Bogor (Antara Megapolitan) - Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Luky Adrianto menyebutkan bahwa secara statistik marine fisheris atau perikanan tangkap Indonesia masih menjadi pemain utama dan menduduki peringkat kedua terbesar setelah China, sementara perikanan darat masih menduduki urutan nomor 7.

''Ketidakseimbangan tersebut bukan suatu hal yang signifikan. Namun, butuh sentuhan teknologi untuk mendongkrak perikanan darat,'' ujarnya.

Dr. Luki menyampaikan hal tersebut ketika membuka acara Seminar Nasional Perikanan Tangkap ke-7 yang secara rutin diselenggarakan tiap 2 (dua) tahun oleh Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK IPB dan Forum Komunikasi Kemitraan Perikanan Tangkap (FK2PT).

Pada tahun ini seminar mengusung tema ''Pembangunan Perikanan Laut yang Berkelanjutan dan Berkeadilan''. Acara digelar di Auditorium Sumardi Sastrakusumah, FPIK Kampus IPB Dramaga, Bogor (22/8).

Ketua Panitia, Dr. Iin Solihin mengatakan bahwa  seminar nasional ini digelar dalam rangka memperkaya konsep pembangunan perikanan. Hadir sebagai narasumber, yaitu: Kepala Badan Pengembangan SDM dan Litbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang diwakili oleh Dr. Fayakun Satria; Dr. Tri Wiji Nurani (staf pengajar Departemen PSP FPIK IPB).

Seminar Nasional Perikanan Tangkap 7 dilakukan secara paralel dibagi pada empat tema, yaitu Teknologi Perikanan Laut; Manajemen dan Kebijakan Perikanan Laut; Sosial Ekonomi Perikanan Laut;  dan Industri Perikanan Laut.

Seminar ini menghadirkan 77 makalah yang dipresentasikan dari  22 Perguruan Tinggi. Makalah akan dipublikasikan melalui Jurnal Marine Fisheries yang dikelola oleh FK2PT dan Departemen PSP FPIK IPB atau prosiding.

Kegiatan ini dirangkai dengan ''International Workshop on Sustainable Fisheries Capture''. Pelaksanaan seminar nasional dan International Workshop ini diharapkan mampu mensinergikan para stakeholders perikanan tangkap/laut dalam pembangunan perikanan tangkap Indonesia dalam menghadapi perkembangan regulasi internasional yang menuntut perikanan berkelanjutan dan berkeadilan.

Workshop internasional menghadirkan Dr.  Darmawan (Direktur Perikanan RARE); Dr. Budy Wiryawan (Peneliti Departemen PSP IPB); Prof. Dr. Neil Loneragan (Directore of Environmental and Conservation in Murdoch University); dan Dr. Christopher D Elvigde (Senior Researcher at NOAA). Pada acara bersamaan juga dilaksanakan rapat FK2PT.

Terkait berbagai instrumen internasional, Dr. Budy Wiryawan, menyampaikan beberapa negara besar sudah mengeluarkan aturan untuk pemberantasan IUU Fishing melalui sistem pasar dengan mekanisme ketelusuran (traceability) sebagaimana diamanatkan dalam IPOA on IUU Fishing, diantaranya Eropa dengan  EC No 1005/2008 dan Amerika Serikat dengan Final Rule to Implement U.S. Seafood Import Monitoring
Program Rin 0648-Bf09.

Untuk Uni Eropa sudah mengadopsinya, tetapi belum untuk Amerika Serikat yang akan berlaku tahun depan. Dengan demikian, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan membangun sistem ketelusuran yang terpadu mulai dari aspek produsen (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) hingga aspek pengolahan dan pemasaran.

Ketiadaan sistem ketelusuran tersebut mengakibatkan produk perikanan Indonesia akan ditolak oleh negara pasar. Sebagai negara eksportir, Indonesia harus menyiapkan diri terhadap perkembangan isu dan permasalahan dunia tersebut. Dengan kata lain, keterpaduan hulu-hilir dan sinergisme regulasi antar lembaga negara, khususnya di lingkungan KKP menjadi sangat penting.

Sementara di sisi lain, bagaimana dampak perkembangan kebijakan internasional tersebut kepada pelaku usaha perikanan, khususnya nelayan. Apakah mereka sudah mendapatkan keuntungan yang layak dari sebuah proses sistem perikanan. Di sinilah perlu diwujudkannya perikanan yang berkeadilan untuk seluruh pelaku usaha perikanan. (dh).

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017