Bogor (Antara Megapolitan) - Burung pemangsa (raptor) memiliki peranan yang sangat penting dalam suatu ekosistem. Menurut kebiasaan hidupnya raptor terbagi menjadi dua yaitu yang melakukan migrasi dan yang menetap atau non-migrasi. Sikep Madu-Asia (Pernis ptilorhynchus) adalah raptor migrasi dan Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) adalah raptor nonmigrasi.
Syartinilia Wijaya dan Afra DN Makalew dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Faperta IPB) beserta Yeni A Mulyani dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan (Fahutan IPB) melakukan penelitian terkait kajian ekologi lanskap habitat Sikep Madu Asia dan Elang Jawa dalam menunjang pelestarian spesies prioritas dan Indikator lingkungan.
''Raptor atau burung pemangsa dalam rantai makanan berada di posisi paling atas dalam rantai makanan yang berperan sebagai top predator. Populasinya tidak boleh banyak, tetapi tidak boleh tidak ada juga, karena dia pengendali ekosistem. Jadi kalau dalam suatu ekosistem ada hewan tersebut kita bisa menilai secara cepat kualitas lingkungan. Selain itu, raptor juga menjadi spesies kunci dimana banyak spesies lain yang bergantung hidupnya dengan kehadiran spesies tersebut, '' jelas Syartinilia.
Sikep Madu-Asia melakukan migrasi dalam jarak yang sangat jauh dari habitat berkembang biaknya (breeding habitat) di Jepang ke habitat musim dingin di kawasan Asia Tenggara.
Raptor yang bermigrasi hidupnya bergantung pada tiga habitat. Habitat asalnya atau disebut breeding habitat itu ada di Jepang, kemudian habitat menetap selama di Indonesia itu namanya wintering habitat, dan stop over habitat merupakan habitat singgah sepanjang perjalanan migrasi.
Melihat pergerakan Sikep Madu-Asia yang begitu luas tersebut, maka penggunaan teknologi rekam jejak dengan satelit (satellite-tracking) menjadi pilihan yang sangat baik untuk memberikan informasi mengenai rute, periode dan lokasi habitat musim dingin dan habitat singgah selama migrasi.
Sejak 2003 telah direkam jejak dari 59 individu Sikep Madu Asia menggunakan teknologi satellite-tracking (ARGOS).
''Terus kenapa Sikep Madu-Asia bermigrasi ke Indonesia? Alasan utamanya adalah untuk mencari makan dimana makanan utamanya adalah larva lebah/tawon. Seperti kita ketahui bahwa di negara tropis itu lebahnya sepanjang masa. Kalau di Jepang itu kan tidak, adanya hanya pada saat musim panas saja,'' ujarnya.
Sementara itu, Elang Jawa merupakan salah satu dari 25 spesies prioritas yang ditetapkan oleh Dirjen PHKA untuk ditingkatkan populasinya sebanyak 10 persen pada tahun 2015-2019 (SK Dirjen PHKA No. 200/IV/KKH/2015). Sayangnya, kerusakan alam yang cukup serius seperti hilangnya habitat, fragmentasi hutan, dan pemburuan atau perdagangan ilegal telah mengancam keselamatan Elang Jawa.
''Elang Jawa ini endemik, hidupnya hanya di pulau Jawa. Elang ini menjadi indikator kualitas lingkungan di pulau Jawa. Spesifiknya, Elang Jawa hidupnya bergantung pada keberadaan hutan alami untuk tempat kawin dan berkembangbiaknya. Sehingga Elang Jawa juga menjadi indikator keberadaan hutan alami di pulau Jawa,'' tuturnya.
Dosen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB ini memperoleh gelar doktornya dari The University of Tokyo pada tahun 2008 dengan topik disertasinya tentang pemodelan distribusi habitat Elang Jawa berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Penelitian ini menggunakan pendekatan multiskala di Pulau Jawa. Penelitian Elang Jawa yang dilakukannya saat ini merupakan kelanjutan dari penelitiannya ketika menempuh program doktor dulu.
Sedangkan penelitian tentang Sikep Madu-Asia telah dimulai sejak tahun 2010 melalui kerjasama dengan Prof. Hiroyoshi Higuchi yang merupakan salah satu anggota tim penguji disertasinya dulu.
Penelitian tersebut bertujuan untuk memperbaharui data distribusi habitat Elang Jawa dan juga konektifitas habitatnya di Pulau Jawa serta karakteristik lanskap habitat musim dingin dan habitat singgah Sikep Madu Asia di Indonesia.
Hasil dari penelitian tersebut merupakan dasar penyusunan rencana pengelolaan/pelestarian kedua spesies tersebut berbasis ekologi lanskap.
Tim peneliti ini menemukan bahwa habitat Elang Jawa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mengalami peningkatan sejak tahun 2002.
Hal ini disebabkan karena pemulihan beberapa habitat yang telah rusak dulunya. Selain itu ditemukan pula beberapa lokasi patch habitat Elang Jawa yang terisolasi dari patch lainnya.
Sehingga informasi ini menjadi penting untuk perencanaan konektifitas antar patch untuk menjaga keberlangsungan Elang Jawa di masa yang akan datang.
Sedangkan pada Sikep Madu-Asia ditemukan bahwa ketersediaan makanan dan angin thermal menjadi persyaratan utama dalam pemilihan habitat baik pada wintering habitat maupun stop over habitat, hanya kualitas yang membedakannya. Sikep Madu-Asia bisa menetap hingga 40 hari lamanya di wintering habitat.
Penelitian ini didanai Kemenristekdikti dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang untuk data satellite-tracking Sikep Madu-Asia.
