Gedung Putih, yang adalah kantor Presiden Amerika Serikat, menegaskan kembali posisi AS untuk segera mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di Jalur Gaza.

Pernyataan itu disampaikan pada Rabu (29/5), ketika menanggapi pernyataan penasihat keamanan nasional Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Tzachi Hanegbi, bahwa perang di Gaza diperkirakan akan berlanjut hingga awal 2025.

Hanegbi memperkirakan perang mungkin terus berlangsung selama tujuh bulan ke depan.

“Para pejabat Israel berbicara atas nama mereka sendiri dan atas penilaian mereka --ini adalah perang yang mereka lakukan," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby.

"Presiden Biden berkomitmen untuk memastikan kita menemukan cara untuk mengakhiri konflik ini sesegera mungkin," kata Kirby.

Jubir tersebut mencatat bahwa masih ada warga-warga Israel yang disandera oleh Hamas dan kelompok-kelompok lain.

Baca juga: Presiden Biden berdiskusi dengan PM Netanyahu soal Rafah di Jalur Gaza selatan

"Kami harus memulangkan mereka. Kami ingin memulangkan mereka melalui kesepakatan yang terkait dengan gencatan senjata yang kami yakini, jika diterapkan, dapat menghasilkan sesuatu yang lebih berkelanjutan dan berpotensi mengakhiri konflik," katanya.

Menurut Kirby, Biden sedang berupaya untuk menyelesaikan kesepakatan pembebasan sandera dan proposal baru kini sedang dibahas.

“Kami melakukan segala yang kami bisa untuk melihat apakah kami dapat mencapai kemajuan karena hal ini dapat mengarah pada gencatan senjata sementara yang juga dapat mengarah pada sesuatu yang lebih berkelanjutan,” kata Kirby.

“Pandangan kami adalah kita harus mencapai kesepakatan soal sandera ini. Saatnya sekarang untuk melakukannya, untuk mencapai gencatan senjata sementara dan mengakhiri konflik ini sesegera mungkin,” ujar dia, menambahkan.

Baca juga: Biden desak Netanyahu lindungi warga sipil Jalur Gaza

Koridor Philadelphi

Pada Rabu, tentara Israel mengeklaim telah memperoleh kendali penuh atas Koridor Philadelphi, zona penyangga demiliterisasi yang membentang di sepanjang perbatasan antara Jalur Gaza dan Mesir.

“Ketika mereka memberi tahu kami mengenai rencana mereka di Rafah, itu memang termasuk pergerakan di sepanjang koridor tersebut hingga keluar ke kota untuk memberikan tekanan pada Hamas di kota tersebut,” ujarnya. 

Kirby mengatakan dirinya tidak bisa memastikan apakah pasukan Israel memang betul sudah merebut koridor tersebut. 

Namun, ujarnya, pergerakan tentara Israel di sepanjang koridor itu tidak mengejutkan AS. 

“... pergerakan mereka sesuai dengan apa yang kami pahami tentang rencana mereka untuk memburu Hamas dengan melakukan penargetan secara terbatas, bukan dengan cara yang terkonsentrasi,” katanya, menambahkan.

Baca juga: Biden yakin konflik antara Israel dan Palestina segera berakhir

Tentara Israel mengatakan pasukannya berlokasi di sebagian besar Koridor Philadelphi, kecuali wilayah kecil di dekat pantai dan Tel al-Sultan di Rafah barat.

Ketika ditanya tentang laporan bahwa amunisi buatan AS digunakan dalam serangan mematikan terhadap sebuah kamp pengungsi Palestina di Rafah, Kirby merujuk pada pernyataan militer Israel (IDF).

“Saya tidak bisa memastikan apakah GBU-39 yang mengirimkan muatan bom itu atau tidak. Soal itu harus ditanyakan langsung kepada IDF,” tutur Kirby.

Analisis rekaman video dan tinjauan oleh para ahli senjata peledak, yang berbicara kepada CNN, mengungkapkan bahwa amunisi yang diproduksi di AS digunakan dalam serangan udara mematikan Israel akhir pekan lalu.

Serangan Israel itu menewaskan lebih dari 45 korban.

Dalam satu video di media sosial, yang dipastikan berada di lokasi yang sama dengan mencocokkan detail seperti tanda pintu masuk kamp dan ubin tanah, ekor bom berdiameter kecil (SDB) GBU-39 buatan AS terlihat.

Kesimpulan itu diambil oleh empat orang ahli yang meninjau rekaman tersebut.


Sumber: Anadolu
 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024