Ketersediaan lahan pertanian yang semakin lama semakin berkurang mendorong para petani untuk membuka lahan pertanian di daerah sekitar hutan.

Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan berbagai macam kerugian dan masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global bagi masyarakat.

Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain.

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini, maka lahir agroforestri sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian atau kehutanan.

Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan.

Kelompok tani Desa Sukaluyu yang berada di Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor adalah salah satu contoh daerah yang sudah melakukan sistem agroforestri yaitu perpaduan antara pertanian dan kehutanan.

Akan tetapi, kegiatan Bina Hutan Rakyat di Desa Sukaluyu yang telah diselenggarakan oleh salah satu himpunan profesi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu menemukan berbagai kendala.

Kurangnya pengetahuan akan tumbuhan yang sesuai dengan kondisi lahan dan permasalahan ketersediaan bibit di desa tersebut juga mempengaruhi keberhasilan sistem agroforestri.

Permasalahan ketersediaan bibit disebabkan tidak adanya tempat pengadaan bibit di desa tersebut.

Bank Bibit Agroforestri merupakan suatu program kegiatan yang berasal dari usulan Guntur Prabowo (Guntur), mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan tim yaitu Muhammad Kurnia Nasution, Nia Azizah Risqi, Made Surya Giri Mustika, dan Adrian Triandi.

Program ini bertujuan untuk memberi pengetahuan dan pelatihan terhadap kelompok tani Desa Sukaluyu mulai dari penyuluhan sistem agroforestri secara tepat dan benar serta praktik pengadaan bibit dan pembuatan persemaian secara mandiri dan sederhana.

Selama ini masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Salak ini menjadikan pohon sengon sebagai komoditas utama yang ditanam di lahan mereka.

Selain sengon, mereka juga menanam jagung, kacang panjang, palawija dan tanaman obat sebagai bentuk agroforestrinya. Akan tetapi, produksi sengon setiap tahun di kampung ini semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tidak dilakukannya pembibitan yang baik.

Masyarakat hanya mengandalkan bibit yang dibeli dari tempat lain dengan harga yang mahal.

Hadirnya Bank Bibit Agroforestri ini dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat di Sukaluyu. Bentuk pembinaan yang dilakukan seperti penyuluhan dan pelatihan pembuatan persemaian dirasakan manfaatnya secara langsung oleh warga.

Tujuan terbesar dari program ini pun dapat tercapai yaitu masyarakat dapat mandiri dalam penyediaan bibit pohon dan bisa mengelola persemaian dengan baik. Guntur menuturkan bahwa ia sangat senang jika masyarakat dapat terbantu dengan program yang ia jalankan bersama keempat temannya.

Ia juga berharap jika masyarakat tidak akan kesulitan lagi dalam mencari bibit, sehingga penghasilan mereka dari pohon sengon tidak hilang. (KHO/NM).

Pewarta: Humas IPB

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017