Suatu kolaborasi berisi ajakan kepada masyarakat, termasuk konsumen berkaitan dengan produk dari hutan agar peduli kelestarian digemakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) dan Forest Stewardship Council (FSC).

FSC merupakan organisasi global nirlaba yang mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab dan baik.

Kerja bersama itu diwujudkan melalui program "Indonesia Forest Stewardship Council (FSC) Week 2017".

Head Of Business Development FSC Indonesia, Indra Setia Dewi, menjelaskan bahwa program itu perwujudan komitmen FSC di Indonesia untuk terus memberikan pendidikan dan komunikasi mengenai pelestarian lingkungan kepada publik, baik yang menyasar korporasi maupun individu.

"Indonesia FSC Week 2017" merupakan rangkaian program dan acara yang dilaksanakan selama sepekan pada akhir September, yang diisi berbagai macam program.

Dalam ajang itu pada Senin (25/9), Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M Mauna mengajak konsumen kayu dan masyarakat untuk peduli kelestarian hutan dengan menggunakan produk-produk berbahan baku berasal dari hutan yang dikelola perusahaan secara bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Ia melihat konsumen saat ini tidak lagi hanya melihat harga sebagai faktor penentu pemilihan produk, melainkan juga kepercayaan terhadap perusahaan yang bereputasi ramah lingkungan dan memiliki komitmen sosial.

"Konsumen bisa menerapkan wawasan ramah lingkungan di setiap tindakan konsumsinya. Untuk itu penting bagi Perhutani terus mendorong perilaku `green consumer` bisa semakin meluas," katanya.

Perusahaan-perusahaan kehutanan di Eropa, Amerika Serikat (AS), bahkan Afrika Selatan penghasil produk kayu dan kertas telah melakukan hal ini.

"Sebagai produsen kita berperan memberi edukasi dan mengajak masyarakat global ambil bagian dalam pelestarian lingkungan, khususnya hutan," katanya.

Hasil survei Nielsen pada 2015 menunjukkan bahwa 66 persen responden global bersedia membayar lebih untuk produk dan layanan berasal dari perusahaan berkomitmen terhadap sosial dan lingkungan yang positif.

Persentase itu naik dari 55 persen pada 2014, termasuk responden generasi Z (15-20 tahun) kenaikan menjadi 72 persen dibandingkan dengan pada 2014 yang sebesar 55 persen.


Hal sederhana

Menurut Denaldy, siapapun bisa ikut serta melestarikan hutan. Hal sederhana yang bisa dilakukan adalah menggunakan produk-produk yang jelas berasal dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan dan memberi manfaat sosial bagi masyarakat.

"Informasi untuk menengarai produk ramah lingkungan sudah banyak di pasaran," katanya.

Pengelolaan hutan Perhutani telah menerapkan 10 prinsip "Sustainable Forest Management" mengacu standar internasional Forest Stewardship Council (FSC).

Bahkan, pada 1990, Perhutani merupakan perusahaan kehutanan pertama di dunia yang mendapat sertifikat Internasional "Sustainable Forest Management" dari Smartwood Rain Forest Allience, lembaga sertifikasi kehutanan dari Amerika Serikat.

Meskipun sertifikat pernah ditangguhkan pada awal reformasi pada 1998 karena kasus penjarahan hutan, Perhutani mampu melakukan perbaikan secara berkelanjutan sehingga meraih kembali sertifikat FSC pada 2011.

Hasil studi komprehensif FSC pada 2015 menunjukkan bahwa sekitar 300 juta meter kubik kayu bersertifikasi FSC-FM/CoC (sertifikasi lacak balak (Chain of Custody/CoC) dipanen setiap tahun.

Hingga September 2017, terdapat 197.817.395 hektare hutan bersertifikat FSC-FM/CoC di 84 negara di dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, terdapat 39 perusahaan pengelola hutan atau Forest Management (FM) memperoleh sertifikat FSC FM/CoC, dengan total hutan seluas 4.089.332 ha, termasuk wilayah hutan Perhutani di Pulau Jawa yang seluas 276.864 ha.

Unit manajemen pengelolaan Perhutani yang bersertifikat FSC FM/CoC adalah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, KPH Randublatung, KPH Ciamis, KPH Kebonharjo, KPH Kendal, KPH Madiun, KPH Banyuwangi Utara, KPH Banten dengan skema sertifikat multisite bernomor SGS-FM/CoC-010716 berlaku hingga 2021.


Lolos verifikasi

Selain itu, seluruh wilayah pengelolaan hutan Perhutani di 57 KPH juga telah lolos verifikasi standar FSC Controlled Wood sejak 2014 dengan nomor verifikasi SGS CW/FM-010314.

FSC Controlled Wood menunjukkan bahwa kayu-kayu yang diproduksi dari hutan Perhutani tidak ilegal, tidak melanggar hak-hak sipil dan hak-hak tradisional.

Selain itu, tidak merusak kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Area), tidak melakukan konversi hutan alam (primer/skunder), dan tidak mengelola hutan dengan tanaman transgenik atau tanaman yang dihasilkan dari persilangan genetik atau modifikasi genetik.

Perhutani juga bermitra dengan masyarakat sekitar hutan, dan mereka mendapatkan bagi hasil produksi karena peran warga dalam pengelolaan sumber daya hutan.

Total produksi kayu Perhutani yang bersertifikat FSC FM/CoC pada 2016 mencapai 120 ribu meter kubik, terdiri atas kayu jati 100 ribu meter kubik dan kayu rimba 20 ribu meter kubik.

Hingga Agustus 2017, Perhutani menghasilkan kayu bersertifikat sebanyak 101 ribu meter kubik terdiri atas kayu jati 91 ribu meter kubik dan kayu rimba, seperti Mahoni, Sonokeling, Johar, Akasia, Trembesi, Sengon, Gmelina sebanyak 10 ribu meter kubik.

Seluruh kayu Perhutani tersebut dalam bentuk kayu bundar atau log, dijual melalui sistem dalam jaringan ("online") di tokoperhutani.com.

Melalui kegiatan "Indonesia FSC Week 2017", Perhutani mengajak konsumen, masyarakat, dan juga generasi muda untuk peduli pada kelestarian sumber daya hutan, mulai dari kesadaran memilih produk-produk ramah lingkungan.

Semua bisa dimulai dari diri sendiri atau dari rumah.

"Sebagai produsen kayu jati terbesar di dunia, kami berkomitmen untuk senantiasa mengelola hutan secara lestari dengan menerapkan kelestarian produksi, kelestarian lingkungan, dan sosial," katanya.

Perhutani memproduksi bahan baku yang sumbernya dijamin memenuhi standar "Sustainable Forest Management" untuk melayani konsumen yang semakin sadar akan pentingnya kelestarian lingkungan.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017