Karawang (Antara Megapolitan) - Jaksa penuntut umum perkara penistaan agama dengan terdakwa seorang pengusaha bernama Aking Saputra akan menghadirkan 19 saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri setempat Prio Sayogo, di Karawang, Rabu, mengatakan, semua saksi itu sudah masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Para saksi itu berasal dari berbagai kalangan.
"Akan ada 19 saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan dan kesaksian dalam persidangan. Saksi yang dihadirkan untuk memperkuat dakwaan," kata dia.
Sementara itu, sidang lanjutan perkara penistaan agama yang digelar di Pengadilan Negeri Karawang, pada Rabu, ditunda hingga sepekan ke depan. Penundaan itu terjadi karena pengacara terdakwa, Adek Junjunan Syiar, batal membacakan eksepsi.
Pada sidang perdana Rabu pekan lalu, Aking Saputra yang terlibat dalam kasus penistaan agama didakwa pasal berlapis.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Surachmat SH MH itu, jaksa penuntut umum mendakwakan terdakwa dengan pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan primer pasal 156 a huruf a KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan subsider pasal 156 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa penuntut umum, Ermawan dan Wisnu menyebutkan sekitar April 2017 dan dalam waktu yang lain terdakwa secara berturut-turut melakukan perbuatan berlanjut dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi.
Informasi itu disebar untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama dan ras.
Terdakwa juga membuat status di akun facebook Aking Saputra berbunyi "Kenapa ya anak-anak di Indonesia zaman sekarang banyak kelewatan bodohnya kalau bicara komunisme. Apakah anak zaman sekarang tahu bahwa banyak tokoh PKI adalah pemuka agama (tentunya mayoritas dari Islam).
Tak hanya itu, terdakwa juga menulis status di akun facebooknya yang berbunyi "Kitab sucinya mengajarkan kebencian, makian, ancaman, siksa neraka pedih, pembunuhan, hukum potong tangan, hukum rajam sampai mati.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri setempat Prio Sayogo, di Karawang, Rabu, mengatakan, semua saksi itu sudah masuk dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Para saksi itu berasal dari berbagai kalangan.
"Akan ada 19 saksi yang dihadirkan untuk memberikan keterangan dan kesaksian dalam persidangan. Saksi yang dihadirkan untuk memperkuat dakwaan," kata dia.
Sementara itu, sidang lanjutan perkara penistaan agama yang digelar di Pengadilan Negeri Karawang, pada Rabu, ditunda hingga sepekan ke depan. Penundaan itu terjadi karena pengacara terdakwa, Adek Junjunan Syiar, batal membacakan eksepsi.
Pada sidang perdana Rabu pekan lalu, Aking Saputra yang terlibat dalam kasus penistaan agama didakwa pasal berlapis.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Surachmat SH MH itu, jaksa penuntut umum mendakwakan terdakwa dengan pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan dakwaan primer pasal 156 a huruf a KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP dan subsider pasal 156 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa penuntut umum, Ermawan dan Wisnu menyebutkan sekitar April 2017 dan dalam waktu yang lain terdakwa secara berturut-turut melakukan perbuatan berlanjut dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi.
Informasi itu disebar untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama dan ras.
Terdakwa juga membuat status di akun facebook Aking Saputra berbunyi "Kenapa ya anak-anak di Indonesia zaman sekarang banyak kelewatan bodohnya kalau bicara komunisme. Apakah anak zaman sekarang tahu bahwa banyak tokoh PKI adalah pemuka agama (tentunya mayoritas dari Islam).
Tak hanya itu, terdakwa juga menulis status di akun facebooknya yang berbunyi "Kitab sucinya mengajarkan kebencian, makian, ancaman, siksa neraka pedih, pembunuhan, hukum potong tangan, hukum rajam sampai mati.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017