Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi. Tingginya AKI antara lain dipicu oleh  kondisi kehamilan yang tidak ideal atau yang disebut "4 Terlalu" (Terlalu tua usia, Terlalu muda usia, Terlalu banyak anak, Terlalu dekat jarak kehamilan) dan situasi yang diindikasikan dengan '3 Terlambat' (Terlambat mengambil keputusan sehingga terlambat mendapat penanganan, Terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi, Terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia).

Sudah banyak upaya sudah dilakukan pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan Ibu dan Bayi Baru Lahir, akan tetapi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) khususnya Angka Kematian Neonatal (AKN)  belum menunjukkan hasil sesuai target MDG’s.

Agar mendapatkan hasil yang lebih optimal dibutuhkan peran serta aktif berbagai pihak baik yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan secara langsung maupun yang berkaitan secara tidak langsung dengan pelayanan kesehatan.

Semua pihak selayaknya saling bahu membahu dalam gerakan  penyelamatan ibu dan bayi baru lahir sehingga berbagai sebab keterlambatan upaya penyelamatan tersebut dapat diatasi dan membuahkan hasil sesuai dengan harapan, yaitu turunnya AKI dan AKB.

Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) merupakan program yang dikembangkan oleh USAID (United States Aids for International Development) dan Kementrian Kesehatan untuk membantu mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) melalui Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, menyebutkan bahwa sasaran yang ditetapkan adalah menurunnya  Angka Kematian Bayi menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup dan menurunnya Angka Kematian Ibu menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup.

Pencapaian sasaran RPJMN sampai saat ini untuk  AKI semula 334/100.000 (tahun 1997), dalam kurun waktu 10 tahun turun menjadi 228/100.000 (SDKI 2007); namun hasil SDKI 2012 AKI meningkat  menjadi 359/100.000.

AKB turun dari 46/1.000 KH (tahun 1999), menjadi 34/1.000 KH menurut SDKI 2007 dan data hasil SDKI 2012 menunjukkan penurunan AKB tidak signifkan, menjadi 32/1.000 KH.

Data Kota Bogor tahun 2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah kematian ibu dan bayi dibandingkan tahun 2014.  

Jumlah kematian ibu yang dilaporkan tahun 2015 sejumlah 21 kasus dari 20.000 kelahiran hidup, meningkat tajam dari tahun 2014 sejumlah 6.  

Penyebab kematian ibu di Kota Bogor tercatat sebagai berikut : perdarahan 2 kasus (10%), Hipertensi dalam kehamilan 7 kasus ( 33%), Penyakit jantung 4 kasus (19%), penyebab lain 8 kasus (38%). Penyebab lain ini terdiri dari HIV 2 kasus, Leptosirosis 1 kasus, Kanker Payudara 1 kasus dan sesak 2 kasus.

Tahun 2016 jumlah kematian ibu di Kota Bogor juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 22 kasus. Jumlah kematian bayi yang tercatat sebanyak 65 kasus dari 20.000 kelahiran hidup; meningkat dari tahun 2014 sejumlah 55. Kematian bayi paling banyak terjadi pada usia 0-28 hari sejumlah 51 kasus.

Penyebab kematian bayi terbanyak adalah BBLR  sebanyak 19 kasus (37%), hal ini berkaitan dengan gizi ibu hamil.

Penyebab kematian bayi yang lain adalah asfiksia 18 kasus (35%),  kelainan kongenital 5 kasus (10%),  Sepsis 2 kasus (4%) dan penyebab lain 7 kasus (14%).  Tahun 2016 jumlah kematian bayi menurun akan tetapi belum signifikan yaitu menjadi 53 kasus.

Dalam rangka mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Neonatal di Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor melaksanakan Program Peningkatan Keselamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir yang mengacu pada Program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS).

Adapun gerakan penyelamatan ibu dan bayi baru lahir di Kota Bogor mengacu pada program EMAS dilaksanakan mulai tahun 2016 dengan tahapan- tahapan yaitu:

1. Transparansi dan Akuntabilitas untuk mendukung kebijakan program
2. Penguatan Kualitas Pelayanan Klinis Gawat Darurat Kebidanan dan Bayi BaruLahir
3. Penguatan Sistem Rujukan yang Efisien dan Efektif

Tahapan pertama dalam program EMAS yaitu membangun transparansi dan akuntabilitas pelayanan dilakukan komponen-komponensebagai berikut:

1. Pembentukan POKJA Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Melibatkan peran aktif masyarakat dalam program penyelamatan ibu dan bayi baru lahir dalam bentuk:
    a. Forum Masyarakat Madani
    b. Adanya Motivator Kesehatan Ibu dan Anak (MKIA)
3. Advokasi pada stakeholder, pemerintah, organisasi profesi dan berbagai institusi terkait dengan penyelamatan ibu dan bayi baru lahir.

