Jakarta (Antara Megapolitan-Bogor) - Pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta agar Indonesia memercepat revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Komite Pekerja Migran PBB meminta pemerintah dan DPR RI mempercepat proses revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.

Rekomendasi tersebut disampaikan Komite Pekerja Migran PBB saat Indonesia melaporkan implementasi Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya (ICMW) di Jenewa pada 5-6 September lalu.

"Komite sangat berharap diselesaikannya revisi UU 39/2004 karena itulah dasar untuk melakukan penataan keseluruhan terkait isu pekerja migran," kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.

Revisi undang-undang tersebut mengubah paradigma rezim migrasi Indonesia dari yang sebelumnya fokus pada aspek penempatan menjadi aspek perlindungan.

Selain itu, revisi UU 39/2004 yang ditargetkan rampung tahun ini juga merefleksikan upaya Indonesia yang sudah melebihi mandat perlindungan dalam Konvensi PBB karena mengatur tentang pemberdayaan keluarga yang ditinggalkan pekerja migran.

Hermono menuturkan bahwa revisi UU 39/2004 sebenarnya sudah mengakomodasi berbagai isu yang disoroti oleh PBB dalam dialog dengan perwakilan pemerintah dan masyarakat Indonesia yang kemudian dituangkan dalam 26 poin rekomendasi

Sejumlah poin yang menjadi perhatian utama PBB antara lain perbaikan koordinasi antarkementerian dan lembaga yang mengurus pekerja migran, perlunya perlindungan terhadap pekerja migran tanpa dokumen, keberpihakan terhadap pekerja perempuan, penguatan peran pemerintah daerah, serta kritik tentang terlalu besarnya kewenangan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS).

"Dalam RUU 39/2004 juga sudah ditegaskan bahwa peran PPTKIS akan dikurangi, mereka hanya akan berperan sebagai institusi yang menempatkan dan memasarkan. Sementara fungsi lain seperti merekrut, melatih, dan membekali akan diambil alih pemerintah untuk mengurangi potensi penyalagunaan kewenangan terhadap TKI," kata Hermono.

Saat ini, menurut dia, revisi UU 39/2004 telah masuk ke pembentukan tim perumus dan tim sinkronisasi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah menilai tidak ada alasan RUU tersebut tidak segera diselesaikan karena secara substansi tidak boleh lagi ada perubahan.

"Dalam sehari saja kita sudah bisa melakukan harmonisasi dan sinkronisasi 22 pasal, atau seperempat dari keseluruhan pasal dalam RUU 39/2004. Saya tidak melihat ada hambatan serius untuk menyelesaikan RUU ini, apalagi revisi ini kan inisiatif DPR," ujar Hermono.  (ANT/BPJ).

Pewarta: Yashinta Difa

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017