Masyarakat luas seyogianya memberikan kesempatan kepada Ketua Mahkamah Agung Prof. Dr. Sunarto untuk melakukan pembenahan hukum dibawahnya, utamanya dalam memberantas Makelar Kasus (Markus) yang sampai saat ini masih terlihat oleh masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia Hermansyah di Jakarta, Jumat.
"Penangkapan 3 hakim PN Surabaya yang mengadili dan memutus perkara Ronald Tannur dan penangkapan eks Pejabat MA dengan dugaan menerima gratifikasi telah memantik perhatian publik dan menjadi isu utama pemberitaan di berbagai media massa, salah satunya adanya Markus," katanya.
Hermansyah yang juga direktur Yayasan Penelitihan Hukum Jakata itu mengatakan sebagai warga negara tentu kita semua mengutuk keras peristiwa tersebut karena sangat merusak dan menciderai keadilan. Hakim itu berpikir untuk korupsi dan melanggar kode etik saja tidak boleh, apa lagi melakukannya.
"Kasus ini kan terjadi selang beberapa hari setelah Prof. Sunarto mengucapkan sumpah sebagai Ketua MA dihadapan Presiden Prabowo Subianto. Jadi ini momentum bagus bagi Ketua MA baru untuk melakukan pembenahan dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan integritas pengawasan internal," katanya.
Oleh karenannya, mari kita beri kesempatan dan dukungan kepada Prof Sunarto untuk melakukan pembenahan dan evaluasi internal agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali. Jika dalam perjalanannya mamasalah korupsi dan Markus di dunia peradilan masih marak, sama-sama kita kritisi.
"Initinya bagaimana menciptakan hukum dapat dipercaya oleh masyarakat, hukum tidak tumpul kepada pengusaha dan tajam kepada orang yang tidak punya uang (atau miskin)," katanya menegaskan.
Akademisi yang pernah bertugas di Komisi Yudisial tahun 2005 - 2015 ini berharap agar semua pihak untuk kembali concern terhadap upaya reformasi hukum dan reformasi peradilan sebagai salah satu agenda utama reformasi 1998.
"Reformasi hukum dan reformasi peradilan sebagai salah satu agenda utama reformasi 1998 harus terus kita kawal dan perjuangkan bersama" ujarnya.
Senada dengan itu, Prof. Laksanto Utomo Guru Besar Fakultas Hukum Ubhara Jakarta mengemukakan bahwa sistem dan kinerja Pengawasan Internal Mahkamah Agung nampaknya perlu dievaluasi, tujuannya agar ditemukan strategi dan cara yang lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap hakim dan pejabat pengadilan agar mampu mencegah perilaku korupsi dan pelanggaran etik.
Laksanto sependapat bahwa Ketua MA saat ini Prof. Sunarto perlu diberikan kesempatan dan dukungan dari semua pihak agar bisa melakukan pembenahan dan perbaikan di internal MA.
Prof. Sunarto, kata Laksanto, masih menjadi atu-satunya hakim agung dalam sejarah sejak berdirinya Mahkamah Agung pada tanggal 19 Agustus 1945, hingga kini yang menjabat wakil ketua non yudisial dan wakil ketua yudisial Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tentu ini menjadi sebuah prestasi yang prestisius yang sulit untuk di lampaui orang lain.
"Oleh karenanya wajar jika masyarakat memberi kesempatan bekerja," tutup Prof. Laks.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Hal tersebut diungkapkan Direktur Lembaga Eksaminasi Hukum Indonesia Hermansyah di Jakarta, Jumat.
"Penangkapan 3 hakim PN Surabaya yang mengadili dan memutus perkara Ronald Tannur dan penangkapan eks Pejabat MA dengan dugaan menerima gratifikasi telah memantik perhatian publik dan menjadi isu utama pemberitaan di berbagai media massa, salah satunya adanya Markus," katanya.
Hermansyah yang juga direktur Yayasan Penelitihan Hukum Jakata itu mengatakan sebagai warga negara tentu kita semua mengutuk keras peristiwa tersebut karena sangat merusak dan menciderai keadilan. Hakim itu berpikir untuk korupsi dan melanggar kode etik saja tidak boleh, apa lagi melakukannya.
"Kasus ini kan terjadi selang beberapa hari setelah Prof. Sunarto mengucapkan sumpah sebagai Ketua MA dihadapan Presiden Prabowo Subianto. Jadi ini momentum bagus bagi Ketua MA baru untuk melakukan pembenahan dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem dan integritas pengawasan internal," katanya.
Oleh karenannya, mari kita beri kesempatan dan dukungan kepada Prof Sunarto untuk melakukan pembenahan dan evaluasi internal agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali. Jika dalam perjalanannya mamasalah korupsi dan Markus di dunia peradilan masih marak, sama-sama kita kritisi.
"Initinya bagaimana menciptakan hukum dapat dipercaya oleh masyarakat, hukum tidak tumpul kepada pengusaha dan tajam kepada orang yang tidak punya uang (atau miskin)," katanya menegaskan.
Akademisi yang pernah bertugas di Komisi Yudisial tahun 2005 - 2015 ini berharap agar semua pihak untuk kembali concern terhadap upaya reformasi hukum dan reformasi peradilan sebagai salah satu agenda utama reformasi 1998.
"Reformasi hukum dan reformasi peradilan sebagai salah satu agenda utama reformasi 1998 harus terus kita kawal dan perjuangkan bersama" ujarnya.
Senada dengan itu, Prof. Laksanto Utomo Guru Besar Fakultas Hukum Ubhara Jakarta mengemukakan bahwa sistem dan kinerja Pengawasan Internal Mahkamah Agung nampaknya perlu dievaluasi, tujuannya agar ditemukan strategi dan cara yang lebih efektif dalam melakukan pengawasan terhadap hakim dan pejabat pengadilan agar mampu mencegah perilaku korupsi dan pelanggaran etik.
Laksanto sependapat bahwa Ketua MA saat ini Prof. Sunarto perlu diberikan kesempatan dan dukungan dari semua pihak agar bisa melakukan pembenahan dan perbaikan di internal MA.
Prof. Sunarto, kata Laksanto, masih menjadi atu-satunya hakim agung dalam sejarah sejak berdirinya Mahkamah Agung pada tanggal 19 Agustus 1945, hingga kini yang menjabat wakil ketua non yudisial dan wakil ketua yudisial Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tentu ini menjadi sebuah prestasi yang prestisius yang sulit untuk di lampaui orang lain.
"Oleh karenanya wajar jika masyarakat memberi kesempatan bekerja," tutup Prof. Laks.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024