Di Kota Bogor telah terbentuk POKJA Penyelamatan Ibu Melahirkan dan Bayi dalam bentuk SK Walikota Bogor.

Forum Masyarakat Madani juga sudah terbentuk di Kota Bogor dan dikenal dengan Forum Peduli KIA “Forum Nga Emas Kota Bogor“ yang merupakan sekelompok masyarakat yang peduli Kesehatan Ibu dan Anak dalam bentuk dukungan terhadap Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir.

Peranan organisasi masyarakat dalam Forum Nga EMAS adalah memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat dan melakukan advokasi kepada pemerintah terkait dengan berbagai hal yang terjadi di masyarakat dalam upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir.

Keberhasilan Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir juga sangat ditentukan oleh peran serta masyarakat untuk dapat mengubah lingkungan dan perilaku ibu hamil dan keluarganya.

Perlu adanya komunikasi dan informasi langsung kepada ibu hamil, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu diperlukan juga peranan motivator untuk mengkomunikasikan berbagai hal agar ibu dan bayi baru lahir dapat selamat.

Di Kota Bogor, dibentuk Kader Motivator KIA sebagai motivator dan pendamping bagi ibu hamil dan suaminya serta keluarga agar ibu hamil mau melakukan persalinannya di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan yang trampil.

Motivator KIA diharapkan juga dapat membangun kesiapsiagaan masyarakat sekitar ibu hamil untuk dapat segera melakukan pertolongan sesuai dengan kemampuan masyarakat saat ibu hamil akan bersalin dan mengalami keadaan gawat darurat.

Motivator KIA merupakan orang yang dinilai memiliki pemahaman yang baik terhadap budaya masyakarat tempat tinggalnya sehingga mampu mengenal lebih dekat ibu hamil dan keluarganya.

MKIA dinilai mampu memberikan informasi, motivasi dan dukungan agar ibu hamil dan keluarganya mau melakukan pertolongan persalinan pada fasilitas kesehatan dan oleh tenaga yang terlatih.

Tahapan berikutnya dalam program EMAS yang sangat penting dilakukan  untuk penyelamatan ibu dan bayi baru lahir  adalah penguatan kualitas pelayanan klinis gawat darurat kebidanan dan bayi baru lahir.

Dalam penguatan kualitas pelayanan klinis gawat darurat kebidanan dan bayi baru lahir dilakukan beberapa tahap kegiatan pembimbingan klinis di Rumah Sakit dan Puskesmas, mulai dari Membangun Komitmen Standarisasi Tata Kelola Klinis di Rumah Sakit dan Puskesmas, Workshop Pengenalan Tools Klinis dan alat pantau kinerja rujukan RS dan Puskemas, Pertemuan Penyusunan Maklumat Pelayanan di Rumah Sakit dan Layanan Primer , Kegiatan kunjungan pertama (K-1), Kegiatan Pendampingan Awal (P-1), Kegiatan Kunjungan ke 2 (K-2),  Kegiatan Pendampingan 2 (P-2), Kegiatan Pendampingan 3 (P-3),  sampai Kegiatan Pendampingan ke RS dan puskesmas secara berkala.

Kegiatan-kegiatan penguatan kualitas pelayanan klinis tersebut penting dilaksanakan, karena untuk dapat mencapai tujuan Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, berbagai institusi pelayanan kesehatan yang terlibat aktif mulai dari tingkat puskesmas sampai ke tingkat rumah sakit, harus memiliki kesiapan fasilitas dan skill petugas dalam pelayanan gawat darurat kebidanan dan neonatal yang sesuai dengan standar dan dijalankan secara professional, memiliki komitmen untuk menerapkan standar tata kelola klinis dalam memberikan pelayanan gawat darurat kebidanan bagi ibu dan bayi yang ada dalam kandungan, memiliki kemampuan manajerial dan leadership agar berbagai standar yang dikembangkan tersebut dapat terimplementasikan sesuai dengan yang seharusnya dan sesuai dengan kesepakatan bersama termasuk juga aspek rujukannya, serta memiliki komitmen bersama untuk mau menjalankan kesepakatan bersama agar pelayanan gawat darurat kebidanan dan neonatal dapat berlangsung dengan standar mutu yang sama.

