Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi, Jawa Barat membacakan tanggapan atas pembelaan terdakwa atau replik pada agenda sidang lanjutan kasus penerimaan suap yang melibatkan terdakwa oknum pimpinan DPRD setempat berinisial SL.
"Replik sudah disusun, tertulis dan besok akan dibacakan," kata Kepala Sub Seksi Penuntutan pada Kejari Kabupaten Bekasi Indra Oka di Cikarang, Senin.
Ia mengatakan sidang lanjutan kasus penerimaan gratifikasi yang melibatkan SL dijadwalkan berlangsung Selasa (17/12) dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum atas pembelaan terdakwa pada tahapan sidang sebelumnya.
Dia mengaku saat sidang eksepsi, terdakwa SL menyatakan ada ketidaksesuaian pada pembacaan identitas yang bersangkutan hingga pembelaan menyangkut pokok perkara.
Baca juga: Kejari Kabupaten Bekasi naik kelas dari tipe B jadi tipe A
"Besok kita jawab semua, termasuk bahas material perkara yang tidak dapat disampaikan saat eksepsi mengingat itu bagian dari pokok perkara," katanya.
Pelaksanaan sidang replik sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang tercantum pada Pasal 182 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Setelah tahapan replik dilaksanakan, agenda sidang dilanjutkan dengan duplik atau jawaban terdakwa atas replik yang disampaikan jaksa penuntut umum serta putusan sela sebelum memasuki tahap pembuktian.
Oka juga mengungkapkan di saat bersamaan, terdakwa pemberi suap berinisial RS menyatakan menerima dakwaan atau tidak melakukan eksepsi bahkan mengajukan upaya kerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus tersebut.
Baca juga: Kejari tolak penangguhan penahanan tersangka Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
"RS mengajukan JC (Justice Collaborator). Kita lihat nanti bagaimana putusan hakim melalui penetapan sidang karena sidang untuk dia ditunda sampai 7 Januari 2025. Kemungkinan apa berbarengan dengan putusan sela terdakwa SL atau nanti ada sidang lain. Yang jelas ditunda sampai tanggal 7," ucapnya.
SL ditetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi atau suap pada Selasa (29/10/2024) atau sehari setelah dilantik untuk kedua kali sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi hasil pemilihan umum legislatif serentak di daerah itu.
Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati mengatakan SL diduga melakukan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi atau suap dari oknum pelaksana kegiatan fisik berinisial RS yang sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka pada perkara ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan tersangka RS pada tersangka SL," katanya.
Baca juga: Kejaksaan lengkapi berkas tuntutan kasus suap Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi Ronald Thomas Mendrofa mengatakan SL disangkakan melanggar pasal alternatif 12 huruf a atau kedua pasal 12 huruf e atau ketiga 12 huruf b atau keempat pasal 5 ayat 2 junto pasal 5 ayat 1 huruf a.
Kemudian atau kelima pasal 5 ayat 2 junto pasal 5 ayat 1 huruf b atau keenam pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
"Ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun. Bentuk pasal sangkaan itu alternatif, artinya salah satu dari pasal-pasal tersebut akan dibuktikan nanti di persidangan, mana yang paling sesuai dengan unsur perbuatan," kata Ronald.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
"Replik sudah disusun, tertulis dan besok akan dibacakan," kata Kepala Sub Seksi Penuntutan pada Kejari Kabupaten Bekasi Indra Oka di Cikarang, Senin.
Ia mengatakan sidang lanjutan kasus penerimaan gratifikasi yang melibatkan SL dijadwalkan berlangsung Selasa (17/12) dengan agenda tanggapan jaksa penuntut umum atas pembelaan terdakwa pada tahapan sidang sebelumnya.
Dia mengaku saat sidang eksepsi, terdakwa SL menyatakan ada ketidaksesuaian pada pembacaan identitas yang bersangkutan hingga pembelaan menyangkut pokok perkara.
Baca juga: Kejari Kabupaten Bekasi naik kelas dari tipe B jadi tipe A
"Besok kita jawab semua, termasuk bahas material perkara yang tidak dapat disampaikan saat eksepsi mengingat itu bagian dari pokok perkara," katanya.
Pelaksanaan sidang replik sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang tercantum pada Pasal 182 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Setelah tahapan replik dilaksanakan, agenda sidang dilanjutkan dengan duplik atau jawaban terdakwa atas replik yang disampaikan jaksa penuntut umum serta putusan sela sebelum memasuki tahap pembuktian.
Oka juga mengungkapkan di saat bersamaan, terdakwa pemberi suap berinisial RS menyatakan menerima dakwaan atau tidak melakukan eksepsi bahkan mengajukan upaya kerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap kasus tersebut.
Baca juga: Kejari tolak penangguhan penahanan tersangka Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
"RS mengajukan JC (Justice Collaborator). Kita lihat nanti bagaimana putusan hakim melalui penetapan sidang karena sidang untuk dia ditunda sampai 7 Januari 2025. Kemungkinan apa berbarengan dengan putusan sela terdakwa SL atau nanti ada sidang lain. Yang jelas ditunda sampai tanggal 7," ucapnya.
SL ditetapkan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi atau suap pada Selasa (29/10/2024) atau sehari setelah dilantik untuk kedua kali sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi hasil pemilihan umum legislatif serentak di daerah itu.
Kepala Kejari Kabupaten Bekasi Dwi Astuti Beniyati mengatakan SL diduga melakukan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi atau suap dari oknum pelaksana kegiatan fisik berinisial RS yang sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka pada perkara ini merupakan pengembangan dari hasil penyidikan atas dugaan suap atau gratifikasi yang dilakukan tersangka RS pada tersangka SL," katanya.
Baca juga: Kejaksaan lengkapi berkas tuntutan kasus suap Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi Ronald Thomas Mendrofa mengatakan SL disangkakan melanggar pasal alternatif 12 huruf a atau kedua pasal 12 huruf e atau ketiga 12 huruf b atau keempat pasal 5 ayat 2 junto pasal 5 ayat 1 huruf a.
Kemudian atau kelima pasal 5 ayat 2 junto pasal 5 ayat 1 huruf b atau keenam pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.
"Ancaman pidana penjara minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun. Bentuk pasal sangkaan itu alternatif, artinya salah satu dari pasal-pasal tersebut akan dibuktikan nanti di persidangan, mana yang paling sesuai dengan unsur perbuatan," kata Ronald.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024