Bogor, (Antara Bogor) - Indonesia, negara yang kaya akan sumber daya alam yang beragam. Berbagai tanaman tumbuh di negara tropis ini. Tanaman- tanaman tersebut tentunya mempunyai kandungan nilai gizi yang tinggi dan bagus bagi tubuh manusia. 

Akan tetapi, mirisnya, di Indonesia angka kurang gizi khususnya pada balita mencapai 17 persen pada tahun 2017. Angka ini berdasarkan kecukupan berat badan pada balita. Jika dibandingkan dengan nilai ambang batas WHO yakni 10 persen, Indonesia masuk dalam kondisi darurat.

Menanggapi hal tersebut, salah satu Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. drh. M. Rizal Damanik, Mrep.Sc,PhD turut angkat bicara. Dosen yang akrab dengan sebutan “Bapak Torbangun” ini menyebutkan bahwa masalah kurang gizi adalah masalah yang sangat serius karena akan berdampak panjang. 
 
Jika kurang gizi dialami saat kecil maka akan terjadi pertumbuhan yang tidak optimal pada organ-organ tubuhnya. Hal ini tentunya akan berdampak pula pada kecerdasan anak, yakni kemampuan daya tangkap otak yang rendah. Jika hal ini terjadi, maka individu-individu tersebut akan tumbuh menjadi generasi yang lemah baik fisik maupun kecerdsaan otaknya.
 
Walaupun masalah kurang gizi termasuk masalah yang serius, namun masalah ini kurang mendapatkan perhatian. Padahal kurang gizi merupakan masalah utama dari munculnya berbagai masalah. 

"Bayangkan saja, jika dalam satu daerah mengalami kurang gizi, maka yang akan terjadi adalah masyarakatnya tumbuh menjadi generasi pemalas dan tidak kuat bekerja. Dampaknya akan muncul berbagai masalah sosial seperti premanisme. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi masalah ini pun jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya mencegah kurang gizi dari awal,"  ucap Prof Rizal.
 
Prof. Rizal juga menjelaskan kasus kurang gizi pada balita umumnya berawal dari bayi yang terlahir stunting atau bayi berat badan lahir rendah (BBLR) yakni kurang dari 2,5 kg. Kondisi bayi ketika lahir tentu dipengaruhi oleh kondisi ibu saat hamil. 

Oleh sebab itu, penting untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil agar bayi yang terlahir sehat dan generasi penerus bangsa juga terselamatkan. Program pemenuhan gizi ibu hamil ini telah diatur oleh pemerintah dalam Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2013 tentang percepatan perbaikan gizi yang disebut dengan Program Penentuan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan). 

Program ini berupa pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil, penanggulangan kecacingan, dan pemberian zat besi dan folat. 1000 HPK dimulai dari saat konsepsi atau kehamilan hingga anak berusia 2 tahun.

"Program ini sudah sangat bagus dan harapannya semoga bisa semakin merata dirasakan oleh ibu-ibu hamil di seluruh Indonesia," ujar Prof. Rizal. 

Selain itu ia juga menambahkan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan gizi sangat dibutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, karena masalah gizi merupakan masalah yang saling berkaitan antara satu lembaga dengan lembaga lain bukan hanya dibebankan pada satu lembaga saja.(KHO/Zul)

Pewarta: Humas IPB

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017