Bogor (Antara Megapolitan) - Permintaan kayu yang semakin meningkat di masyarakat, mendorong berkembangnya pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Namun, salah satu masalah yang sering dihadapi dalam pembangunan HTI adalah serangan hama.

Baru-baru ini terdapat beberapa laporan telah terjadi serangan hama rayap yang menyebabkan kematian pohon.

Tim peneliti dari Fakultas Kehutanan (Fahutan) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terdiri dari Noor Farikhah Haneda dari Departemen Silvikultur serta Dodi Nandika dan Arinana dari Departemen Hasil Hutan mencoba meneliti ancaman serangan rayap di HTI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman spesies, kelimpahan, dan intensitas serangan rayap tanah di HTI khususnya di lahan gambut.

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Baiting System dengan menggunakan kayu pinus (Standar ASTM-D-1758-96 2002) dan metode survey yang dilakukan di dalam petak HTI Acacia crassicarpa milik PT.

Bukit Batu Hutan Alam, Bengkalis, Provinsi Riau, sejak bulan Mei - September 2016.

Kondisi tapak pada penelitian yaitu tanah bergambut dengan kedalaman kurang lebih tiga meter.

Penentuan petak dilakukan secara acak sesuai dengan kelas umur yang ditentukan (1, 2, dan 3 tahun) penanaman.

Para peneliti ini melakukan pemantauan tegakan dengan menentukan nilai intensitas serangan pada setiap pohon sasaran dengan menggunakan tabel yang telah dibuat.

Dari pengamatannya, mereka menemukan lima jenis rayap tanah yang menyerang pohon Acacia crassicarpa, yakni Coptotermes curvignathus, C. travians, Capritermes sp., Schedorhinotermes sp., dan Nasutitermes longinasus.

''Dari kelima rayap yang ditemukan, rayap Coptotermes spp. memiliki tingkat bahaya yang tinggi jika dibandingkan rayap tanah lainnya. Coptotermes memiliki ketertarikan terhadap lahan dengan kandungan organik yang tinggi seperti banyaknya serasah dan tunggak bekas tebangan. Selain itu, rayap ini memiliki wilayah jelajah yang luas dan populasi yang sangat besar, oleh karena itu keberadaannya harus diwaspadai,'' ujar Noor Farikhah Haneda.

Dikatakannya, jenis Coptotermes juga mampu menyerang gedung-gedung perkotaan yang menjulang tinggi. Kemampuannya itulah yang menyebabkan Coptotermes sering disebut dengan hama isopteran yang sangat destruktif.

Ciri khusus Coptotermes yang mudah dibedakan dari rayap lainnya adalah cairan putih yang keluar dari fontanel (mulut) di antara kedua mandibelnya (capit), saat kasta prajurit ini merasa terancam.

Rayap jenis ini juga memiliki sebaran terluas karena ditemukan di seluruh petak penelitian, berbanding terbalik dengan Pericapritermes yang hanya ditemukan di dalam satu petak penelitian.

Pola sebaran yang dimiliki Coptotermes cenderung berkelompok di setiap petak contoh penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa individu-individu rayap berkumpul dengan kondisi habitat yang menguntungkan dan saling berhubungan.

Noor Farikhah Haneda menyebutkan bahwa persentase serangan terbesar terjadi di petak dengan umur tiga tahun penanaman, yaitu sebesar 6.81 persen; kemudian pada petak umur dua tahun sebesar 2.27 persen; dan umur satu tahun sebesar 0.64 persen. Intensitas serangan rayap pada umur tiga tahun setelah penanaman masih tergolong kategori rendah.

Ichma Yeldha Retmadhona mahasiswa Pascasarjana bimbingan Noor Farikhah Haneda menjelaskan hampir semua pohon yang dijadikan contoh teridentifikasi Coptotermes. Untuk jenis rayap lain (selain Coptotermes) memang membantu dekomposisi, jadi tidak mengganggu. Tidak semua jenis rayap mengganggu.

''Ancaman rayap yaitu memiliki potensi yang tinggi merusak tegakan. Rayap akan memakan selulosa di dalam pohon, jadi dari luar kita menganggap pohon itu sehat, tapi ternyata di dalamnya kopong. Ancaman yang paling besar pada pohon dengan usia tiga tahun, karena semakin dewasa pohon, kandungan selulosanya semakin tinggi dan rayap semakin tertarik,'' ujarnya.

Pohon akasia yang terserang rayap dicirikan dengan adanya liang kembara rayap tanah (tunels) pada permukaan batang. Tingkat serangan tertinggi terjadi ketika pohon akasia berumur tiga tahun.

Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan yang mendukung. Umur pohon yang semakin tua memiliki kandungan selulosa yang lebih banyak, sehingga hal tersebut dapat menarik rayap untuk memakannya.(IR/NM)

Pewarta: Humas IPB/Noor Farikhah Haneda dan Tim

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017