Bogor (Antara Megapolitan) - Komunitas budayawan pemegang kujang pusaka Pajajaran, yakni Baraya Kujang Pajajaran (BKP) menyerukan kepada pemerintah untuk turun tangan menyelamatkan warisan alam dan cagar budaya di kawasan Gunung Karst di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.
"Kami berharap pemerintah memperhatikan kekayaan alam dan cagar budaya yang tersimpan di kawasan Gunung Karst Ciampea dengan menyelamatkannya dari ancaman kepunahan," kata Ketua BKP Ahmad Fahir di Bogor, Jawa Barat, Senin.
Pada Minggu (22/10), bertepatan dengan puncak Hari Santri Nasional, BKP melakukan ekspedisi ke puncak Gunung Karst Ciampea dengan menerjunkan 15 orang, dipimpin oleh Ki Gatut Susanta selaku pembina perkumpulan ini.
Gunung karst yang oleh warga Bogor lebih dikenal dengan sebutan Gunung Kapur Ciampea itu memiliki sekitar 25 goa vertikal dan horizontal.
Salah satunya Goa AC, yang berbentuk vertikal, yang terletak di puncak gunung karst.
Ia menjelaskan ada goa vertikal diberi nama oleh warga lokal Goa AC, karena selalu mengeluarkan angin. Goa ini memiliki kedalaman 60 meter, dengan ukuran dasar seluas dua kali lapangan futsal, dan bisa menampung ratusan orang.
Di muka Goa AC tersebut terdapat batu kujang dan sebuah goa horizontal. Sedangkan di atas goa vertikal terdapat punden berundak warisan peradaban purba.
Punden berundak itu diperkirakan sebagai peninggalan Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 Masehi atau kerajaan purba Sunda sebelumnya yang pernah eksis di Bogor.
Di sekitar goa vertikal, selain terdapat punden berundak juga banyak ditemukan arca. Di antaranya ada arca gajah yang kini disimpan di SD Negeri Ciampea 02 dalam kondisi rusak berat.
Lokasi goa vertikal dan kawasan gunung karst ini hanya berjarak sekitar satu kilometer dari kawasan Situs Purbakala Prasasti Tapak Gajah Prabu Purnawarman di Muara Cianten, Kecamatan Cibungbulang.
Diperkirakan usia cagar budaya gunung karst sekitar 1.600 tahun, sezaman dengan Situs Tapak Gajah Ciaruteun, atau bahkan lebih kuno, mengingat peradaban megalitikum Salaka Domas yang berusia 5.000 tahun juga terdapat di wilayah Ciampea, tepatnya di Cibalay, Gunung Salak, Kecamatan Tenjolaya yang baru dimekarkan dari Ciampea pada 2004.
BKP juga sering mendapatkan informasi dari para pecinta lingkungan yang kerap melakukan ekspedisi ke gunung karts akan banyaknya temuan arca dalam kondisi rusak berat yang tersebar di kawasan tersebut.
Selain memiliki banyak jejak peninggalan purbakala, katanya, gunung karst juga memiliki fungsi strategis sebagai warisan kekayaan alam dan terbilang langka.
Ia menambahkan berdasarkan kajian keilmuan gunung karst memiliki fungsi ekologis. Di bawahnya terdapat urat mata air, yang menjadi sumber ketergantungan air bagi puluhan ribu orang warga Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang.
Area gunung karst memiliki fungsi ekologis bagi keberlangsungan ekosistem di sekitarnya. Karenanya kawasan ini harus diselamatkan dari kerusakan akibat galian yang dilakukan para penambang.
Eksplorasi pertambangan kini sudah mendekati titik goa vertikal yang menyimpan file sejarah purba Nusantara. Sebagian atap goa sudah rusak, diduga akibat getaran kuat alat berat atau ledakan di sekitarnya.
"Karena itu, pemerintah perlu segera menyelamatkan karst ini, karena sebagai warisan alam dan cagar budaya nasional," demikian Ahmad Fahir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Kami berharap pemerintah memperhatikan kekayaan alam dan cagar budaya yang tersimpan di kawasan Gunung Karst Ciampea dengan menyelamatkannya dari ancaman kepunahan," kata Ketua BKP Ahmad Fahir di Bogor, Jawa Barat, Senin.
Pada Minggu (22/10), bertepatan dengan puncak Hari Santri Nasional, BKP melakukan ekspedisi ke puncak Gunung Karst Ciampea dengan menerjunkan 15 orang, dipimpin oleh Ki Gatut Susanta selaku pembina perkumpulan ini.
Gunung karst yang oleh warga Bogor lebih dikenal dengan sebutan Gunung Kapur Ciampea itu memiliki sekitar 25 goa vertikal dan horizontal.
Salah satunya Goa AC, yang berbentuk vertikal, yang terletak di puncak gunung karst.
Ia menjelaskan ada goa vertikal diberi nama oleh warga lokal Goa AC, karena selalu mengeluarkan angin. Goa ini memiliki kedalaman 60 meter, dengan ukuran dasar seluas dua kali lapangan futsal, dan bisa menampung ratusan orang.
Di muka Goa AC tersebut terdapat batu kujang dan sebuah goa horizontal. Sedangkan di atas goa vertikal terdapat punden berundak warisan peradaban purba.
Punden berundak itu diperkirakan sebagai peninggalan Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 Masehi atau kerajaan purba Sunda sebelumnya yang pernah eksis di Bogor.
Di sekitar goa vertikal, selain terdapat punden berundak juga banyak ditemukan arca. Di antaranya ada arca gajah yang kini disimpan di SD Negeri Ciampea 02 dalam kondisi rusak berat.
Lokasi goa vertikal dan kawasan gunung karst ini hanya berjarak sekitar satu kilometer dari kawasan Situs Purbakala Prasasti Tapak Gajah Prabu Purnawarman di Muara Cianten, Kecamatan Cibungbulang.
Diperkirakan usia cagar budaya gunung karst sekitar 1.600 tahun, sezaman dengan Situs Tapak Gajah Ciaruteun, atau bahkan lebih kuno, mengingat peradaban megalitikum Salaka Domas yang berusia 5.000 tahun juga terdapat di wilayah Ciampea, tepatnya di Cibalay, Gunung Salak, Kecamatan Tenjolaya yang baru dimekarkan dari Ciampea pada 2004.
BKP juga sering mendapatkan informasi dari para pecinta lingkungan yang kerap melakukan ekspedisi ke gunung karts akan banyaknya temuan arca dalam kondisi rusak berat yang tersebar di kawasan tersebut.
Selain memiliki banyak jejak peninggalan purbakala, katanya, gunung karst juga memiliki fungsi strategis sebagai warisan kekayaan alam dan terbilang langka.
Ia menambahkan berdasarkan kajian keilmuan gunung karst memiliki fungsi ekologis. Di bawahnya terdapat urat mata air, yang menjadi sumber ketergantungan air bagi puluhan ribu orang warga Kecamatan Ciampea dan Kecamatan Cibungbulang.
Area gunung karst memiliki fungsi ekologis bagi keberlangsungan ekosistem di sekitarnya. Karenanya kawasan ini harus diselamatkan dari kerusakan akibat galian yang dilakukan para penambang.
Eksplorasi pertambangan kini sudah mendekati titik goa vertikal yang menyimpan file sejarah purba Nusantara. Sebagian atap goa sudah rusak, diduga akibat getaran kuat alat berat atau ledakan di sekitarnya.
"Karena itu, pemerintah perlu segera menyelamatkan karst ini, karena sebagai warisan alam dan cagar budaya nasional," demikian Ahmad Fahir.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017