Sungai-sungai yang bersih, bening dan indah umumnya berada di wilayah negara-negara maju, sedangkan sungai kotor, kumuh dan tercemar banyak terdapat di negara-negara dengan masyarakat rendah literasi. Maka tak dapat disangkal bahwa kesehatan dan kelestarian sungai terkait erat dengan perilaku dan peradaban manusia di sekitarnya.
Bagaimana adab masyarakat Indonesia terhadap sungai? Banyak yang mengotori dan merusaknya, namun kabar baiknya, kondisi itu menggugah banyak kalangan peduli bumi untuk membersihkan dan memulihkan kesehatan sungai. Ada yang merusak, ada yang bangkit merawat, begitu dinamika yang lazim terjadi pada isu-isu lingkungan. Kesadaran muncul dari keprihatinan atas kondisi lingkungan alam ---termasuk sungai di dalamnya --- yang membutuhkan perhatian serius.
Itulah kenapa Hari Sungai Nasional dicetuskan dan diperingati hingga sekarang, setiap tanggal 27 Juli, bertujuan mendorong dan membangun kesadaran bersama untuk menjaga sungai di sekitar kita.
Sungai yang sehat merupakan rumah bagi beraneka spesies flora dan fauna, juga menjadi sumber air baku, pengairan pertanian, pelayaran, sumber energi, bahkan destinasi rekreasi.
Tentu kita akan berduka menyaksikan sungai-sungai besar di Kalimantan, Sulawesi sampai Papua yang hulunya rusak oleh aktivitas ekonomi ekstraktif, atau sungai-sungai di Sumatera dan Jawa yang melintasi kawasan industri atau permukiman penduduk, tercemar berat.
Pada bagian lain, hal menggembirakan datang dari masyarakat yang mencintai sungai begitu rupa. Tidak hanya membersihkan dan merawatnya, bahkan mengembangkan aliran mata air menjadi wahana wisata yang menakjubkan. Umbul Ponggok di Klaten, Jawa tengah; Sungai Maron di Pacitan yang dikenal sebagai sungai Amazon ala Jawa Timur; Sungai Cukang Taneuh di Kabupaten Pangandaran yang populer dengan sebutan Green Canyon; dan Sungai Ayung di Ubud, Bali yang menjadi surga bagi pencinta arung jeram; adalah beberapa di antaranya.
Indonesia memiliki sekitar 70 ribu sungai, setidaknya 330 sungai besar telah melahirkan peradaban bangsa. Hubungan harmonis antara manusia dengan sungai sudah berjalan sejak belasan abad lalu, hingga melahirkan kerajaan besar di Nusantara. Semisal, Sungai Cisadane, Ciliwung dan Citarum yang melahirkan Kerajaan Tarumanegara, Sungai Brantas melahirkan Kerajaan Majapahit, Sungai Musi dengan Kedatuan Sriwijaya, serta Sungai Batanghari memunculkan Kerajaan Melayu.
Sayang bila masa kejayaan sungai itu tinggal nostalgia. Sebab, data Badan Pusat Statistik (BPS) paling baru menunjukkan bahwa sekitar 46 persen dari 70 ribu sungai itu kini dalam kondisi tercemar berat. Data penunjang lain mencatat, hanya 8,1 persen kualitas air sungai di Indonesia yang memenuhi baku mutu dari 111 sungai yang diidentifikasi.
Bicara kerusakan sungai, tidak ada tersangka lain kecuali manusia, baik atas perbuatan orang per orang atau kelompok usaha (perusahaan). Kegiatannya bisa berupa penebangan liar, pertanian, perkebunan, permukiman, penambangan, hingga pembuangan limbah industri dan sampah rumah tangga.
Dampaknya tentu saja luar biasa, mulai dari krisis air bersih, banjir dan kekeringan, kehilangan sumber pangan, serta ancaman kepunahan populasi ikan, juga konflik manusia dengan satwa terutama buaya, belum lagi hilangnya beragam tradisi kebudayaan bahari terkait sungai.
Bangga dan memelihara
Indonesia memiliki banyak sungai besar dan panjang bahkan saking luasnya sampai menyerupai hamparan perairan laut. Dalam daftar 10 sungai terpanjang di Indonesia, tersebut Sungai Kapuas di Kalimantan Barat dengan panjang mencapai 1.143 km atau hampir setara panjang Pulau Jawa. Sungai yang mengalir dari Kabupaten Kapuas Hulu sampai Kota Pontianak, dan melewati 7 kabupaten itu menjadi rumah bagi lebih dari 700 jenis ikan, 12 di antaranya merupakan jenis ikan langka dan 40 jenis lainnya terancam punah.
Kemudian, Sungai Mahakam di Kalimantan Timur mengalir sepanjang 920 km dan bermuara di Selat Makassar, merupakan rumah bagi spesies mamalia ikan air tawar yang terancam punah, yaitu Pesut Mahakam.
