Tulungagung (Antara Megapolitan) - Seorang pencinta reptil di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengembangkan usaha budidaya ular piton. Itu menjadi kegemarannya selama beberapa tahun terakhir sekaligus untuk kepentingan bisnis.

"Dulu saya melakukannya (budi daya) untuk hobi, namun kemudian saya kembangkan untuk bisnis setelah mulai banyak permintaan dan harga jual lumayan tinggi," kata Zainal Arifin (34), pembudi daya ular piton ditemui di rumahnya di Desa Majan, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Rabu.

Di rumahnya, Zainal yang akrab disapa Azen ini menyimpan ular-ular piton berbagai ukuran dalam kotak-kotak yang disediakan.

Ular piton anakan atau remaha ditaruh dikotak plastik yang diberi ventilasi untuk saluran udara, sedangkan piton dewasa ditaruh dalam kandang-kandang kayu yang disusun bertingkat.

Kini ia memiliki 30 ekor ular piton indukan dan 10 pejantan. Selain itu, ada sekitar 50 anakan piton yang masih belum terjual dan dalam proses penggemukan.

"Biasanya setelah kawin, induk ular piton akan mengandung telurnya selama tiga bulan. Setelah tiga bulan, barulah telurnya akan dikeluarkan," kata Azen.

Menurut dia, bisnis budi daya ular piton berawal dari keisengannya memelihara piton saat bekerja di Jakarta, sekadar untuk hobi.

Tujuan Azen saat itu hanya ingin berpartisipasi mengikuti kontes reptil ular piton yang mulai ngetren.

Selain mencari dan membesarkan piton unggulan, terkadang ular peliharaan tersebut juga dikawinkan, tapi bukan untuk tujuan bisnis.

Setelah menggeluti dunia satwa piton dan memutuskan meninggalkan pekerjaannya di Jakarta enam tahun silam, Azen kembali ke Tulungagung.

Di daerah asalnya inilah Azen kembali mulai serius menggeluti peternakan ular piton.

Jenisnya pun bermacam-macam, mulai dari retic culatus phyton, platinum, sunfire, tiger, golden child, motley platinum, genetic strip dan velvet.

"Piton dinilai mahal karena motifnya, warna dan genetik. Paling bagus bisa memperlihatkan lima gen. Kelimanya bisa dilihat dari tampilan warna dan motif kulitnya," tutur Azen.

Dari sisi bisnis, berternak piton sangat menguntungkan. Satu ekor induk piton biasanya menghasilkan sekitar 30 telur. Setelah dimasukkan inkubator selama 100 hari, telur akan menetas.

Namun butuh perlakuan khusus agar bisa menetaskan semua telur. Suhu harus berkisar 29 derajat hingga 30 derajat selsius.

Sedangkan kelembaban udara mencapai 90 RH (kelembaban relatif).

Jika sudah menetas, bayi piton siap dipasarkan. Namun Azen biasa menjual setelah berusia satu bulan, atau sudah pernah makan.

"Begitu menetas, bayi piton butuh waktu satu bulan untuk makan pertama kali," katanya.

Satu ekor bayi piton yang paling jelek dihargai Rp2 juta per ekor. Piton hasil ternakan Azen biasanya dijual dengan harga terendah Rp5 juta per ekor. Sedangkan dalam sebulan, Azen mengaku bisa menjual minimal lima ekor bayi piton sehingga rata-rata pendapatannya di kisaran Rp20 juta per bulan.

"Dulu istri kesal dengan kegiatan yang saya lakukan, namun setelah tahu ada hasilnya dan lumayan, dia sekarang mendukung," ujarnya.

Biasanya Azen menawarkan bayi piton secara daring. Pasarnya pun terbuka dari seluruh Indonesia, mulai dari  Jawa, Lampung, Batam, Kalimantan, Makassar, Bali, dan Lombok.

Khusus pengiriman luar pulau, biasanya dikenakan biaya tambahan Rp700 ribu.

"Karena harus menggunakan jasa angkutan kapal, butuh surat keterangan dari karantina. Isinya menyatakan bahwa ular yang dikirim hasil  ternak dan bukan hewan apendik," kata Azen.

Dalam satu bulan, Azen mengeluarkan dana Rp 500.000 untuk pakan ularnya.

Ular indukan diberi makan satu bulan satu kali, berupa ayam tiga hingga lima ekor. Ayam yang diberikan mempunyai berat antara satu hingga dua kilogram.

Kadang juga menggunakan kelinci. Sedangkan piton ukuran kecil dan sedang, menggunakan tikus putih.  

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017