Bogor (Antara Megapolitan) - Star Energy akan meningkatkan kapasitas produksi listrik tenaga panas bumi (PLTP) atau Geothermal menjadi 1.200 Megawatt pada 2028.
"Tentu ini memerlukan proses dan tahapan, kami juga telah melakukan eksplorasi di Lampung dan Sulawesi untuk sumber panas bumi baru nantinya," kata Hadi Kuwoyo, Koordinator Komunikasi Star Energy kepada wartawan di Bogor, Jumat malam.
Ia mengatakan, saat ini kapasitas produksi Star Energy baru 934 Megawatt, disuplai dari tiga unit yakni PLTP Gunung Salak sebesar 377 Megawatt, Darajat 270 Megawatt, dan PLTP Wayang Windu, sebesar 287 Megawatt.
Menurut Hadi, peningkatan kapasitas produksi tersebut merupakan komitmen Star Energy dalam mendukung program pemerintah untuk menyediakan sumber listrik dan panas bumi.
"Kami berkomitmen menjadi perusahaan pemasok listrik untuk negeri," katanya.
Saat ini, lanjut Hadi, Star Energy sedang melakukan sinkronisasi pascaakuisi dari Chevron Corporation di Gunung Salak dan Darajat.
Ia menyebutkan, sejak pergantian kepemilikan, perusahaan dapat berjalan dengan baik. Manajemen Start Enery fokus pada keselamatan aset, dan lingkungan. Menyelesaikan internal perusaan termasuk administrasi yang mengalami perubahan.
"Walaupun begitu, kami tetap memastikan pasokan listrik dan distribusi tetap berjalan tidak ada gangguan," katanya.
Star Energy menjadi pengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar di Indonesia pascaakuisisi dua aset Chevron Corporation yakni Gunung Salak dan Darajat (berita Antara, 16 April 2017).
Konsorsium Star Energy pada 31 Maret 2017 telah menyelesaikan pembelian dua aset PLTP Chevron yakni Gunung Salak dan Darajat. Sementara, untuk aset panas bumi Chevron di Filiphina paling lambat tuntas pada akhir 2017.
Pada 22 Desember 2016, Konsorsium Star Energy dan Chevron meneken "share sale and purchase agreement" untuk dua aset di Indonesia dan satu aset di Filiphina.
Nilai akuisisi ketiga aset tersebut diperkirakan mencapai 2,3 miliar dolar AS atau setara Rp31 triliun.
Konsorsium Star Energy untuk pembelian PLTP yang dikelola Chevron terdiri atas Star Energy Group Holding, Star Energy Geothermal, AC Energy (Ayala Group di Filiphina), dan EGCO dari Thailand.
Grup Start Energy menguasai 68,31 persen saham konsorsium, sementara AC Energy 19,3 persen, dan EGCO 11,89 persen.
Dua aset PLTP Chevron di Indonesia yang dijual kepada Konsorsium Star Energy adalah Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat dan Darajat di Garut, Jawa Barat.
Sementara, aset di Filiphina adalah berupa 40 persen saham PLTP Tiwi-Makban berkapasitas total 326 MW.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017
"Tentu ini memerlukan proses dan tahapan, kami juga telah melakukan eksplorasi di Lampung dan Sulawesi untuk sumber panas bumi baru nantinya," kata Hadi Kuwoyo, Koordinator Komunikasi Star Energy kepada wartawan di Bogor, Jumat malam.
Ia mengatakan, saat ini kapasitas produksi Star Energy baru 934 Megawatt, disuplai dari tiga unit yakni PLTP Gunung Salak sebesar 377 Megawatt, Darajat 270 Megawatt, dan PLTP Wayang Windu, sebesar 287 Megawatt.
Menurut Hadi, peningkatan kapasitas produksi tersebut merupakan komitmen Star Energy dalam mendukung program pemerintah untuk menyediakan sumber listrik dan panas bumi.
"Kami berkomitmen menjadi perusahaan pemasok listrik untuk negeri," katanya.
Saat ini, lanjut Hadi, Star Energy sedang melakukan sinkronisasi pascaakuisi dari Chevron Corporation di Gunung Salak dan Darajat.
Ia menyebutkan, sejak pergantian kepemilikan, perusahaan dapat berjalan dengan baik. Manajemen Start Enery fokus pada keselamatan aset, dan lingkungan. Menyelesaikan internal perusaan termasuk administrasi yang mengalami perubahan.
"Walaupun begitu, kami tetap memastikan pasokan listrik dan distribusi tetap berjalan tidak ada gangguan," katanya.
Star Energy menjadi pengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terbesar di Indonesia pascaakuisisi dua aset Chevron Corporation yakni Gunung Salak dan Darajat (berita Antara, 16 April 2017).
Konsorsium Star Energy pada 31 Maret 2017 telah menyelesaikan pembelian dua aset PLTP Chevron yakni Gunung Salak dan Darajat. Sementara, untuk aset panas bumi Chevron di Filiphina paling lambat tuntas pada akhir 2017.
Pada 22 Desember 2016, Konsorsium Star Energy dan Chevron meneken "share sale and purchase agreement" untuk dua aset di Indonesia dan satu aset di Filiphina.
Nilai akuisisi ketiga aset tersebut diperkirakan mencapai 2,3 miliar dolar AS atau setara Rp31 triliun.
Konsorsium Star Energy untuk pembelian PLTP yang dikelola Chevron terdiri atas Star Energy Group Holding, Star Energy Geothermal, AC Energy (Ayala Group di Filiphina), dan EGCO dari Thailand.
Grup Start Energy menguasai 68,31 persen saham konsorsium, sementara AC Energy 19,3 persen, dan EGCO 11,89 persen.
Dua aset PLTP Chevron di Indonesia yang dijual kepada Konsorsium Star Energy adalah Gunung Salak di Bogor, Jawa Barat dan Darajat di Garut, Jawa Barat.
Sementara, aset di Filiphina adalah berupa 40 persen saham PLTP Tiwi-Makban berkapasitas total 326 MW.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017