Puskemas dan RS juga dibimbing untuk melaksanakan Audit Maternal Perinatal yang  merupakan satu kegiatan audit terhadap kematian ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir.

AMP bukan dimaksudkan untuk mencari siapa yang menjadi penyebab kematian ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru lahir tetapi lebih didorong untuk melakukan evaluasi pelayanan gawat darurat kebidanan dan neonatal sehingga dapat dikeluarkan rekomendasi untuk perbaikan mutu pelayanan.

Pada tahun 2016 di Kota Bogor ada 1 Rumah Sakit dan 6 Puskesmas yang sudah diintervensi Program EMAS dengan dilaksanakannya kegiatan-kegiatan penguatan klinis pelayanan klinis gawat darurat kebidanan dan bayi baru lahir,  yaitu RSUD Kota Bogor, Puskesmas Tanah Sareal, Puskesmas Tegal Gundil, Puskesmas Bogor Tengah, Puskesmas Cipaku, Puskesmas Sindang Barang, dan Puskesmas Bogor Utara. Semua faskes tersebut  telah mencapai standar Tata Kelola Pelayanan KIA di atas 80% yang dinilai dengan instrument tata kelola pelayanan KIA.

Pada tahun 2017 program EMAS direplikasi kembali di 1 RS dan 6 Puskesmas lainnya yaitu RS Salak, Puskesmas Mekarwangi, Puskesmas Pasir Mulya, Puskesmas Merdeka, Puskesmas Bogor Timur, Puskesmas PuloArmyn, dan Puskesmas Bogor Selatan.

Diharapkan dengan sudah adanya 2 rumah sakit dan 12 puskesmas yang melaksanakanupaya gerakan penyelamatan ibu dan bayi baru lahir mengacu pada program EMAS, dapat berkontribusi dalam penurunan AKI dan AKB di Kota Bogor.

Tahapan ketiga dalam program EMAS yaitu Penguatan Sistem Rujukan yang Efisien dan Efektif.

Upaya penyelamatan ibu dan bayi baru lahir selain memerlukan tenaga kesehatan yang trampil dan penyediaan layanan gawat darurat bagi ibu dan bayi baru lahir juga memerlukan  sistem rujukan berjenjang yang berkualitas mulai dari layanan primer baik pemerintah maupun swasta ke layanan sekunder.

Di Kota Bogor, sudah ada ESIR dan Call Center di Dinas Kesehatan Kota Bogor yang dapat memfasilitasi rujukan ke rumah sakit, agar ibu dan bayi dapat cepat mendapatkan pertolongan di rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.

Selain itu, untuk mendukung program EMAS, diperlukan penguatan sistem informasi dan teknologi untuk membantu proses komunikasi dalam mempersiapkan rujukan dan layanan kesehatan bagi kasus gawat darurat kebidanan dan neonatal.

Sistem Informasi yang dikembangkan dan  diimplementasikan pada Program Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir, yaitu Sistem Informasi Jejaring Rujukan Ibu dan Bayi (SIJARI EMAS) dan layanan SMS Bunda.

Tahun 2017 ini Kota Bogor akan mengembangkan SIJARI EMAS dan layanan SMS Bunda sebagai fasilitas informasi dan komunikasi layanan dan rujukan maternal dan neonatal.

Berbagai kegiatan dalam program EMAS, baik yang dirangkai secara komprehensif yang terangkum dalam penguatan transparansi dan akuntabilitas, pembimbingan klinis di rumah sakit dan puskesmas, penguatan sistem rujukan gawat darurat kebidanan dan neonatal, serta penguatan sistem informasi dan teknologi diharapkan menjadi upaya Gerakan Penyelamatan Ibu dan Bayi Baru Lahir yang pada akhirnya dapat menurunkan Angka Kematian Ibu  dan Angka Kematian bayi .
(Adv).

Oleh  : dr. Siti Robiah Mubarokah (Ka.Sie Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kota Bogor)

Pewarta: dr Siti Robiah Mubarokah

Editor : M. Tohamaksun


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017