Jakarta (Antara Megapolitan) - Pro dan kontra mengiringi pengesahan usulan hak angket DPR RI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu.

Sebagian di antara mereka menilai pembentukan panitia khusus (pansus) itu berpotensi melemahkan KPK dan bernuansa politik yang kental.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto mengatakan bahwa pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK dapat mengganggu kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi. Dengan alasan ini, partainya menolak terbentuknya pansus tersebut.

Partai Demokrat tidak setuju dengan pembentukan pansus karena akan menyita waktu KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.

Di satu sisi, komisioner akan sering mendatangi DPR untuk memenuhi panggilan Pansus Hak Angket. Padahal, di sisi lain kerja KPK relatif cukup berat.

Kendati demikian, Agus yang juga Wakil Ketua DPR RI memandang perlu pengawasan terhadap setiap institusi. Khusus KPK, tidak perlu sampai bentuk Pansus Angket KPK karena pengawasan terhadap KPK bisa dilakukan di komisi lewat rapat dengar pendapat atau rapat kerja.

Institusi apa pun, menurut dia, harus memberikan pengawasan betul-betul, ketat, jelas, bagus, transparan, akuntabel, dan berkeadilan.

"Kita harus beri pengawasan. Akan tetapi, pengawasan tentu tidak menggunakan pansus," kata Agus.

Sementara itu, Direktur Advokasi Pukat Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan bahwa hak angket secara teori dan undang-undang adalah hak penyelidikan ketika terjadi sebuah pelanggaran hukum. Hal ini berbeda dengan interpelasi. Sejak awal hak angket tidak bisa untuk KPK karena itu menyangkut kebijakan pemerintah.

Hak angket yang digunakan DPR didasari karena KPK dianggap penyidikannya tidak standar, dugaan pelanggaran kode etik pada kasus KTP elektronik, dan dugaan pelanggaran bocornya data-data. Hal itu yang mau diselidiki.

Meski Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS tidak mengirimkan wakilnya, Pansus Hak Angket KPK menggelar rapat perdananya pada hari Rabu (7/6). Rapat ini dihadiri tujuh fraksi, yaitu Partai Golkar, PDI Perjuangan, Hanura, NasDem, PPP, PAN, dan Gerindra.

Rapat tersebut sekaligus memutuskan pimpinan Pansus Angket KPK. Politikus Partai Golkar Agun Gunandjar terpilih sebagai ketua, sedangkan wakilnya masing-masing Risa Mariska dari PDI Perjuangan, Dossy Iskandar dari Partai Hanura, dan Taufiqulhadi dari Partai NasDem.

Usai rapat pansus, Kamis (8/6), Ketua Panitia Khusus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan bahwa pansus memerlukan dana sekitar Rp3,1 miliar untuk bekerja selama 60 hari sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dana tersebut sudah termasuk untuk membiaya aktivitas di luar rapat-rapat formal di DPR RI.

Hal itu, katanya lagi, sudah termasuk konsinyering, kunjungan ke luar kota, mengundang pakar, ahli yang terkait dengan tugas pokok.

Agun juga menjelaskan bahwa Rapat Pansus KPK pada hari Kamis (8/6) memutuskan dua poin besar, yaitu mengenai kerangka acuan bekerja (term of reference/ToR). ToR ini bakal dikirimkan kepada pihak-pihak terkait, misalnya, para pakar yang diundang serta pihak-pihak yang diperiksa. Adapun isinya, antara lain, mengenai latar belakang hak angket, fungsi, tugas, dan metode.

Kedua, Pansus menyepakati mekanisme kerja. Agun menegaskan bahwa pansus itu tidak akan seperti pansus sebelumnya.
        
Kesulitan

Meskipun pimpinan pansus telah terbentuk dan jadwal akan disusun, bukan berarti kerja pansus akan bergulir dengan mudah.

Panitia angket bisa memanggil KPK. Namun, data hukum yang dimiliki KPK tidak dapat diberikan karena secara hukum tidak diperbolehkan.

Oce Madril mengatakan bahwa KPK tidak bisa membuka data hukum. Institusi itu dilarang oleh KUHAP maupun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Data hukum tidak boleh dibuka selain di pengadilan. Jadi, kalaupun panitia terbentuk, PKS dan Demokrat kirim wakil, enggak mungkin data dibuka. Kalau data hukum dibuka, bisa dipidana, katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan bahwa pihaknya akan mengundang beberapa ahli untuk meminta masukan terkait dengan sah atau tidaknya Pansus Hak Angket KPK yang sedang bergulir di DPR RI saat ini.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan bahwa pihaknya masih melakukan kajian apakah pansus tersebut akan menjalankan kegiatannya sesuai dengan kewenangannya atau tidak?

Kalau kemudian ternyata menjalankan tidak sesuai dengan kewenangan, tentu saja itu tidak sah. Akan tetapi, pihaknya akan melihat lebih lanjut bagaimana sikap final dari KPK.

Terkait dengan ahli yang dimintai masukan oleh KPK, menurut Febri, salah satunya terdapat ahli hukum tata negara untuk bahas soal sah atau tidaknya pansus tersebut.

Tentu ahli hukum tata negara yang terpenting di sana. Kelak pihaknya akan "update" lebih lanjut ahli-ahli yang terkait dengan kewenangan DPR untuk melakukan hak angket itu.

Pukat Gadjah Mada melihat isu angket tersebut lebih mengarah pada politik dan bisa menjadi bola liar.

Oleh karena itu, dia mengharapkan Presiden RI Joko Widodo bisa memberikan pandangan yang isinya mendukung keberadaan KPK dalam tugasnya melakukan pemberantasan korupsi.

Oce Madril memandang perlu Presiden memberi respons khusus, cukup tiga kalimat: "Saya berdiri di belakang KPK"; "Mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK"; "Akan berhadapan dengan pihak-pihak yang akan melemahkan KPK".

Ia memperkirakan hak angket itu ujungnya bagaimana mengubah kewenangan KPK menjadi lembaga yang biasa-biasa saja. (Ant).

Pewarta: Panca Hari Prabowo

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017