Bogor (Antara Megapolitan) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor, Jawa Barat mengimbau perusahaan untuk menerapkan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2018 yang mengalami kenaikan sebesar 8,71 persen dari UMK sebelumnya yakni dari Rp3.272.153 menjadi Rp3.557.146.

"Kenaikan UMK ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang dihitung berdasarkan upah 2017 ditambah laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi," kata Kepala Disnakertans Kota Bogor, Samson Purba, di Bogor, Selasa.

Ia menjelaskan UMK 2018 telah ditetapkan, setiap perusahaan diharuskan untuk menerapkannya. Sesuai usulan dari Serikat Pekerja untuk menaikkan UMK 10 persen, sedangkan Asosiasi Pengusaha Indonesia mengusulkan kenaikan Umk sesuai PP 78 tahun 2015.

"Pemkot tidak mungkin melawan peraturan dan juga mengikuti perintah Wali Kota sesuai dengan perhitungan kenaikan UMK 8,71 persen untuk disampaikan ke gubernur dan melihat SK yang terbit kenaikan sesuai dengan usulan," katanya.

Kenaikan UMK 2018 telah disosialisasikan oleh Disnakertran sejak pekan lalu kepada pemangku kepentingan. Diharapkan dapat direalisasikan terhitung per 1 Januari 2018 mendatang.

Menurutnya, perusahaan yang belum mampu membayar upah sesuai UMK sebaiknya mulai mengajukan penangguhan kepada gubernur Jawa Barat mulai dari sekarang dengan melampirkan persyaratan.

Persyaratan yang dimaksud di antaranya surat kesepakatan tertulis antara pemberi kerja dan pekerja, laporan keuangan dua tahun sebelumnya dan bagi perusahaan yang karyawannya banyak akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu.

"Kenaikan UMK ini harus diterapkan perusahaan yang ada di Kota Bogor terutama perusahaan besar, hotel berbintang dan lainnya," katanya.

Sedangkan bagi pelaku UMKM di bawah binaan Disperindag, lanjut Samson, pihaknya tidak memaksakan pemilik usaha memberikan UMK mengingat para UMKM masih harus berkembang.

"Untuk karyawan di toko-toko kecil juga kita tidak bisa memaksakan, hanya saja kita mewajibkan karyawannya untuk dimasukkan ke dalam program BPJS," kata Samson.

Asisten Umum Setda Kota Bogor Hanafi menyebutkan Pemerintah Kota Bogor menetapkan UMK 2018 sebesar Rp3.557.146 didasari pada terus berkembangkan Bogor menjadi kota yang menarik bagi investor, selain itu letaknya yang cukuo strategis dekat dengan ibu kota Jakarta.

"Hal ini bedampak pada tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, sehingga pemerintah kota menetapkan UMK 2018 yang juga berlaku bagi tenaga kerja formal di pemerintahan," katanya.

Hanafi menambahkan Pemkot Bogor juga memgangkat dan mengaji PKWT mengacu pada UMK. Mereka yang bekerja sebagai tenaga penjaga taman, tenaga kebersihan, petugas Satpol PP, petugas pemadam kebakaran, petugas lalu lintas (dishub) dan lainnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Apindo Kota Bogor Sukoco mengatakan sudah menegaskan kepada seluruh anggota Apindo untuk mengikuti UMK 2018.

Menurutnya rata-rata anggota Apindo merupakan perusahaan besar. Tetapi dari 750 perusahaan yang ada di Kota Bogor hanya 40 perusahaan yang bergabung dalam Apindo sehingga sisanya tidak bisa terawasi.

"Apindo memang harus mengikuti aturan. Sebab UMK ini berlaku untuk karyawan lajang dan karyawan baru. Untuk karyawan yang sudah lama bisa lebih dari UMK," kata Sukoco.

Sementara itu, Wakil Ketua Serikat Pekerja Kimia Energi Pertembangan Energi dan Umum (SPKEP) Kota Bogor, Agus Ramdan mengharapkan tidak ada perusahaan yang melakukan penangguhan UMK 2018.

Karena pada dasarnya Serikat pekerja menentang PP Nomor 78 Tahun 2015 karena dinilai ada pasal yang merugikan para pekerja.

Meskipun begitu, pihaknya tetap mengikuti aturan yang sudah ada mengingat peraturan pemerintah tersebut bertujuan untuk menstabilkan ekonomi.

"Jangan sampai ada penangguhan abadi kan kasian para pekerja. Dan kami juga berharap ada struktur dan skala upah untuk mengakomodir pekerja yang sudah lama," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017