Hasil dari penelitian ini telah dipublikasi di berbagai jurnal internasional dan nasional serta disajikan dalam berbagai forum simposium baik di Indonesia maupun di luar negeri. (IRM/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Syartinilia Wijaya dan Afra DN Makalew dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Faperta IPB) beserta Yeni A Mulyani dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan (Fahutan IPB) melakukan penelitian terkait kajian ekologi lanskap habitat Sikep Madu Asia dan Elang Jawa dalam menunjang pelestarian spesies prioritas dan Indikator lingkungan.
''Raptor atau burung pemangsa dalam rantai makanan berada di posisi paling atas dalam rantai makanan yang berperan sebagai top predator. Populasinya tidak boleh banyak, tetapi tidak boleh tidak ada juga, karena dia pengendali ekosistem. Jadi kalau dalam suatu ekosistem ada hewan tersebut kita bisa menilai secara cepat kualitas lingkungan. Selain itu, raptor juga menjadi spesies kunci dimana banyak spesies lain yang bergantung hidupnya dengan kehadiran spesies tersebut, '' jelas Syartinilia.
Sikep Madu-Asia melakukan migrasi dalam jarak yang sangat jauh dari habitat berkembang biaknya (breeding habitat) di Jepang ke habitat musim dingin di kawasan Asia Tenggara.
Raptor yang bermigrasi hidupnya bergantung pada tiga habitat. Habitat asalnya atau disebut breeding habitat itu ada di Jepang, kemudian habitat menetap selama di Indonesia itu namanya wintering habitat, dan stop over habitat merupakan habitat singgah sepanjang perjalanan migrasi.
Melihat pergerakan Sikep Madu-Asia yang begitu luas tersebut, maka penggunaan teknologi rekam jejak dengan satelit (satellite-tracking) menjadi pilihan yang sangat baik untuk memberikan informasi mengenai rute, periode dan lokasi habitat musim dingin dan habitat singgah selama migrasi.
Sejak 2003 telah direkam jejak dari 59 individu Sikep Madu Asia menggunakan teknologi satellite-tracking (ARGOS).
''Terus kenapa Sikep Madu-Asia bermigrasi ke Indonesia? Alasan utamanya adalah untuk mencari makan dimana makanan utamanya adalah larva lebah/tawon. Seperti kita ketahui bahwa di negara tropis itu lebahnya sepanjang masa. Kalau di Jepang itu kan tidak, adanya hanya pada saat musim panas saja,'' ujarnya.
Sementara itu, Elang Jawa merupakan salah satu dari 25 spesies prioritas yang ditetapkan oleh Dirjen PHKA untuk ditingkatkan populasinya sebanyak 10 persen pada tahun 2015-2019 (SK Dirjen PHKA No. 200/IV/KKH/2015). Sayangnya, kerusakan alam yang cukup serius seperti hilangnya habitat, fragmentasi hutan, dan pemburuan atau perdagangan ilegal telah mengancam keselamatan Elang Jawa.
''Elang Jawa ini endemik, hidupnya hanya di pulau Jawa. Elang ini menjadi indikator kualitas lingkungan di pulau Jawa. Spesifiknya, Elang Jawa hidupnya bergantung pada keberadaan hutan alami untuk tempat kawin dan berkembangbiaknya. Sehingga Elang Jawa juga menjadi indikator keberadaan hutan alami di pulau Jawa,'' tuturnya.
Dosen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB ini memperoleh gelar doktornya dari The University of Tokyo pada tahun 2008 dengan topik disertasinya tentang pemodelan distribusi habitat Elang Jawa berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Penelitian ini menggunakan pendekatan multiskala di Pulau Jawa. Penelitian Elang Jawa yang dilakukannya saat ini merupakan kelanjutan dari penelitiannya ketika menempuh program doktor dulu.
Sedangkan penelitian tentang Sikep Madu-Asia telah dimulai sejak tahun 2010 melalui kerjasama dengan Prof. Hiroyoshi Higuchi yang merupakan salah satu anggota tim penguji disertasinya dulu.
Penelitian tersebut bertujuan untuk memperbaharui data distribusi habitat Elang Jawa dan juga konektifitas habitatnya di Pulau Jawa serta karakteristik lanskap habitat musim dingin dan habitat singgah Sikep Madu Asia di Indonesia.
Hasil dari penelitian tersebut merupakan dasar penyusunan rencana pengelolaan/pelestarian kedua spesies tersebut berbasis ekologi lanskap.
Tim peneliti ini menemukan bahwa habitat Elang Jawa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur mengalami peningkatan sejak tahun 2002.
Hal ini disebabkan karena pemulihan beberapa habitat yang telah rusak dulunya. Selain itu ditemukan pula beberapa lokasi patch habitat Elang Jawa yang terisolasi dari patch lainnya.
Sehingga informasi ini menjadi penting untuk perencanaan konektifitas antar patch untuk menjaga keberlangsungan Elang Jawa di masa yang akan datang.
Sedangkan pada Sikep Madu-Asia ditemukan bahwa ketersediaan makanan dan angin thermal menjadi persyaratan utama dalam pemilihan habitat baik pada wintering habitat maupun stop over habitat, hanya kualitas yang membedakannya. Sikep Madu-Asia bisa menetap hingga 40 hari lamanya di wintering habitat.
Penelitian ini didanai Kemenristekdikti dan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang untuk data satellite-tracking Sikep Madu-Asia.
Hasil dari penelitian ini telah dipublikasi di berbagai jurnal internasional dan nasional serta disajikan dalam berbagai forum simposium baik di Indonesia maupun di luar negeri. (IRM/ris)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017