tidak dihitung oleh semuanya. Ketika dulunya pilkada serentak diusulkan supaya lebih murah, lebih efektif dan hemat. Tapi dampak lainnya setiap parpol saling mengunci," katanya.

Bima belum secara resmi mengumumkan calon wakilnya dalam Pilwakot 2018, tetapi ia sudah memberikan tiga petujunjuk soal calon tersebut yakni berinisial D, bukan orang partai politik dan merupakan putra terbaik asal Bogor.

Meski belum secara resmi mengumumkan, tetapi pemberitaan terkait siapa calon wakil inisial D tersebut telah ramai diberitakan. Sosok D tersebut digadang-gadang adalah Direktur Pembinaan Jaringan dan Kerja Sama Antar Komisi dan Instansi, Komisi Pemberatansan Korupsi (KPK) Dedie A Rachmin.

Informasi tersebut semakin menguat ketika beredar informasi Dedie A Rachmin saat ini sedang mengurus administrasi pengunduran dirinya ke KPK.

Sementara itu, sejumlah media telah memberitakan terkait pengunduran diri Dedie A Rachmin yang mendapat restu dari Ketua KPK Agus Rahardjo. Surat pengunduran Dedie telah diajukan per 27 Desember 2017 lalu.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017