Masih di Pulau Kalimantan, ada Sungai Barito yang melintasi Provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, sepanjang 890 km dan terkenal dengan aktivitas pasar terapung. Sedangkan Sungai Seruyan yang terletak di Kalimantan Tengah mengalir di wilayah Kabupaten Seruyan, dimulai dari pegunungan di utara dan berakhir di Laut Jawa di selatan.
Bergeser ke Pulau Sumatera terdapat Sungai Batanghari dengan panjang sekitar 800 km berjuluk Swarnadwipa atau “Pulau Emas” karena dalam aliran sungai ini menyimpan banyak kandungan emas. Berikutnya sungai ikonik Sumatera Selatan yaitu Sungai Musi yang dimanfaatkan sebagai sarana transportasi utama Nusantara sejak Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7. Ada juga Sungai Indragiri di Provinsi Riau yang mengalir dari dataran tinggi di Barat Sumatera menuju Selat Malaka.
Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa, mengalir sejauh 540 kilometer, dimulai dari sumbernya di Pegunungan Kendeng dekat Solo, Jawa Tengah, dan berakhir di Laut Jawa, dekat Gresik, Jawa Timur.
Sementara Papua, selain memiliki gunung tertinggi di Indonesia, juga memiliki sungai terpanjang yang membentang sekitar 1.200 kilometer. Sungai Digul mengalir dari pegunungan tengah Papua, melewati dataran rendah sebelum akhirnya bermuara ke Laut Arafura. Di sepanjang sungai, dapat ditemukan berbagai spesies flora dan fauna yang unik, termasuk beberapa yang mungkin belum diketahui oleh ilmu pengetahuan.
Ada pula Sungai Mamberamo sepanjang 1.102 km yang berhulu di Pegunungan Jayawijaya dan bermuara ke Samudera Pasifik. Sungai ini dijuluki “Amazon”-nya Indonesia karena berada di wilayah yang penuh dengan kekayaan hayati dan masih sangat asri.
Mendata daftar panjang sungai-sungai yang kita miliki berikut kekayaan alam di dalamnya, sungguh suatu anugerah Tuhan yang luar biasa. Alangkah nista bila manusia melakukan hal-hal bodoh yang mengakibatkan rusaknya keberadaan dan fungsi sungai.
Boleh bangga, Indonesia memiliki bentang sungai yang panjang di mana-mana, akan tetapi bangga saja tidak cukup. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai, disebutkan sungai dikuasai oleh negara dan merupakan kekayaan negara. Meski demikian, memelihara dan menjaganya adalah tanggung jawab kita bersama. Sebab sungai berada di sekitar kita, begitu pun orang-orang jahil (baca: bodoh) yang mengotori dan merusak sungai ada di antara kita.
Apa saja tindakan dan perilaku kita yang dapat menyelamatkan ekosistem sungai, berikut beberapa di antaranya, sesuai kapasitas masing-masing:
- Perseorangan. Minimal tidak membuang sampah ke aliran sungai, tidak berkegiatan di sungai yang menimbulkan air tercemar. Semisal: mandi dan keramas di sungai menggunakan sabun dan sampo. Cuci-mencuci menggunakan deterjen. Atau buang hajat, dan segala perbuatan yang mengotori air sungai.
Tidak juga mendirikan bangunan di bantaran yang memakan bibir sungai hingga bentang lebar sungai menyempit dan menghambat laju aliran air.
- Perusahaan/industri. Tidak mengalirkan limbah produksi ke sungai dengan menciptakan atau menggunakan teknologi pengolahan limbah sendiri. Industri yang dalam produksinya menggunakan mata air sungai, hendaknya mengembalikan minimal sebanyak air yang mereka gunakan, melalui berbagai inisiasi perawatan dan pemulihan sumber mata air.
Misalnya: industri air mineral dalam kemasan, melakukan kegiatan penghijauan di sekitar sumber mata air yang tiap hari disedotnya untuk produksi. Juga membangun sarana prasarana irigasi pertanian bagi warga sekitar pabrik.
Intinya, perusahaan mesti melakukan amal kebaikan bagi alam dan lingkungan sekitar setelah mengeksploitasi sungai untuk kepentingan industrinya.
- Organisasi. Memelopori gerakan cinta sungai, bersih-bersih sungai, melakukan penyuluhan pada masyarakat luas agar terbangun kesadaran untuk bersama-sama menjaga kelestarian sungai.
Dengan langkah berjamaah, semoga kondisi sungai kita tak lagi jadi bahan ghibah negara sebelah, karena sungai kotor dan rusak cerminan masyarakat keterbelakangan peradaban.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Keindahan sungai indikasi peradaban masyarakat
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024