Borobudur (Antara Megapolitan) - Setiap warga bangsa harus menjadi duta-duta Indonesia di masyarakat sekitarnya, termasuk dengan memanfaatkan media sosial untuk memenangi kontestasi pemikiran keindonesiaan, kata Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh (Alissa Wahid).

"Saya harapkan bapak ibu bisa menjadi duta-duta Indonesia di masyarakat kita, kita berpacu memenangi pertempuran di kepala warga Indonesia. Siapa yang menang dalam pertempuran? Tergantung kita," katanya di Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (17/6) malam.

Alissa mengatakan hal itu dalam acara bulanan keempat "Jamaah Kopdariyah" dengan tema "Njaga Pancasila Njunjung Kamanungsan" (Menjaga Pancasila Menjunjung Kemanusiaan) di Kampung Dolanan Anak Nusantara Dusun Sodongan, Desa Bumiharjo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. "Jamaah Kopdariyah" diikuti masyarakat dari berbagai latar belakang, termasuk umat lintasagama di daerah setempat.

Pada acara yang berlangsung hingga lepas tengah malam atau Minggu dini hari itu, ia meminta masyarakat memanfaatkan media sosial dengan baik sebagai ruang menebarkan nilai-nilai kemanusiaan untuk keadilan di tengah masyarakat.

"Media sosial jangan diisi dengan hal-hal yang galau-galau, piknik, makan-makan, tetapi jadikan medsos sebagai ruang perjuangan memenangi kontestasi pemikiran, nilai kemanusiaan untuk keadilan," ujar salah satu putri Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu,

Allisa yang juga psikolog keluarga tersebut, mengemukakan perkembangan trasnportasi dan kemajuan teknologi informasi saat ini membuat keberagaman sebagai sesuatu yang susah untuk ditolak.

Keberagaman dalam kehidupan pada era kesejagatan, ujarnya dalam acara dengan sejumlah narasumber lainnya, yakni Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Thullab Desa Wonosari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang K.H. Said Asrori, budayawan Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang Sutanto Mendut, Dandim 0706/Magelang Letkol Inf Hendra Purwanasari, dan Kapolres Magelang AKBP Hindarsono itu, sebagai suatu keniscayaan.

Ia mengemukakan era kesejagatan mendorong terjadinya pertukaran berbagai hal dalam kehidupan bersama, seperti pertukaran budaya, informasi, dan cara hidup.

"Tapi karena banyak kelompok dan ada yang berusaha menjaga kelangsungan kelompoknya dengan menjaga kemurniannya atau purifikasi, asli dan pendatang, semua yang beda kita lawan, akhirnya kita jadi bermusuhan. Akibatnya lupa kearifan yang diajarkan guru-guru kita sejak Indonesia belum ada. Kita kadang lupa yang hakiki (kemanusiaan, red.), kita hanya memandang luarnya," katanya.

Pada kesempatan itu, Allisa juga bercerita tentang beberapa sikap, prinsip, dan keteladanan Gus Dur, antara lain menyangkut keindonesiaan, pluralisme, keberpihakan terhadap nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan yang bukan saja untuk kepentingan Indonesia akan tetapi juga masyarakat dunia.

"Istilah memanusiakan manusia kelihatan gampang dan biasa-biasa saja, tapi menjadi faktor utama orang menghormati dan mencintai Gus Dur. Kemanusiaan yang seharusnya naluriah, sekarang menjadi istimewa. Kenapa sampai malam ini kita membahas memanusiakan manusia? Itu tantangan kita," katanya.

Kiai Said mengajak setiap orang untuk menjaga kemanusiaan agar kehidupan menjadi nyaman, damai, dan tenteram.

Ia mengatakan manusia kehilangan kemanusiaan karena lupa diri dan ditumpangi berbagai kepentingan yang tidak bisa dikendalikan.

Manusia yang kehilangan kemanusiaan, ujarnya dalam acara yang dipandu seorang pegiat "Jamaah Kopdariyah" Danu Wiratmoko itu, akan melebihi sifat-sifat iblis.

"Kita tidak pernah mendengar iblis membunuh iblis, iblis korupsi rakyat iblis. Kalau manusia kehilangan kemanusiaan bisa melakukan hal-hal yang lebih dari iblis," katanya.

Ia mengajak setiap orang untuk mematri kemanusiaan dalam hati dan diri masing-masing sehingga bisa melakukan kebaikan untuk siapa saja.

"Supaya menjadi orang normal pikiran dan hatinya. Kebersamaan itu menyejukkan dan mendamaikan hati, dan kehidupan adalah keberagaman," ujarnya.

Pada acara itu, para peserta secara bersama-sama juga menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya". Acara juga ditandai dengan pementasan sejumlah kesenian, seperti pentas pantomim, pembacaan puisi, performa dolanan anak, tarian keprajuritan soreng, dan musik "gejog lesung". (Ant).

Pewarta: M. Hari Atmoko

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017