New Delhi (Antara/Reuters/Antara Megapolitan-Bogor) -  India melarang penjualan petasan. Mengapa?. Begini ceritanya.

Pengadilan tinggi India pada Senin melarang penjualan petasan di dalam dan di sekitar ibu kota menjelang Diwali, pesta cahaya bagi pemeluk Hindu, guna mencegah keparahan pencemaran udara, yang memaksa penutupan sekolah pada tahun lalu.

Mutu udara New Delhi mencapai tingkat "sangat tidak sehat", kata data kedutaan Amerika Serikat di India. Hal tersebut sering diakibatkan pembakaran tetumbuhan tidak diinginkan di peternakan di negara tetangga, yang biasa dilakukan, di tahun ini, kemudian diperburuk oleh asap kembang api.

Pelarangan tersebut berlaku segera hingga 1 November, kata majelis hakim Mahkamah Agung, yang dipimpin Arjan Kumar Sikri, dengan menambahkan bahwa pengaruhnya terhadap mutu udara di wilayah tersebut harus diperiksa setelah pesta itu berlangsung.

"Semua izin sementara untuk menjual petasan dibatalkan," kata Haripriya Padmanabhan, pengacara mewakili kelompok peminta larangan tersebut.

"Masyarakat yang telah membeli petasan akan dapat meledakkannya. Mudah-mudahan, mereka tidak melakukan itu," katanya kepada Asian News International, mitra televisi Reuters.

Diwali, yang secara tradisional dilakukan dengan membakar petasan, pada tahun ini jatuh pada 19 Oktober.

Bagi sebagian masyarakat yang lainnya, larangan membakar petasan tersebut dilihat sebagai serangan terhadap tradisi.

"Kami orang India akan memprotes dan membakar petasan," tulis seorang pengguna Twitter, Ishkaran Bhandari. "Kami akan menegakkan budaya, tradisi dan merayakan Diwali," katanya.

Pada November, sekitar satu juta anak dipaksa tinggal di rumah dari sekolah, ribuan pekerja dilaporkan sakit dan antrian terbentuk di luar toko yang menjual masker wajah, karena New Delhi berjuang menghadapi polusi terburuk selama hampir 20 tahun.

Selain petasan dan pembakaran lahan pertanian, emisi kendaraan dan debu dari lokasi konstruksi merupakan faktor lain yang dipersalahkan atas kenaikan tingkat polusi udara.

India dan tetangganya, China, bersama-sama menyumbang lebih dari setengah dari 4,2 juta kematian akibat pencemaran udara di seluruh dunia pada 2015, kata kajian, yang ditunjukkan Lembaga Dampak Kesehatan (HEI), yang berpusat di Amerika Serikat.

Penerjemah: B. Soekapdjo.

Pewarta:

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017