Purwakarta (Antara Megapolitan) - Pasangan suami-istri dengan 13 anak tinggal di sebuah rumah kontrakan yang hanya memiliki satu kamar di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.

Siti Fatimah (41) di Purwakarta, Rabu, mengaku biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari diperoleh dari hasil kerja serabutan suaminya. Suaminya, Aa Suparman (50), juga tukang servis elektronik.

Pasangan suami-istri ini tinggal di Kampung Malangnengah Wetan, Kelurahan Nagri Tengah, Kecamatan Purwakarta.

Suparman dan keluarganya sebelumnya pernah dikunjungi Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pada Minggu (7/5) lalu. Dalam pertemuan itu, Dedi meminta agar Parman mengikuti Program Keluarga Berencana.

Bupati mengaku heran karena masih ada pasangan suami-istri yang memiliki belasan anak. Kemudian, dia langsung meminta keluarga tersebut pindah ke sebuah rumah yang telah disediakan pemerintah secara gratis.

Tetapi untuk menempati rumah secara gratis itu ada syaratnya, yakni suami dari keluarga ini harus mau melakukan KB atau pasang kontrasepsi atau tidak akan menambah anak lagi.

Bupati sempat kagum terhadap pasangan suami-istri itu karena bisa merawat 13 anaknya dengan baik. Anak-anaknya terlihat bersih dan sehat, meski hidup dalam kondisi kekurangan.

"Saya salut, banyak anak tapi mereka (anak-anaknya) semua bersih dan sehat. Tinggal ke depan, kita bantu mereka agar tinggal di tempat yang layak. Kita juga memberikan bantuan modal untuk usaha servis elektronik yang digeluti Pak Suparman," kata Dedi.

Suparman mengaku terima kasih atas bantuan dan perhatian yang telah diberikan bupati kepada keluarganya.

Ia mengaku selama memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sebenarnya telah terbantu dengan sejumlah program yang telah digulirkan Pemkab Purwakarta.

Di antaranya program membawa bekal ke sekolah bagi anaknya, beras "perelek", masuk sekolah Jam 06.00 WIB, hingga pendidikan gratis.

Dikatakannya, sebelum ada pemberlakuan program selalu membawa bekal ke sekolah bagi siswa, anak-anaknya selalu "merengek" meminta uang jajan saat berangkat ke sekolah.

Hal itu cukup membingungkan karena penghasilan sebagai tukang servis peralatan elektronik tidak cukup untuk memberikan jatah uang jajan kepada anak-anaknya.

"Paling susah itu urusan jajan. Kalau ada Rp10 ribu, harus dibagi berapa? Sejak ada kebijakan bupati, saya tinggal bilang ke anak-anak, gak boleh jajan, nanti dimarahi pak bupati," kata dia.

Untuk kebutuhan makan, dia mengaku terbantu dengan adanya program beras "perelek" yang sudah lama digulirkan Dedi Mulyadi.

Jatah beras hasil patungan warga mampu untuk warga kurang mampu tersebut biasanya diantarkan langsung oleh aparat kelurahan setempat.

Program lain yang membuat beban hidup Suparman berkurang ialah masuk sekolah pukul 06.00 WIB. Dengan program itu, selain membuat anak-anaknya rajin bangun subuh, dia tidak lagi menanggung malu karena meminjam motor tetangga untuk mengantarkan anak ke sekolah.

Pewarta: M. Ali Khumaini

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017